Denpasar (Antara Bali) - Kepolisian Daerah Bali saat ini menangani kasus dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilaporkan oleh puluhan nasabah perusahaan jasa konsultasi keuangan, PT Futurindo Multi Sejahtera (FMS).
"Kami duga FMS melakukan tindak pidana pencucian uang, makanya kami melapor ke Polda Bali," kata kuasa hukum nasabah FMS, I Gede Wija Kusuma, saat ditemui di SPKT Polda Bali, Kamis.
Menurut dia, para nasabah menduga Direktur Utama FMS, Adi Wijaya melakukan pencucian uang karena saldo di rekening perusahaan yang berkantor di Jalan Raya Sesetan Denpasar itu ternyata kosong meskipun aliran dana yang keluar-masuk begitu besar.
"Informasi dari penyidik menyebutkan aliran dana di rekening Adi Wijaya sangat besar hampir Rp50 miliar," imbuhnya.
Para nasabah, kata dia, mendorong polisi untuk menjerat bos perusahaan tersebut dengan pasal pencucian uang di samping dugaan penipuan dan penggelapan dana yang sebelumnya telah dituduhkan kepadanya.
Sebelumnya Polda Bali telah menetapkan Adi Wijaya sebagai tersangka dan menahannya setelah lebih dari 24 jam menjalani pemeriksaan maraton di Direktorat Kriminal Reserse Umum Polda Bali.
Buntut dari penahanan itu, pihak orang tua Adi sempat meminta kepada para nasabah untuk melakukan penangguhan penahanan dengan berjanji membayarkan uang jaminan kepada 35 nasabah yang melapor saat itu sebesar Rp600 juta.
"Ternyata uang Rp600 juta itu juga bohong, tidak ada uangnya itu dan penangguhan penahanan itu kewenangan polisi bukan dari pihak pelapor," ucap Wija Kusuma.
Dia mengungkapkan bahwa Adi Wijaya saat ini tengah jatuh sakit dan dirawat di RS Trijata. Ia saat ini sedang dalam pengawasan pihak kepolisian.
"Total kerugian dari 35 nasabah yang melapor itu senilai lebih dari Rp5 miliar. Sedangkan total kerugian seluruh nasabah itu diperkirakan mencapai Rp50 miliar," ucap Wija Kusuma.
Kasus dugaan penggelapan dan penipuan tersebut bermula dari laporan puluhan nasabah kepada pihak kepolisian yang menuntut pengembalian dana yang telah disetorkan kepada perusahaan itu sebagai jaminan.
Jaminan tersebut disetorkan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan dana pinjaman.
Besaran jaminan yang disetorkan mencapai 20 persen dari total dana pinjaman yang akan dipinjam dari perusahaan itu.
Namun setelah beberapa hari dari tenggat waktu pencairan dana, uang pinjaman dan jaminan tak kunjung diberikan kepada para nasabah.
FMS bahkan telah berkali-kali memberikan cek dilengkapi surat pernyataan. Namun cek tersebut ternyata kosong alias tidak ada dananya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami duga FMS melakukan tindak pidana pencucian uang, makanya kami melapor ke Polda Bali," kata kuasa hukum nasabah FMS, I Gede Wija Kusuma, saat ditemui di SPKT Polda Bali, Kamis.
Menurut dia, para nasabah menduga Direktur Utama FMS, Adi Wijaya melakukan pencucian uang karena saldo di rekening perusahaan yang berkantor di Jalan Raya Sesetan Denpasar itu ternyata kosong meskipun aliran dana yang keluar-masuk begitu besar.
"Informasi dari penyidik menyebutkan aliran dana di rekening Adi Wijaya sangat besar hampir Rp50 miliar," imbuhnya.
Para nasabah, kata dia, mendorong polisi untuk menjerat bos perusahaan tersebut dengan pasal pencucian uang di samping dugaan penipuan dan penggelapan dana yang sebelumnya telah dituduhkan kepadanya.
Sebelumnya Polda Bali telah menetapkan Adi Wijaya sebagai tersangka dan menahannya setelah lebih dari 24 jam menjalani pemeriksaan maraton di Direktorat Kriminal Reserse Umum Polda Bali.
Buntut dari penahanan itu, pihak orang tua Adi sempat meminta kepada para nasabah untuk melakukan penangguhan penahanan dengan berjanji membayarkan uang jaminan kepada 35 nasabah yang melapor saat itu sebesar Rp600 juta.
"Ternyata uang Rp600 juta itu juga bohong, tidak ada uangnya itu dan penangguhan penahanan itu kewenangan polisi bukan dari pihak pelapor," ucap Wija Kusuma.
Dia mengungkapkan bahwa Adi Wijaya saat ini tengah jatuh sakit dan dirawat di RS Trijata. Ia saat ini sedang dalam pengawasan pihak kepolisian.
"Total kerugian dari 35 nasabah yang melapor itu senilai lebih dari Rp5 miliar. Sedangkan total kerugian seluruh nasabah itu diperkirakan mencapai Rp50 miliar," ucap Wija Kusuma.
Kasus dugaan penggelapan dan penipuan tersebut bermula dari laporan puluhan nasabah kepada pihak kepolisian yang menuntut pengembalian dana yang telah disetorkan kepada perusahaan itu sebagai jaminan.
Jaminan tersebut disetorkan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan dana pinjaman.
Besaran jaminan yang disetorkan mencapai 20 persen dari total dana pinjaman yang akan dipinjam dari perusahaan itu.
Namun setelah beberapa hari dari tenggat waktu pencairan dana, uang pinjaman dan jaminan tak kunjung diberikan kepada para nasabah.
FMS bahkan telah berkali-kali memberikan cek dilengkapi surat pernyataan. Namun cek tersebut ternyata kosong alias tidak ada dananya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014