Jakarta (Antara) - Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay mempertanyakan landasan hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program pembagian Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan KKS (kartu keluarga sejahtera).
"Sejauh ini, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum memberikan penjelasan tentang landasan hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program pembagian KIS, KIP, dan KKS," kata Saleh dalam pesan Blackberry yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Saleh mengatakan wajar banyak kalangan yang mempertanyakan landasan hukum program tersebut karena menelan biaya yang besar. Menurut dia, pemerintahan Jokowi-JK hanya mewarisi APBN yang lalu sehingga program-program tersebut belum dicantumkan secara eksplisit di dalam APBN.
"Pertanyaannya, dari mana sumber anggaran untuk membiayai program-program itu," ujarnya.
Dia menjelaskan sejauh ini pemerintah mengatakan sumber pembiayaan untuk KIS diambil dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sementara itu menurut dia, KIP diambil dari alokasi dana yang ada di kementerian pendidikan, lalu ada juga anggaran yang diambil dari "Corporate Social Responsibility (CSR) BUMN.
"Apakah kementerian pendidikan memiliki program itu ketika mereka menyusun APBN? Kalau tidak, lalu bagaimana cara pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program tersebut?," katanya.
Menurut dia, BPJS dan BUMN tidak semestinya mengeluarkan anggaran tanpa perencanaan yang baik. Saleh mengatakan para direksi dan komisioner yang ada bertanggung jawab untuk mengelola aset yang ada sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu dia mengatakan, boleh saja pemerintah disebut melakukan realokasi anggaran untuk membiayai ketiga program tersebut. Namun menurut dia, realokasi anggaran yang dilakukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR sebelum program tersebut dilaksanakan.
"Kapan pemerintah mendiskusikan masalah ini dengan DPR? Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pembicaraan tentang masalah ini di DPR," tegasnya.
Saleh meminta pemerintah mentaati Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang secara eksplisit ditegaskan tentang larangan mengeluarkan anggaran yang tidak sesuai peruntukan.
Dia mengatakan untuk menghindari pelanggaran terhadap Undang-undang tersebut, pemerintah diminta untuk segera membicarakan hal ini dengan DPR.
"Bagaimana pun baiknya program yang dikerjakan, tetap harus tunduk pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika program itu betul-betul bisa mensejahterakan rakyat, DPR pasti akan menyetujuinya," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Sejauh ini, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum memberikan penjelasan tentang landasan hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program pembagian KIS, KIP, dan KKS," kata Saleh dalam pesan Blackberry yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Saleh mengatakan wajar banyak kalangan yang mempertanyakan landasan hukum program tersebut karena menelan biaya yang besar. Menurut dia, pemerintahan Jokowi-JK hanya mewarisi APBN yang lalu sehingga program-program tersebut belum dicantumkan secara eksplisit di dalam APBN.
"Pertanyaannya, dari mana sumber anggaran untuk membiayai program-program itu," ujarnya.
Dia menjelaskan sejauh ini pemerintah mengatakan sumber pembiayaan untuk KIS diambil dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sementara itu menurut dia, KIP diambil dari alokasi dana yang ada di kementerian pendidikan, lalu ada juga anggaran yang diambil dari "Corporate Social Responsibility (CSR) BUMN.
"Apakah kementerian pendidikan memiliki program itu ketika mereka menyusun APBN? Kalau tidak, lalu bagaimana cara pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program tersebut?," katanya.
Menurut dia, BPJS dan BUMN tidak semestinya mengeluarkan anggaran tanpa perencanaan yang baik. Saleh mengatakan para direksi dan komisioner yang ada bertanggung jawab untuk mengelola aset yang ada sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu dia mengatakan, boleh saja pemerintah disebut melakukan realokasi anggaran untuk membiayai ketiga program tersebut. Namun menurut dia, realokasi anggaran yang dilakukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR sebelum program tersebut dilaksanakan.
"Kapan pemerintah mendiskusikan masalah ini dengan DPR? Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pembicaraan tentang masalah ini di DPR," tegasnya.
Saleh meminta pemerintah mentaati Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang secara eksplisit ditegaskan tentang larangan mengeluarkan anggaran yang tidak sesuai peruntukan.
Dia mengatakan untuk menghindari pelanggaran terhadap Undang-undang tersebut, pemerintah diminta untuk segera membicarakan hal ini dengan DPR.
"Bagaimana pun baiknya program yang dikerjakan, tetap harus tunduk pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika program itu betul-betul bisa mensejahterakan rakyat, DPR pasti akan menyetujuinya," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014