Jakarta (Antara Bali) - Sejumlah mahasiswa Universitas Brawijaya pencipta alat bantu
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) saat terjadi tindak kekerasan bernama Emergency Reporter on Underwear (ERROR) akan mematenkan alat tini melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Brawijaya (LPPM-UB).
"Kerja sama dengan perusahaan maupun lembaga resmi pemerintahan belum kami lakukan karena menunggu proses paten alat yang sedang kami lakukan," ujar Hanifah, salah seorang pencipta "Error", kepada Antara via telepon, Senin.
ERROR adalah alat untuk membantu TKI saat terjadi tindak kekerasaan yang dilengkapi dengan Global Positioning System (GPS) dan Real Time Clock (RTC).
Alat ini digagas mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Hanifah R, Deviana Hadriati dan Ema Lutviana, bekerja sama dengan mahasiswa Fakultas Teknik Ahmad F Irfan Maulana dan Septian Sanjaya. Alat ini masih terus dikembangkan, terutama dalam teknologi sensor otomatis.
"Ke depan, alat ini akan dikembangkan untuk menggunakan teknologi sensor otomatis. Alat ini masih memerlukan tombol yang harus ditekan oleh korban saat korban tersebut dianiaya," ujar Hanifah.
Alat yang diikutkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karsa Cipta didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud sebesar Rp9,25 juta.
Hanifah dan kawan-kawannya menggunakan dana itu untuk kegiatan pembuatan dan pengujian alat itu.
ERROR akan lebih cepat memberikan informasi kepada pihak lain jika terjadi sesuatu pada TKI karena langsung terhubung dengan server dibandingkan alat komunikasi yang lain.
Alat itu telah diuji coba di Malang, Batu dan Pasuruan serta terbukti dapat melaporkan koordinat posisi pengguna secara tepat dan akurat serta tidak dibatasi dimensi ruang dan jarak.
"Dalam bayangan kami nanti server akan terpusat di instansi resmi pemerintah yakni di kantor Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) atau instansi resmi lainnya seperti kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI)," kata Hanifah.
Ia menyebutkan nanti setiap server di luar negeri bisa dikelola dengan BNP2TKI atau kementerian terkait di Indonesia agar pemerintah bisa mengontrol TKI di luar negeri khususnya mengetahui TKI yang menjadi korban tindak kekerasan.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kerja sama dengan perusahaan maupun lembaga resmi pemerintahan belum kami lakukan karena menunggu proses paten alat yang sedang kami lakukan," ujar Hanifah, salah seorang pencipta "Error", kepada Antara via telepon, Senin.
ERROR adalah alat untuk membantu TKI saat terjadi tindak kekerasaan yang dilengkapi dengan Global Positioning System (GPS) dan Real Time Clock (RTC).
Alat ini digagas mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Hanifah R, Deviana Hadriati dan Ema Lutviana, bekerja sama dengan mahasiswa Fakultas Teknik Ahmad F Irfan Maulana dan Septian Sanjaya. Alat ini masih terus dikembangkan, terutama dalam teknologi sensor otomatis.
"Ke depan, alat ini akan dikembangkan untuk menggunakan teknologi sensor otomatis. Alat ini masih memerlukan tombol yang harus ditekan oleh korban saat korban tersebut dianiaya," ujar Hanifah.
Alat yang diikutkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karsa Cipta didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud sebesar Rp9,25 juta.
Hanifah dan kawan-kawannya menggunakan dana itu untuk kegiatan pembuatan dan pengujian alat itu.
ERROR akan lebih cepat memberikan informasi kepada pihak lain jika terjadi sesuatu pada TKI karena langsung terhubung dengan server dibandingkan alat komunikasi yang lain.
Alat itu telah diuji coba di Malang, Batu dan Pasuruan serta terbukti dapat melaporkan koordinat posisi pengguna secara tepat dan akurat serta tidak dibatasi dimensi ruang dan jarak.
"Dalam bayangan kami nanti server akan terpusat di instansi resmi pemerintah yakni di kantor Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) atau instansi resmi lainnya seperti kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI)," kata Hanifah.
Ia menyebutkan nanti setiap server di luar negeri bisa dikelola dengan BNP2TKI atau kementerian terkait di Indonesia agar pemerintah bisa mengontrol TKI di luar negeri khususnya mengetahui TKI yang menjadi korban tindak kekerasan.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014