Denpasar (Antara Bali) - Bali menggelar berbagai kegiatan dalam memperingati 100 tahun keberadaan Gong Kebyar yang berlangsung di sejumlah tempat selama enam bulan, mulai Mei-November 2014.
"Kegiatan itu diawali dengan pagelaran Konser Internasional Musik Gamelan Baru `A Tribute to Gong Kebyar` menampilkan tiga grup (sekaa) musik tradisional Bali, di Bentara Budaya Bali Ketewel, Kabupaten Gianyar pada hari Minggu, 17 Mei 2014," kata seorang panitia kegiatan tersebut Gde Yudane di Denpasar, Jumat.
Ia yang juga komposer sekaa gamelan Wrdhi Cwaram menjelaskan, kegiatan itu di antaranya pertunjukkan karya-karya yang monumental seperti Kebyar Legong, Palawakya, Kebyar Pengeleb, Kebyar Ding Sempati dan Jaya Warsa.
Selain itu, juga diisi dengan diskusi dan seminar yang akan membahas keberadaan dan perkembangan Gong Kebyar selama ini, berikut latar sejarah dan kemungkinannya di masa depan.
Musik Gamelan Baru yang mengawali seluruh rangkaian yang akan berlangsung selama enam bulan itu merefleksikan semangat kreatif yang telah dan tengah dilakukan para seniman-seniman kini, yang mencoba berpijak kembali kepada akar kultur.
Gde Yudane menjelaskan lewat perayaan satu abad Gong Kebyar bertujuan untuk membuka kemungkinan penciptaan sebebas-bebasnya. Tradisi bukan hanya dipandang sebagai wujud kesenian yang bersifat baku serta tertutup dari eksplorasi inovasi.
Namun sebaliknya dinilai mampu terus hidup melalui interpretasi, kreasi serta paduan dengan langgam kesenian dewasa ini.
Hal itu telah pula dilakukan oleh berbagai kreator, baik di dalam maupun luar negeri, yang berkeyakinan bahwa lewat usaha-usaha seperti itu, seni tradisi dapat tumbuh seiring dengan perubahan dan perkembangan tatanan masyarakat.
Ketiga komposer, I Wayan Gde Yudane, Dewa Alit, serta I Wayan Sudirana yang tampil perdana, merupakan seniman muda Bali yang berulang diundang menampilkan karya-karya cipta mereka dalam pagelaran internasional di banyak negara.
Ketiga seniman muda itu dinilai masing-masing memiliki capaian yang orisinil dan mempribadi.
Wayan Yudane menempuh jalan cipta yang terbilang unik dan otentik sebelum tersohor sebagai komposer dengan reputasi internasional.
Ia menempuh pengalaman penciptaan di Bali dan Selandia Baru serta terdepankan sebagai seniman dalam jajaran komposisi musik baru. Wayan Yudane dipandang sebagai komposer yang mumpuni, di mana kreasi dan dedikasinya terpujikan dengan capaian teknik yang piawai sekaligus mengejutkan.
Buah karya-karyanya menjangkau ansamble gamelan, musik orkestra, paduan suara, elektro-akustik musik, termasuk komposisi musik untuk tari, teater, film dan instalasi.
Dia menerima banyak penghargaan untuk komposisinya. Karya-karyanya memperkenalkan konsep-konsep baru tentang orkestrasi gamelan, serta pemanfaatan keheningan dan irama pernapasan secara luar biasa.
Dengan kehadiran komponis-komponis seperti Yudane, keberadaan dan masa depan gamelan Bali penuh dengan optimisme, di mana komposisi-komposisi yang diciptakan terasa hidup, penuh kesegaran serta mengekspresikan kekinian, sekaligus tampil percaya diri untuk pendengar abad ke 21.
Demikian pula Dewa Alit diakui sebagai salah satu komposer terkemuka untuk generasinya di Bali. Karyanya "Geregel" (2000) sangat berpengaruh baik di Bali maupun di luar negeri, menjadi bahan analisis 50 halaman pada "The Perspectives on New Music".
Secara berkala diundang mengajar komposisi untuk gamelan di luar Bali, termasuk Gamelan Galaktika di Massachusetts Institute of Technology dan Helena College di Perth, Australia.
Sebagai kolaborator, Dewa Alit juga telah bertugas sebagai gamelan master untuk opera baru Evan Ziporyn, "A House in Bali" pementasan perdana di Bali dan di Cal Performances USA, 2009 dan Boston, juga New York, Oktober 2010.
Sementara I Wayan Sudirana (34) kelahiran Ubud, Bali 31 Mei 1980, lulusan Institut seni Indonesia (ISI) Denpasar (2002) merupakan anggota pertama dari Sanggar Cudamani, sekaligus salah satu musisi yang aktif dalam percaturan musik baru untuk gamelan Bali.
Dia juga pernah menjadi 'Artis in Residence' di University of British Columbia (UBC) dari 2004 sampai 2006, dan melanjutkan studi pascasarjana di Universitas tersebut.
Gelar Master of Arts dalam bidang Ethnomusicologi diraihnya pada tahun 2009, dan Doctor of Philosophy dalam bidang Ethnomusikologi dari UBC pada tahun 2013. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kegiatan itu diawali dengan pagelaran Konser Internasional Musik Gamelan Baru `A Tribute to Gong Kebyar` menampilkan tiga grup (sekaa) musik tradisional Bali, di Bentara Budaya Bali Ketewel, Kabupaten Gianyar pada hari Minggu, 17 Mei 2014," kata seorang panitia kegiatan tersebut Gde Yudane di Denpasar, Jumat.
Ia yang juga komposer sekaa gamelan Wrdhi Cwaram menjelaskan, kegiatan itu di antaranya pertunjukkan karya-karya yang monumental seperti Kebyar Legong, Palawakya, Kebyar Pengeleb, Kebyar Ding Sempati dan Jaya Warsa.
Selain itu, juga diisi dengan diskusi dan seminar yang akan membahas keberadaan dan perkembangan Gong Kebyar selama ini, berikut latar sejarah dan kemungkinannya di masa depan.
Musik Gamelan Baru yang mengawali seluruh rangkaian yang akan berlangsung selama enam bulan itu merefleksikan semangat kreatif yang telah dan tengah dilakukan para seniman-seniman kini, yang mencoba berpijak kembali kepada akar kultur.
Gde Yudane menjelaskan lewat perayaan satu abad Gong Kebyar bertujuan untuk membuka kemungkinan penciptaan sebebas-bebasnya. Tradisi bukan hanya dipandang sebagai wujud kesenian yang bersifat baku serta tertutup dari eksplorasi inovasi.
Namun sebaliknya dinilai mampu terus hidup melalui interpretasi, kreasi serta paduan dengan langgam kesenian dewasa ini.
Hal itu telah pula dilakukan oleh berbagai kreator, baik di dalam maupun luar negeri, yang berkeyakinan bahwa lewat usaha-usaha seperti itu, seni tradisi dapat tumbuh seiring dengan perubahan dan perkembangan tatanan masyarakat.
Ketiga komposer, I Wayan Gde Yudane, Dewa Alit, serta I Wayan Sudirana yang tampil perdana, merupakan seniman muda Bali yang berulang diundang menampilkan karya-karya cipta mereka dalam pagelaran internasional di banyak negara.
Ketiga seniman muda itu dinilai masing-masing memiliki capaian yang orisinil dan mempribadi.
Wayan Yudane menempuh jalan cipta yang terbilang unik dan otentik sebelum tersohor sebagai komposer dengan reputasi internasional.
Ia menempuh pengalaman penciptaan di Bali dan Selandia Baru serta terdepankan sebagai seniman dalam jajaran komposisi musik baru. Wayan Yudane dipandang sebagai komposer yang mumpuni, di mana kreasi dan dedikasinya terpujikan dengan capaian teknik yang piawai sekaligus mengejutkan.
Buah karya-karyanya menjangkau ansamble gamelan, musik orkestra, paduan suara, elektro-akustik musik, termasuk komposisi musik untuk tari, teater, film dan instalasi.
Dia menerima banyak penghargaan untuk komposisinya. Karya-karyanya memperkenalkan konsep-konsep baru tentang orkestrasi gamelan, serta pemanfaatan keheningan dan irama pernapasan secara luar biasa.
Dengan kehadiran komponis-komponis seperti Yudane, keberadaan dan masa depan gamelan Bali penuh dengan optimisme, di mana komposisi-komposisi yang diciptakan terasa hidup, penuh kesegaran serta mengekspresikan kekinian, sekaligus tampil percaya diri untuk pendengar abad ke 21.
Demikian pula Dewa Alit diakui sebagai salah satu komposer terkemuka untuk generasinya di Bali. Karyanya "Geregel" (2000) sangat berpengaruh baik di Bali maupun di luar negeri, menjadi bahan analisis 50 halaman pada "The Perspectives on New Music".
Secara berkala diundang mengajar komposisi untuk gamelan di luar Bali, termasuk Gamelan Galaktika di Massachusetts Institute of Technology dan Helena College di Perth, Australia.
Sebagai kolaborator, Dewa Alit juga telah bertugas sebagai gamelan master untuk opera baru Evan Ziporyn, "A House in Bali" pementasan perdana di Bali dan di Cal Performances USA, 2009 dan Boston, juga New York, Oktober 2010.
Sementara I Wayan Sudirana (34) kelahiran Ubud, Bali 31 Mei 1980, lulusan Institut seni Indonesia (ISI) Denpasar (2002) merupakan anggota pertama dari Sanggar Cudamani, sekaligus salah satu musisi yang aktif dalam percaturan musik baru untuk gamelan Bali.
Dia juga pernah menjadi 'Artis in Residence' di University of British Columbia (UBC) dari 2004 sampai 2006, dan melanjutkan studi pascasarjana di Universitas tersebut.
Gelar Master of Arts dalam bidang Ethnomusicologi diraihnya pada tahun 2009, dan Doctor of Philosophy dalam bidang Ethnomusikologi dari UBC pada tahun 2013. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014