Denpasar (Antara) - Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mendukung setiap daerah menerapkan kawasan tanpa rokok (KTR) dan mendorong meningkatkan pajak rokok.
"Kami mendukung setiap daerah menerapkan KTR, karena akibat paparan asap rokok tersebut bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti kanker dan lainnya," kata Arist Sirait di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan dengan KTR tersebut diharapkan konsumsi masyarakat terhadap rokok dapat dikurangi, sehingga paparan asap rokok terhadap warga juga berkurang.
"Berdasarkan data yang kami kumpulkan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) puluhan ribuan anak sudah terpapar asap rokok, bahkan yang terbanyak di Indonesia. Ini artinya konsumsi rokok di Tanah Air tergolong tertinggi di dunia," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, perlu suatu kesadaran dari orang tua atau warga untuk tidak merokok di dekat anak-anak atau di KTR.
"Dengan langkah tersebut dapat mengurangi konsumsi rokok dan meningkatkan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Bayangkan kalau sejak kecil sudah terpapar asap rokok, maka generasi kita mulai sejak kecil pula sudah sakit. Bagaimana menciptakan masyarakat hidup sehat?" ucapnya.
Menurut dia, dengan dimasing-masing daerah sudah mengimplementasikan UU Kesehatan melalui Peraturan Daerah KTR, maka secara perlahan-lahan akan dapat mengurangi konsumsi rokok.
"Peraturan yang ada juga harus dibarengi dengan ketegasan sanksi. Sehingga masyarakat yang melanggar aturan merasa jera dengan sanksi yang diterapkan itu. Contohnya di negara Singapura berhasil menerapkan sanksi kawasan tempat merokok karena negara tersebut tegas menerapkan sanksi hukumnya," kata Arist Sirait.
Ia juga mendorong pemerintah agar menaikan pajak rokok, sehingga dengan diterapkan cukai rokok tinggi secara tidak langsung masyarakat pasti akan membatasi pembelian rokok, sebab akan berpengaruh dengan harga jual rokok itu sendiri.
"Kami mendorong pemerintah untuk menaikan pajak atau cukai rokok, dengan demikian secara tak langsung membatasi pembelian rokok. Selain itu pelanggar masyarakat yang merokok tidak pada tempatnya harus dikenakan sanksi tegas, sesuai dengan Perda atau aturan yang ada," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami mendukung setiap daerah menerapkan KTR, karena akibat paparan asap rokok tersebut bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti kanker dan lainnya," kata Arist Sirait di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan dengan KTR tersebut diharapkan konsumsi masyarakat terhadap rokok dapat dikurangi, sehingga paparan asap rokok terhadap warga juga berkurang.
"Berdasarkan data yang kami kumpulkan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) puluhan ribuan anak sudah terpapar asap rokok, bahkan yang terbanyak di Indonesia. Ini artinya konsumsi rokok di Tanah Air tergolong tertinggi di dunia," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, perlu suatu kesadaran dari orang tua atau warga untuk tidak merokok di dekat anak-anak atau di KTR.
"Dengan langkah tersebut dapat mengurangi konsumsi rokok dan meningkatkan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Bayangkan kalau sejak kecil sudah terpapar asap rokok, maka generasi kita mulai sejak kecil pula sudah sakit. Bagaimana menciptakan masyarakat hidup sehat?" ucapnya.
Menurut dia, dengan dimasing-masing daerah sudah mengimplementasikan UU Kesehatan melalui Peraturan Daerah KTR, maka secara perlahan-lahan akan dapat mengurangi konsumsi rokok.
"Peraturan yang ada juga harus dibarengi dengan ketegasan sanksi. Sehingga masyarakat yang melanggar aturan merasa jera dengan sanksi yang diterapkan itu. Contohnya di negara Singapura berhasil menerapkan sanksi kawasan tempat merokok karena negara tersebut tegas menerapkan sanksi hukumnya," kata Arist Sirait.
Ia juga mendorong pemerintah agar menaikan pajak rokok, sehingga dengan diterapkan cukai rokok tinggi secara tidak langsung masyarakat pasti akan membatasi pembelian rokok, sebab akan berpengaruh dengan harga jual rokok itu sendiri.
"Kami mendorong pemerintah untuk menaikan pajak atau cukai rokok, dengan demikian secara tak langsung membatasi pembelian rokok. Selain itu pelanggar masyarakat yang merokok tidak pada tempatnya harus dikenakan sanksi tegas, sesuai dengan Perda atau aturan yang ada," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014