Negara (Antara Bali) - Money politik saat Pemilu Legislatif yang dilakukan caleg, bukan alasan untuk melupakan rakyat saat mereka terpilih menjadi wakil rakyat.
"Praktek money politik sampai saat ini memang sulit dibuktikan, meskipun faktanya ada. Tapi hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan politisi untuk melupakan rakyat, karena prilaku tersebut mereka lakukan dengan sadar," kata DS Putra, pengamat politik dari The Jembrana Forum, di Negara, Jumat.
Menurutnya, perangkat hukum yang dibuat untuk menghadang money politik tidak efektif, karena tingkatan demokrasi di Indonesia termasuk kesadaran politisi, masih pada tataran seperti saat ini.
"Saya lebih sepakat tidak meributkan money politik, tapi bagaimana politisi yang terpilih bisa mempertanggungjawabkan jabatan yang diemban selaku wakil rakyat. Persoalan mereka akan korupsi karena mengeluarkan biaya besar untuk kampanye, termasuk membeli suara rakyat, saya kira ada perangkat dan aparat hukum yang mengawasinya," ujarnya.
Terlepas dari rakyat memilih caleg karena faktor uang, ia melihat, sudah seharusnya politisi menghargai partisipasi masyarakat yang di Kabupaten Jembrana cukup tinggi, dalam Pemilu Legislatif saat ini.
"Kalau ada wakil rakyat yang berdalih sudah membeli suara, sehingga tidak mau memperjuangkan aspirasi pemilihnya, jelas dia sudah mengkhianati kepercayaan rakyat. Saat Pemilu Legislatif, masyarakat rela dibawa-bawa dalam pertarungan para elit politik, bahkan hingga terjadi perbedaan yang tajam dengan teman, tetangga bahkan keluarga. Pengorbanan hubungan sosial ini harus dihargai oleh elit politik," katanya.
Selain itu, dengan anggota dewan yang sungguh-sungguh memperjuangan rakyat, secara tidak langsung dan pelan-pelan akan mengurangi bahkan menghilangkan sifat pragmatisme pemilih, yang berorientasi pada uang.
Menurutnya, munculnya pemilih pragmatis yang berorientasi uang, merupakan muara dari prilaku elit politik yang lebih banyak memikirkan diri sendiri.
"Masyarakat itu berpikiran sederhana, ketika melihat elit politik hidup enak dengan melupakan mereka, rakyat akan menunggu saat Pemilu untuk balas dendam, dengan mengeruk sebanyak mungkin harta politisi tersebut," ujarnya.
Secara umum ia melihat, Pemilu Legislatif di Kabupaten Jembrana, menghasilkan wakil rakyat yang jauh berbeda dibandingkan periode sebelumnya.
Dari perolehan kursi yang sudah mulai kelihatan dari rekapitulasi di PPK, menurutnya, DPRD Jembrana mendatang akan lebih berwarna dan dinamis, yang jika dikelola dengan baik merupakan aset bagi pembangunan daerah tersebut.
"Dengan dewan yang lebih berwarna, dan saya harap memiliki kualitas yang bagus, eksekutif harus meningkatkan kinerjanya untuk mengimbanginya. Saya kira, dalam bingkai demokrasi ini sangat bagus," ujarnya.
Munculnya banyak partai yang mendapat kursi di DPRD Jembrana ini, menurutnya, menjadi bukti pelaksanaan Pemilu Legislatif di Jembrana berlangsung obyektif, tanpa campur tangan dari penguasa setempat.
Selain itu, penyelenggara Pemilu yaitu pimpinan dan anggota KPU yang seluruhnya baru, juga turut andil dalam melaksanakan pemilihan yang demokratis, tanpa disesaki rekayasa politik.
"Banyak orang mungkin berpandangan kurang bagus, terhadap personel KPU Jembrana yang seluruhnya baru. Tapi bagi saya, hal tersebut justru baik untuk demokrasi, karena mereka bisa menjadi wasit yang adil, tanpa terkontaminasi kepentingan politik. Persoalan ada kendala teknis, saya pikir juga terjadi di daerah lainnya, bahkan dengan skala yang lebih besar," ujarnya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014