Denpasar (Antara Bali) - Kepala Desa Sumberkima, Kabupaten Buleleng, Putu Wibawa, dituntut hukuman penjara selama 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan terkait pungutan dana sertifikasi tanah Program Nasional Agraria senilai Rp265 juta.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan upaya korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum Putu Suryawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa.
Terdakwa dikenai Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Dalam tuntutannya JPU menilai hal yang memberatkan terdakwa adalah melawan upaya pemerintah dalam memberantas tindakan korupsi, menimbulkan rasa kurang percaya masyarakat terhadap aparat pemerintah dan merugikan masyarakat serta program prona.
Sedangkan hal yang meringankan terdakwa telah mengembalikan uang senilai Rp46 juta yang ditipkan di Kejaksan Negeri Singaraja pada 21 april 2014. Selain itu terdakwa merupakan tulang pungung keluarga, bersikap sopan selama persidangan, dan tidak pernah dihukum.
Terdakwa melakukan pungutan dalam pengadaan sertifikat Prona tahun 2008 dan 2011. Padahal dalam sosialisasi yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng hal tersebut gratis. Biaya yang disiapkan oleh BPN tahun 2008 senilai Rp310 juta untuk penerbitan 1.000 sertifikat tanah.
Dengan demikian penerbitan sertifikat untuk setiap bidang tanah senilai Rp310 ribu yang dianggarkan untuk biaya permohonan blanko dan biaya sosialisasi pada masyarakat.
Namun terdakwa mengenakan pungutan senilai Rp600 ribu per sertifikat untuk sebidang tanah sehingga total uang yang terkumpul Rp160 juta dari 267 pemohon.
Sedangkan tahun 2011 anggaran yang disediakan BPN Rp1,2 miliar untuk penerbitan 4.000 lembar sertifikat. Namun Putu Wibawa malah melakukan pungutan setiap sertifikat Rp700 ribu. Pada saat itu total pemohon 150 orang sehingga uang yang terkumpul Rp105 juta.
Pada tahun 2008 dana yang terkumpul dari para pemohon Prona tersebut dipergunakan antara lain, diserahkan kepada Gede Kardin Yudiasa selaku koordinator Prona Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Rp80 juta.
Selain itu dana tersebut juga diberikan kepada delapan kepala dusun di Desa Sumberkima, Sekretaris Desa Sumberkima I Ketut Wirten Rp3 juta, dan terdakwa sendiri menerima Rp4,5 juta.
Selanjutnya pada tahun 2011 dana yang dihimpun dari masyarakat juga dipergunakan oleh terdakwa seperti tahun 2008, namun sisa dana yang dibawa terdakwa mencapai Rp26 juta. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan upaya korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum Putu Suryawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa.
Terdakwa dikenai Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Dalam tuntutannya JPU menilai hal yang memberatkan terdakwa adalah melawan upaya pemerintah dalam memberantas tindakan korupsi, menimbulkan rasa kurang percaya masyarakat terhadap aparat pemerintah dan merugikan masyarakat serta program prona.
Sedangkan hal yang meringankan terdakwa telah mengembalikan uang senilai Rp46 juta yang ditipkan di Kejaksan Negeri Singaraja pada 21 april 2014. Selain itu terdakwa merupakan tulang pungung keluarga, bersikap sopan selama persidangan, dan tidak pernah dihukum.
Terdakwa melakukan pungutan dalam pengadaan sertifikat Prona tahun 2008 dan 2011. Padahal dalam sosialisasi yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng hal tersebut gratis. Biaya yang disiapkan oleh BPN tahun 2008 senilai Rp310 juta untuk penerbitan 1.000 sertifikat tanah.
Dengan demikian penerbitan sertifikat untuk setiap bidang tanah senilai Rp310 ribu yang dianggarkan untuk biaya permohonan blanko dan biaya sosialisasi pada masyarakat.
Namun terdakwa mengenakan pungutan senilai Rp600 ribu per sertifikat untuk sebidang tanah sehingga total uang yang terkumpul Rp160 juta dari 267 pemohon.
Sedangkan tahun 2011 anggaran yang disediakan BPN Rp1,2 miliar untuk penerbitan 4.000 lembar sertifikat. Namun Putu Wibawa malah melakukan pungutan setiap sertifikat Rp700 ribu. Pada saat itu total pemohon 150 orang sehingga uang yang terkumpul Rp105 juta.
Pada tahun 2008 dana yang terkumpul dari para pemohon Prona tersebut dipergunakan antara lain, diserahkan kepada Gede Kardin Yudiasa selaku koordinator Prona Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Rp80 juta.
Selain itu dana tersebut juga diberikan kepada delapan kepala dusun di Desa Sumberkima, Sekretaris Desa Sumberkima I Ketut Wirten Rp3 juta, dan terdakwa sendiri menerima Rp4,5 juta.
Selanjutnya pada tahun 2011 dana yang dihimpun dari masyarakat juga dipergunakan oleh terdakwa seperti tahun 2008, namun sisa dana yang dibawa terdakwa mencapai Rp26 juta. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014