Denpasar (Antara Bali) - Harga kakao di tingkat petani di Bali semakin membaik yakni mencapai Rp34.700 per kg jenis fermented dan Rp32.100 per kg asalan, minggu IV April 2014, jika dibandingkan akhir Desember 2013 hanya Rp30.500 perkg dan Rp28.000 per kg asalan.
"Melihat perkembangan harga tersebut yang bisa diterima langsung oleh petani, tentu akan lebih menggairahkan masyarakat untuk mengembangkan tanaman perkebunan jenis kakao di daerah ini, kata Made Suba, petani kakao asal Jembrana Minggu.
Pemerintah memberikan pembinaan dan bibit berkualitas kepada petani dalam menanam kakao di daerah ini, kata Made Suba yang dibenarkan rekan lainnya, sebab daerah Jembrana, Tabanan merupakan daerah pengembangan.
Harga hasil perkebunan memang berfluktuasi, karena tergantung mekanisme pasar dalam maupun luar negeri. Secara umum harga kakao semakin membaik, kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali, I Dewa Made Buana Duwuran saat dikonfirmasi.
Membaik harga hasil perkebunan rakyat itu belakangan ini berkat kakao bahan baku pabrik itu sudah memasuki pasar ekspor. Kondisi itu sangat menguntungkan petani pekebun daerah ini karena harga akan lebih baik yang sudah ada.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali mencatat 4.653 ton kakao hasil perkebunan rakyat daerah itu selama enam bulan terakhir 2013 (Juli-Desember) masuk ke pasar ekspor senilai 377.930 dolar AS, dengan memasuki delapan negara konsumen.
Dari negara konsumen, Amerika Serikat adalah negara pembeli terbanyak yakni 609.718 kg seharga 197.951 dolar AS, menyusul Australia membeli 3.507 ton bernilai 93.213 dolar, diurutan ketiga adalah Inggeris membeli 343 ton seharga 43.233 dolar AS.
Sementara sisanya dikapalkan ke Jerman, Filandia, Jepang dan Malaysia. Lancar perdagangan hasil perkebunan untuk bahan baku pabrik makanan itu diharapkan mengangkat penghasilan petani perkebunan di Bali.
Bali yang memiliki lahan perkebunan relatif sedikit, memanfaatkan untuk tanaman yang bernilai ekonomi tinggi tentu dengan harapan mampu menambah penghasilan seperti halnya kopi, kakao, vanili, cengkeh termasuk mete yang ditanam di lahan kering.
Dewa Made Buana mengatakan, ada tiga kabupaten yang mengembangkan tanaman kakao yang cukup potensial di daerah ini yakni petani pekebun di Kabupaten Tabanan seluas 5.063 haktare (ha), menyusul Jembrana, 3.555 ha, Buleleng 1.258 ha sisanya di Badung, Klungkung, Bangli dan Karangasem.
Produksi kakao di Bali selama 2012 tercatat hanya 4.950 ton jumlah itu bertambah, jika dibandingkan tahun sebelumnya hanya 4.525 ton, namun angka itu jauh lebih rendah dari pada produksi tahun 2009 yang mencapai 6.826 ton, ini tentu akibat iklim yang kurang menguntungkan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Melihat perkembangan harga tersebut yang bisa diterima langsung oleh petani, tentu akan lebih menggairahkan masyarakat untuk mengembangkan tanaman perkebunan jenis kakao di daerah ini, kata Made Suba, petani kakao asal Jembrana Minggu.
Pemerintah memberikan pembinaan dan bibit berkualitas kepada petani dalam menanam kakao di daerah ini, kata Made Suba yang dibenarkan rekan lainnya, sebab daerah Jembrana, Tabanan merupakan daerah pengembangan.
Harga hasil perkebunan memang berfluktuasi, karena tergantung mekanisme pasar dalam maupun luar negeri. Secara umum harga kakao semakin membaik, kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali, I Dewa Made Buana Duwuran saat dikonfirmasi.
Membaik harga hasil perkebunan rakyat itu belakangan ini berkat kakao bahan baku pabrik itu sudah memasuki pasar ekspor. Kondisi itu sangat menguntungkan petani pekebun daerah ini karena harga akan lebih baik yang sudah ada.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali mencatat 4.653 ton kakao hasil perkebunan rakyat daerah itu selama enam bulan terakhir 2013 (Juli-Desember) masuk ke pasar ekspor senilai 377.930 dolar AS, dengan memasuki delapan negara konsumen.
Dari negara konsumen, Amerika Serikat adalah negara pembeli terbanyak yakni 609.718 kg seharga 197.951 dolar AS, menyusul Australia membeli 3.507 ton bernilai 93.213 dolar, diurutan ketiga adalah Inggeris membeli 343 ton seharga 43.233 dolar AS.
Sementara sisanya dikapalkan ke Jerman, Filandia, Jepang dan Malaysia. Lancar perdagangan hasil perkebunan untuk bahan baku pabrik makanan itu diharapkan mengangkat penghasilan petani perkebunan di Bali.
Bali yang memiliki lahan perkebunan relatif sedikit, memanfaatkan untuk tanaman yang bernilai ekonomi tinggi tentu dengan harapan mampu menambah penghasilan seperti halnya kopi, kakao, vanili, cengkeh termasuk mete yang ditanam di lahan kering.
Dewa Made Buana mengatakan, ada tiga kabupaten yang mengembangkan tanaman kakao yang cukup potensial di daerah ini yakni petani pekebun di Kabupaten Tabanan seluas 5.063 haktare (ha), menyusul Jembrana, 3.555 ha, Buleleng 1.258 ha sisanya di Badung, Klungkung, Bangli dan Karangasem.
Produksi kakao di Bali selama 2012 tercatat hanya 4.950 ton jumlah itu bertambah, jika dibandingkan tahun sebelumnya hanya 4.525 ton, namun angka itu jauh lebih rendah dari pada produksi tahun 2009 yang mencapai 6.826 ton, ini tentu akibat iklim yang kurang menguntungkan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014