Denpasar (Antara Bali) - Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karangasem I Wayan Arnawa menjalani persidangan perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis.

Dalam persidangan perdana dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Tipikor, Hasoloan Sianturi, terdakwa berusia 57 tahun itu didampingi penasihat hukumnya, Bimantara.

Perbuatan terdkwa dalam kurun waktu sejak 2009-2010 telah menguntungkan diri sendiri dan orang lain yaitu PT Adhi Karya sebagai perusahaan penyedia barang dan jasa proyek senilai Rp3,7 miliar.

Jaksa Penuntut Umum, Hari Sutompo mengatakan bahwa berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bali bawha perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian uang negara sebesar Rp3,7 miliar dengan rincian realisasi pengeluaran uang negara sebesar Rp9,8 miliar, nilai barang yang diterima Rp6,1 miliar sehingga kurangnya Rp3,7 miliar.

Terdakwa yang ditahan sejak 23 Oktober 2014, saat masih menjabat Kepala Dinas PU telah mendantangani perjanjian kontrak penyediaan barang dan jasa dengan PT Adhi Karya yang diwakili oleh Imam Wijaya Santosa selaku pihak kedua.

"Terkait dengan pengembangan sistem distribusi air minum, pengadaan kontruksi jaringan air minum Kecamatan Abang, Kecamatan Karangasem, Kecamatan Manggis, dan Kecamatan Kubu yang dananya telah dianggaran sebesar Rp39,4 miliar," ujarnya.

Selanjutnya pada tahun 2010 terdakwa menandatangani perjanjian kontrak penyedian barang dan jasa dengan PT Adhi karya diwakili oleh Dono Purwoko selaku pihak kedua tentang pengembangan distribusi air minum sebesar Rp4,26 miliar.

Tahun 2009 pada waktu terdakwa ditunjuk sebagai pengguna angaran Pemkab Karangsem dalam distribusi air bersih tersebut tidak mengangkat pejabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Karena terdakwa tidak menganggat pejabat PPK, selanjutnya terdakwa menandatangani kontrak pengadaan barang dan jasa pengadaaan air minum dan menetapkan besaran uang muka sebesar Rp5,41 miliar.

Dengan tidak diangkatnya PPK, pelaksanaan kontrak yang dilakukan oleh PT Adhi karya menjadi tidak terlaksana sebagaimana mestinya.

Selanjutnya terdakwa meminta pembayaran tagihan termin pertama dari PT Adhi Karya sebesar 21,96 persen dengan nilai Rp3,4 miliar. Begitu juga pada waktu terdakwa menerima permintaan pembayaran tagihan termin kedua dari PT Adhi Karya sebesar 65 persen dari Rp9,35 miliar.

Selanjutnya pembayaran termin ketiga sebesar 84 persen dari Rp4,64 miliar.

Selaku pengguna anggaran terdakwa tidak mengambil langkah-langkah sebagaimana tugas dan tanggung jawab terdakwa untuk melakukan pengujian materiil terhadap surat-surat berupa berita acara pemeriksaaan fisik yang pada termin pertama sampai ketiga merupakan tugas dan kewenangan terdakwa selaku pengguna anggaran dan selanjutnya oleh terdakwa telah diterbitkan surat persetujuan pembayaran.

Dalam kasus tersebut pipa yang digunakan dalam proyek lebih ringan dan tidak sesuai SNI. "Mengingat pipa galvanis yang digunakan ditanam dalam tanah jika ada kebocoran sulit diteksi yang mengakibatkan kurangnya pasokan air ke masyarakat," ujarnya.

Menurut JPU, perbuatan terdakwa dalam kurun waktu 2009-2010 telah menguntungkan diri sendiri dan orang lain yaitu PT Adhi Karya telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,7 miliar.

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 jo 1 KUHP jo Pasal 64 KUHP. (MFD)

Pewarta: Oleh Wira Suryantala

Editor : Mayolus Fajar Dwiyanto


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014