Mangupura (Antara Bali) - Para pengrajin padmasana yang merupakan simbol tempat suci dan pemujaan para dewa dalam ajaran Agama Hindu di Bali, masih kesulitan menentukan harga jual produk yang dihasilkannya dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Kami masih kesulitan menentukan harga jual yang pasti, namun demikian harga tetap naik tipis sampai melihat dan menunggu perkembangan harga bahan baku yang pasti," ujar Krisna, pengrajin padmasana di desa Sempidi, Badung, Kamis.

Ia menjelaskan, padmasana yang dibuat sebagian masih menggunakan sisa bahan baku yang sudah ada sebelumnya sehingga masalah harga belum ada penetapan, namun seiring kenaikan harga BBM nantinya akan dihitung dengan rinci pos pengeluaran bahan baku dan ongkos pembuatan per unit.

"Dengan demikian akan ditemukan ketetapan harga yang pasti untuk setiap unit padmasana dan tergantung ukurannya masing masing," ujarnya.

Sekarang ini seiring kenaikan harga BBM, katanya, modal produksi jelas akan bertambah untuk setiap satu unit padmasana, sehingga harga jual juga pasti naik mengikuti kenaikan harga bahan baku serta pasar konsumen.

"Penetapan harga baru padmasana akan dilakukan hati-hati agar tidak mengganggu distribusi pemasaran kalau harganya terlalu mahal, sedangkan kalau harga ditekan semurah murahnya juga bisa mengakibatkan usaha kami gulung tikar dan terancam menjadi pengangguran," ujarnya.

Ia menambahkan, pengiriman bahan baku tares tero (campuran pasir dengan unsur tertentu lainnya) yang merupakan bahan baku utama pembuatan padmasana yang didatangkan dari Kintamani, dalam beberapa hari terakhir tidak berjalan lancar, hal ini nampaknya terkait kepastian harga bahan baku sebagai dampak kenaikan harga BBM yang.

Menurut dia usaha padmasana atau tugu merupakan usaha rumahan yang dikerjakan oleh keluarga saja setelah mengerjakan pekerjaan lainnya, namun banyak pengrajin yang memang menggantungkan kehidupannya dari usaha membuat padmasana.

Ia menjelaskan, untuk pengerjaannya sedikit rumit dan butuh kesabaran tinggi, sedangkan jenis padmasana yang dijual kualitasnya sama hanya dibedakan dari ukurannya saja.

Menurut dia, untuk padmasana atau tugu yang berukuran 50x50 sebelum ada kenaikan harga BBM dipatok harga Rp700.000/ unit, namun kini dijual Rp800.000/ unit, sedangkan ukuran 65x65 sebelum ada kenaikan harga BBM dijual Rp1.200.000, namun sekarang seharga Rp 1.300.000.

"Artinya kami hanya menaikkan harga sedikit lebih tinggi hanya Rp100.000/unit untuk setiap ukuran. Tidak masalah keuntungan yang didapat sangat tipis, karena yang penting pemasaran tetap berjalan lancar," ujarnya.

Kalau menaikkan harga tinggi, katanya, dikhawatirkan tidak ada yang membeli karena dampak kenaikan harga BBM sangat menyeluruh terhadap perekonomian masyarakat.

Ia menjelaskan, untuk mengerjakan satu unit padmasana menghabiskan 25 tares tera (bahan campuran pasir dan lainnya) dan dua sak semen dan pengerjaan dilakukan selama lima hari untuk satu unit padmasana.

"Dalam sebulan menjual 15 hingga 20 unit padmasana, tetapi setelah adanya kenaikan bahan bakar minyak paling hanya mampu menjual 5 hingga 10 unit, karena memang masyarakat memprioritaskan untuk membeli kebutuhan pokok yang harganya mengalami kenaikan," ujarnya. (WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014