Jakarta (Antara Bali) - Indonesian Corruption Watch atau ICW menyatakan selama satu dasawarsa 2003-2013 pengungkapan kasus korupsi pendidikan dengan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah.

"Selama satu dasawarsa penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan dan KPK berhasil menindak kasus korupsi pendidikan sebanyak 296 kasus dengan indikasi kerugian negara Rp619 miliar," kata Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri di Jakarta, Rabu .

Ia menguraikan lembaga yang paling banyak menindak kasus korupsi seperti kejaksaan sebanyak 216 kasus dengan indikasi kerugian negara terbesar Rp530,1 miliar. Kemudian disusul kepolisian sebanyak 63 kasus dengan kerugian negara Rp 74,7 miliar.

"Sementara KPK menangani tiga kasus dengan kerugian negara mencapai Rp13 miliar. Dari 296 kasus, terdapat 12 kasus tidak diketahui penanganannya," urainya.

Febri mengungkapkan tren kasus korupsi dari tahun ke tahun polanya serupa yakni dengan modus paling banyak adalah penggelapan dan mark-up.

"Paling banyak penggelapan dana dan Dana Alokasi Khusus atau DAK sering digunakan sebagai praktek ladang korupsi dana pendidikan," ungkapnya.

Menurut dia, korupsi di sektor pendidikan sudah terjadi sejak perencanaan dilaksanakan seperti kasus pengadaan barang di perguruan tinggi yang melibatkan Angelina Sondakh dan rehabilitasi pembangunan sekolah.

"Pola penindakan kasus korupsi di sektor pendidikan dapat dikatakan stabil dari tahun ke tahun. Tidak ada peningkatan signifikan. Padahal, kerugian negara membesar," katanya.

Tren korupsi pendidikan dari 2003 sampai 2013, kata dia, berhasil mengumpulkan 296 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 479 orang termasuk anggota dewan dan pejabat negara.

Tren pemberantasan korupsi pendidikan berdasarkan pantauan ICW, lajut dia menambahkan dengan mengunakan metodologi kuantitatif deskriptif. Pemantauan dilakukan selama tiga kali yakni tahun 2008, 2010, 2013 dengan cara mengupdate hasil pematauan sebelumnya.

"Sumber data yang kita ambil dari media cetak dan online serta jaringan masyarakat sipil di Indonesia pada 2008," tambahnya.

Tabulasi dan pengolahan data menggunakan Statistical Package for Social Science dan Ms Excel. Sedangkan kekurangan akurasi data pada media online tidak menggambarkan kedaan praktek korupsi sesungguhnya. (WDY)

Pewarta: Oleh Darwin Fatir

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014