Jakarta (Antara Bali) - Politisi PPP Ahmad Yani merasa dijegal maju sebagai
Ketua Umum PPP dalam Muktamar VIII PPP di Hotel Grand Sahid, Jakarta,
Minggu dini hari.
"Jelas dong (merasa dijegal)," tegas Yani seraya meninggalkan arena muktamar, sesaat setelah sidang muktamar menetapkan Djan Faridz sebagai calon tunggal dan terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP 2014-2019, di Jakarta, Minggu dini hari.
Yani mengatakan penetapan Djan Faridz sebagai ketua umum adalah skenario yang dijalankan sedemikan rupa. Dia menilai Muktamar PPP di Jakarta lebih buruk dari Muktamar Surabaya.
"Ini lebih buruk dari Surabaya, tidak demokratis. Nanti kita lihat saja apakah ketua umum baru bisa lebih baik ke depan atau bagaimana," kata Yani.
Yani sendiri awalnya ingin berkompetisi sebagai ketua umum melalui voting. Yani mengklaim memiliki dukungan 2/3 DPC PPP.
Tetapi secara tiba-tiba pimpinan sidang muktamar menetapkan Djan Faridz sebagai calon tunggal dan mengajak pendukung Djan Faridz untuk bersholawat.
Sejumlah DPC pendukung Yani terlihat tidak terima dan meneriakkan nama Yani berulang kali, namun suaranya tidak didengarkan.
Pimpinan sidang tetap memutuskan Djan Faridz sebagai calon tunggal dan terpilih sebagai Ketua Umum PPP yang baru secara aklamasi.
Sebelumnya, Djan Faridz sebenarnya telah ditetapkan pimpinan sidang, terpilih secara aklamasi pada hari pertama muktamar, Kamis (30/10). Namun ditentang sejumlah peserta muktamar yang ditengarai pendukung Yani, dan diputuskan bahwa mekanisme pemilihan ketua umum akan ditentukan berdasarkan hasil pembahasan tata tertib.
Tetapi faktanya Djan Faridz kembali ditetapkan sebagai ketua umum secara aklamasi pada Minggu dini hari.(MFD)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Jelas dong (merasa dijegal)," tegas Yani seraya meninggalkan arena muktamar, sesaat setelah sidang muktamar menetapkan Djan Faridz sebagai calon tunggal dan terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP 2014-2019, di Jakarta, Minggu dini hari.
Yani mengatakan penetapan Djan Faridz sebagai ketua umum adalah skenario yang dijalankan sedemikan rupa. Dia menilai Muktamar PPP di Jakarta lebih buruk dari Muktamar Surabaya.
"Ini lebih buruk dari Surabaya, tidak demokratis. Nanti kita lihat saja apakah ketua umum baru bisa lebih baik ke depan atau bagaimana," kata Yani.
Yani sendiri awalnya ingin berkompetisi sebagai ketua umum melalui voting. Yani mengklaim memiliki dukungan 2/3 DPC PPP.
Tetapi secara tiba-tiba pimpinan sidang muktamar menetapkan Djan Faridz sebagai calon tunggal dan mengajak pendukung Djan Faridz untuk bersholawat.
Sejumlah DPC pendukung Yani terlihat tidak terima dan meneriakkan nama Yani berulang kali, namun suaranya tidak didengarkan.
Pimpinan sidang tetap memutuskan Djan Faridz sebagai calon tunggal dan terpilih sebagai Ketua Umum PPP yang baru secara aklamasi.
Sebelumnya, Djan Faridz sebenarnya telah ditetapkan pimpinan sidang, terpilih secara aklamasi pada hari pertama muktamar, Kamis (30/10). Namun ditentang sejumlah peserta muktamar yang ditengarai pendukung Yani, dan diputuskan bahwa mekanisme pemilihan ketua umum akan ditentukan berdasarkan hasil pembahasan tata tertib.
Tetapi faktanya Djan Faridz kembali ditetapkan sebagai ketua umum secara aklamasi pada Minggu dini hari.(MFD)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014