Jakarta (Antara Bali) - Pemerintah telah menyiapkan opsi lain jika
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada ditolak
oleh DPR RI, kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Jakarta, Kamis.
"Sebelum Perppu itu terbit, tentu kami sudah mempertimbangkan dari berbagai aspek. Yang pasti, Perppu itu secara subyektif menjadi hak Presiden dan secara obyektif ada di DPR. Biarlah obyektif DPR itu kita lihat nanti setelah Perppu terbit," kata Gamawan.
Dia menjelaskan penyusunan draf Perppu Pilkada tersebut didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuat tiga kriteria yakni kebutuhan mendesak, kekosongan hukum dan perlunya kepastian hukum.
Ketiganya tersebut terdapat dalam Putusan MK Nomor 138 Tahun 2009 atas permohonan pengujian Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK terhadap UD 1945.
"Kami berusaha memenuhi tiga kriteria tersebut, minimal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperhatikan tiga kriteria itu," tambahnya.
Terkait kekosongan hukum yang dikhawatirkan akan terjadi jika nanti DPR menolak Perppu tersebut, Gamawan menjelaskan akan ada alternatif lain untuk mengupayakan agar pelaksanaan pilkada di 2015 memiliki payung hukum.
"Kalau Perppu itu ditolak DPR, ya kita lihat nanti. Penolakan itu bukan berarti tidak ada rekomendasi, pasti akan ada tindakan atau solusi. Kalau ada kekosongan hukum akan terbit lagi Perppu," jelasnya.
Materi draf Perppu Pilkada yang disusun oleh Kemendagri tersebut tidak akan sama persis dengan draf Rancangan Undang-undang Pilkada secara langsung yang pernah ditawarkan ke DPR RI.
"Pemerintah bisa menambah atau mengurangi seperti perbaikan yang disampaikan Partai Demokrat. Setidak-tidaknya satu hal ada yang berbeda, yakni terkait uji publik kandidat calon kepala daerah," jelas Mendagri.
Terkait uji publik kandidat calon kepala daerah, fraksi Partai Demokrat mengusulkan dalam rapat paripurna DPR RI akan menyetujui mekanisme pilkada langsung namun dengan sepuluh syarat perbaikan.
Ke-sembilan syarat tersebut sebelumnya telah diakomodir Kemendagri dalam draf RUU Pilkada langsung, hanya satu pasal mengenai uji publik yang bertentangan.
Partai Demokrat menginginkan, dalam pasal uji publik tersebut, kandidat calon harus memiliki sertifikat keterangan "lulus" untuk kemudian dicalonkan dalam bursa pemilihan.
Namun menurut Kemendagri, syarat uji publik tidak perlu mencantumkan keterangan "lulus" atau "tidak lulus". Sepanjang kandidat telah mengikuti uji publik dan memenuhi syarat administratif, maka dapat dicalonkan dalam pilkada.
"Ini kan bukan opsi Partai Demokrat lagi, tetapi ini opsi Pemerintah, kita lihat saja nanti," ujar Mendagri.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Sebelum Perppu itu terbit, tentu kami sudah mempertimbangkan dari berbagai aspek. Yang pasti, Perppu itu secara subyektif menjadi hak Presiden dan secara obyektif ada di DPR. Biarlah obyektif DPR itu kita lihat nanti setelah Perppu terbit," kata Gamawan.
Dia menjelaskan penyusunan draf Perppu Pilkada tersebut didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuat tiga kriteria yakni kebutuhan mendesak, kekosongan hukum dan perlunya kepastian hukum.
Ketiganya tersebut terdapat dalam Putusan MK Nomor 138 Tahun 2009 atas permohonan pengujian Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK terhadap UD 1945.
"Kami berusaha memenuhi tiga kriteria tersebut, minimal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperhatikan tiga kriteria itu," tambahnya.
Terkait kekosongan hukum yang dikhawatirkan akan terjadi jika nanti DPR menolak Perppu tersebut, Gamawan menjelaskan akan ada alternatif lain untuk mengupayakan agar pelaksanaan pilkada di 2015 memiliki payung hukum.
"Kalau Perppu itu ditolak DPR, ya kita lihat nanti. Penolakan itu bukan berarti tidak ada rekomendasi, pasti akan ada tindakan atau solusi. Kalau ada kekosongan hukum akan terbit lagi Perppu," jelasnya.
Materi draf Perppu Pilkada yang disusun oleh Kemendagri tersebut tidak akan sama persis dengan draf Rancangan Undang-undang Pilkada secara langsung yang pernah ditawarkan ke DPR RI.
"Pemerintah bisa menambah atau mengurangi seperti perbaikan yang disampaikan Partai Demokrat. Setidak-tidaknya satu hal ada yang berbeda, yakni terkait uji publik kandidat calon kepala daerah," jelas Mendagri.
Terkait uji publik kandidat calon kepala daerah, fraksi Partai Demokrat mengusulkan dalam rapat paripurna DPR RI akan menyetujui mekanisme pilkada langsung namun dengan sepuluh syarat perbaikan.
Ke-sembilan syarat tersebut sebelumnya telah diakomodir Kemendagri dalam draf RUU Pilkada langsung, hanya satu pasal mengenai uji publik yang bertentangan.
Partai Demokrat menginginkan, dalam pasal uji publik tersebut, kandidat calon harus memiliki sertifikat keterangan "lulus" untuk kemudian dicalonkan dalam bursa pemilihan.
Namun menurut Kemendagri, syarat uji publik tidak perlu mencantumkan keterangan "lulus" atau "tidak lulus". Sepanjang kandidat telah mengikuti uji publik dan memenuhi syarat administratif, maka dapat dicalonkan dalam pilkada.
"Ini kan bukan opsi Partai Demokrat lagi, tetapi ini opsi Pemerintah, kita lihat saja nanti," ujar Mendagri.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014