Jakarta (Antara Bali) - Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza
Adityaswara mengatakan bahwa kenaikan harga BBM mampu mengurangi risiko
pembalikan arus modal asing atau capital outflow dari Indonesia.
"Situasi saat ini berisiko terjadinya pembalikan arus modal asing. Indonesia harus menghindari risiko ini, salah satu caranya adalah membenahi defisit, dan jangka pendek yang bisa dilakukan adalah mengurangi subsidi BBM," kata Mirza Adityaswara di Jakarta, Jumat.
Mirza mengatakan, Indonesia adalah negara yang masih bergantung terhadap arus modal asing.
Oleh karena itu, lanjutnya, perlu dijaga agar tidak terjadi capital outflow yang dapat memicu terjadinya goncangan pasar keuangan.
Menurut dia, rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk menaikkan suku bunganya merupakan tantangan bagi Indonesia untuk menjaga kepercayaan investor.
Mirza mengatakan, pada 2013, Indonesia dilanda guncangan pasar keuangan yang mengakibatkan `capital outflow` dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Pada 2013, saat terjadi guncangan pasar keuangan, arus modal yang keluar itu 5 miliar dolar AS, sehingga kursnya melemah dari Rp9.000 per dolar AS menjadi Rp11.000 per dolar AS. Devisa juga menurun dari 120 miliar dolar AS menjadi 90 miliar dolar AS," kata Mirza.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan reformasi energi, yakni merevisi harga energi, terutama BBM, dengan membuat harganya sesuai dengan harga keekonomian BBM internasional.
Jika itu dilakukan, Mirza mengatakan terdapat harapan bahwa Indonesia melanjutkan reformasi energi yang akan menggenjot pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik.
Di Filipina, Mirza membandingkan, harga BBM yang dijual sesuai dengan harga keekonomian internasional, bahkan hampir tidak subsidi.
"Jika dibandingkan Filipina, rasio ekonomi di sana lebih sehat dibanding Indonesia. Harusnya malu dong, kok orang Filipina lebih bisa mengolahnya. Konsep subsidi harus diubah ke yang benar-benar membutuhkan," ujar Mirza. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Situasi saat ini berisiko terjadinya pembalikan arus modal asing. Indonesia harus menghindari risiko ini, salah satu caranya adalah membenahi defisit, dan jangka pendek yang bisa dilakukan adalah mengurangi subsidi BBM," kata Mirza Adityaswara di Jakarta, Jumat.
Mirza mengatakan, Indonesia adalah negara yang masih bergantung terhadap arus modal asing.
Oleh karena itu, lanjutnya, perlu dijaga agar tidak terjadi capital outflow yang dapat memicu terjadinya goncangan pasar keuangan.
Menurut dia, rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk menaikkan suku bunganya merupakan tantangan bagi Indonesia untuk menjaga kepercayaan investor.
Mirza mengatakan, pada 2013, Indonesia dilanda guncangan pasar keuangan yang mengakibatkan `capital outflow` dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Pada 2013, saat terjadi guncangan pasar keuangan, arus modal yang keluar itu 5 miliar dolar AS, sehingga kursnya melemah dari Rp9.000 per dolar AS menjadi Rp11.000 per dolar AS. Devisa juga menurun dari 120 miliar dolar AS menjadi 90 miliar dolar AS," kata Mirza.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan reformasi energi, yakni merevisi harga energi, terutama BBM, dengan membuat harganya sesuai dengan harga keekonomian BBM internasional.
Jika itu dilakukan, Mirza mengatakan terdapat harapan bahwa Indonesia melanjutkan reformasi energi yang akan menggenjot pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik.
Di Filipina, Mirza membandingkan, harga BBM yang dijual sesuai dengan harga keekonomian internasional, bahkan hampir tidak subsidi.
"Jika dibandingkan Filipina, rasio ekonomi di sana lebih sehat dibanding Indonesia. Harusnya malu dong, kok orang Filipina lebih bisa mengolahnya. Konsep subsidi harus diubah ke yang benar-benar membutuhkan," ujar Mirza. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014