Jimbaran (Antara Bali) - Rektor Universitas Udayana Prof DR Ketut Suastika menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan mendengarkan suara rakyat yang mayoritas menolak disahkannya Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang salah satunya mengatur pemilihan kepala daerah tidak langsung.

Pasca disahkannya Undang-Undang Pilkada, sejumlah lembaga swadaya masyarakat akan melakukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan keputusan DPR yang memutuskan Pilkada tidak langsung atau melalui DPRD.

"Saya berharap MK memutuskan dengan hati nurani tidak hanya dengan hukum positif saja dan mendengarkan suara rakyat yang semestinya didengar MK," katanya di Kampus Bukit Unud Jimbaran Kabupaten Badung, Senin.

Dia menilai keputusan elemen masyarakat yang ingin menggugat undang-undang itu ke MK merupakan jalur hukum yang sudah semestinya guna mengembalikan kedaulatan rakyat.

Tak hanya itu gelombang penolakan terhadap UU Pilkada itu juga muncul dari masyarakat salah satunya melalui media sosial.

Terkait gelombang protes dan kekecewaan masyarakat terkait disahkannya UU Pilkada itu melalui media sosial, Guru Besar Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, Prof I Made Suastra, Ph.D menilai hal tersebut merupakan hal yang wajar.

"Wajar saja karena itulah sesungguhnya kedaulatan rakyat. Mereka itu memegang teguh hak suara rakyat," katanya.

Doktor sosiolinguistik dari La Trobe University, di Melbourne, Australia itu melihat hal tersebut sebagai fenomena sosial yang terjadi di masyarakat sebagai dampak penolakan terkait ditariknya hak rakyat di dalam menentukan kepala daerah secara langsung.

"Saya melihat itu sebagai fenomenan sosial yang terjadi di masyarakat setelah diputuskan ini (UU Pilkada). Secara umum masyarakat masih sangat berharap rakyat berdaulat," ucapnya.(DWA)

Pewarta: Oleh Dewa Wiguna

Editor : Dewa Sudiarta Wiguna


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014