Denpasar (Antara Bali) - Guru Besar Universitas Udaya Prof Dr Wayan Windia sangat setuju dan mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo yang melarang pegawai negeri sipil (PNS) di tingkat pusat maupun daerah menggelar pertemuan atau rapat di hotel.

"Larangan menggelar pertemuan di hotel itu sangat penting agar pejabat tidak silau dengan kemewahan," kata Prof Windia yang juga Ketua Pusat Penelitian Subak Unud di Denpasar, Selasa.

Ia mengatakan, tidak sependapat dengan anggota Komisi IV DPRD Bali I Wayan Rawan Atmaja yang mengharapkan wacana kebijakan kepala negara itu ditinjau kembali karena akan meresahkan pelaku pariwisata akibat tingkat hunian hotel akan berkurang.

"Jangan manjakan hotel di Bali, nama Bali sudah merupakan sumbangan yang sangat besar bagi hotel dan fasilitas kepariwisataan di Pulau Dewata," ujar Prof Windia.

Oleh sebab itu Bali sudah saatnya menyetop pembangunan hotel, agar lahan sawah tidak terus berkurang dan mencegah para pendatang dari berbagai daerah di Indonesia yang mencoba mengadu nasib.

Prof Windia menambahkan, wakil rakyat di DPRD kabupaten/kota, provinsi serta DPR RI dan DPD RI kini sudah saatnya mengalihkan perhatian kepada petani yang selama ini identik dengan kemiskinan.

Hasil sensus pertanian menunjukkan puluhan ribu rumah tangga yang menggeluti usaha pertanian di Pulau Dewata hilang. Mereka tidak lagi menggeluti usaha pertanian akibat berbagai faktor, salah satu di antaranya yang paling dominan tidak lagi memiliki lahan pertanian karena alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Pendapatan masyarakat Bali yang menggeluti usaha sektor pertanian relatif kecil, paling rendah dibanding menekuni sektor industri kecil, buruh bangunan maupun jasa pariwisata.

Nilai tambah sektor pertanian hanya berkisar Rp2,5 juta per bulan untuk garapan lahan seluas satu hektare, padahal petani di Bali umumnya menggarap lahan rata-rata 20 are, sehingga penghasilannya sangat kecil.

Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat pekerja yang menggeluti sektor pertanian di Pulau Dewata dalam setahun periode Februari 2012- Februari 2013 berkurang 73.400 orang atau 11,23 persen.

Hanya sektor pertanian satu-satunya mengalami penurunan jumlah pekerja, berbeda dengan sektor jasa lainnya yang justru meningkat signifikan. Meski demikian penduduk yang mengendalikan pendapatan dari sektor pertanian masih relatif besar yakni sekitar 45 persen.

Prof Windia menjelaskan, pengakuan UNESCO terhadap subak sebagai warisan budaya dunia dalam upaya menyelamatkan warisan budaya bidang pertanian, khususnya subak kini mulai terancam akibat peralihan fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali.

Peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Pulau Dewata merupakan ancaman yang sangat serius dalam menyediakan persediaan pangan, khususnya beras, dan hal itu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

Berdasarkan hasil penelitian terakhir, lahan pertanian yang beralih fungsi di Bali setiap tahun mencapai 800 hektare. Kalau dalam satu kawasan subak mempunyai hamparan lahan 400 hektare berarti setiap tahunnya dua subak sirna.

Dinas Pertanian Provinsi Bali mencatat, hamparan lahan sawah di Pulau Dewata masih tercatat seluas 84.118 hektare. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014