Denpasar (Antara Bali) - Aktivis perempuan dan pemerhati perlindungan anak Ida Ayu Made Gayatri, MSi mengaku kecewa terhadap penetapan Perda Perlindungan Anak karena masih banyak pasal di dalamnya yang perlu disempurnakan.

"Padahal di dalamnya ada pasal-pasal yang masih perlu disempurnakan dan mendapatkan masukan dari elemen masyarakat," katanya di Denpasar, Rabu.

Menurut dia, pengesahan Perda Perlindungan Anak pada sidang paripurna DPRD Bali pada Selasa (22/7) terkesan dipaksakan, sebab substansinya belum memenuhi semangat perlindungan terhadap anak.

Karena itu, pihaknya melayangkan surat kepada Pansus Perlindungan Anak DPRD Bali, Gubernur Bali, termasuk media sosial.

"Surat itu berisi koreksi terhadap Perda Perlindungan Anak tersebut. Saya sangat menyesalkan pengesahan perda itu, sebab masih banyak hal yang harus disempurnakan. Masukan kami selama ini tidak pernah ditanggapi. Perda itu sangat dipaksakan saat masyarakat sedang fokus dengan pelaksanaan Pilpres," ujarnya.

Dalam surat Gayatri yang juga mahasiswa program doktoral Kajian Budaya Universitas Udayana itu mengatakan beberapa pertimbangan keberatannya, antara lain naskah akademik yang menjadi dasar bagi penyusunan Ranperda Perlindungan Anak belum direvisi, argumentasi naskah akademik yang disodorkan sangat lemah.

Padahal fakta-fakta yang berkaitan dengan nasib anak-anak Bali yang kurang beruntung, menjadi korban dan pelaku kekerasan luar biasa banyak dan genting. Staf ahli kurang berhasil menerjemahkan semangat, niat dan kemauan politik.

Ia menilai Pansus Perlindungan Anak DPRD Provinsi Bali dan masyarakat serta LSM yang hadir memberikan pandangan bagi terwujudnya perda perlindungan yang layak, Ranperda itu hanya "copy paste" undang-undang perlindungan anak sehingga kurang aplikatif dan tidak mempertimbangkan aspek sosiologis masyarakat Bali.

Sebelumnya, staf ahli pansus juga sempat memasukkan dalam ranperda mengenai rencana pembentukan kembali Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Bali yang bertendensi melanggar konstitusi. Ini menunjukkan staf ahli yang ditunjuk kurang memiliki kompetensi di bidang penyusunan Ranperda Perlindungan Anak ini.

Begitu juga pembentukan Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KP2AD) di Bali, hanya nama pengganti Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) yang melanggar konstitusi.(WRA) 

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014