Denpasar (Antara Bali) - Puluhan wisatawan mancanegara berbaur dengan masyarakat menyaksikan tari klasik "Barong Swari" dari sekaa atau kelompok Gong Kumara Eka Cita, Banjar Lepang, Kabupaten Klungkung di arena Pesta Kesenian Bali ke-32 di Denpasar, Senin.
Puluhan wisatawan tersebut terlihat kagum dengan pementasan tari klasik yang telah ada sejak puluhan tahun lalu itu dan sudah cukup terkenal di kalangan generasi tua.
"Luar biasa pementasannya. Saya sangat kagum dengan para penari dan penabuh yang begitu kompak dalam sebuah pergelaran," kata Yunet Margaret, wisatawan asal Eropa.
Penata tabuh Sekaa Gong Kumara Eka Cita, Made Jawi mengatakan, tarian tersebut melibatkan 15 orang penari dengan diiringi 40 orang penabuh anak-anak.
"Persiapan yang dilakukan oleh sekaa itu untuk dapat tampil di PKB sekitar tiga bulan lalu. Dan latihanya dilakukan setiap hari," katanya.
Tarian Barong Swari itu menceritakan tentang kekuatan Dewi Durga yang akhirnya mampu dinetralisir oleh Sang Hyang Trisemaya. Dewa Siwa mengutuk Dewi Uma, istrinya, menjadi Betari atau Dewi Durga, kemudian diusir ke dunia, karena dirinya merasa telah dibohongi.
Di dunia, Dewi Durga bersemayan di Setra Gandamayu. Di tempat itu Dewi Durga menciptakan para bhuta kala, leak dan makhluk gaib yang menyeramkan.
Tujuannya, untuk mengingatkan kepada makhluk hidup yang ada di jagat raya. Sepak terjang Dewi Durga dan ciptaannya menyebabkan alam semesta nyaris kiamat.
Para Dewa di surga merasa prihatin atas keadaan ini. Sang Hyang Trisemaya akhirnya sepakat turun ke dunia secara bersama-sama untuk menghadapi Dewi Durga. Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Iswara mengubah wujud menjadi Sang Hyang Trisemaya dalam bentuk Telek, Topeng Bang dan Banaspati Raja (Barong).
Setelah bertemu di alam semesta, perang antara Sang Hyang Trisemaya dengan Dewi Durga tak bisa dielakkan. Perang tersebut berlangsung cukup lama. Kedua belah pihak sama-sama mengeluarkan kekuatannya.
Akhirnya, pada suatu kesempatan Sang Hyang Trisemaya berhasil "nyomia" atau menetralisir kekuatan Dewi Durga beserta para butha kala ciptaannya. Dengan demikian, keadaan menjadi lebih harmonis.
Cerita Barong Swari tersebut, menurut Pembina Sekaa Nyoman Mudita dan Gede Sumida yang bertindak selaku dalang dalam pergelaran itu, mengandung nilai filosofi yang tinggi.
Dalam cerita itu diingatkan bahwa di dunia dan di dalam diri manusia konsep "rwa bhineda" atau dua berbeda selalu bersanding. Jadi, kebaikan dan keburukan selalu bersanding.
"Karena itu agar umat manusia terhindar dari dari hal-hal yang buruk, perlu terus berbakti kepada Tuhan dan selalu menjaga hubungan harmonis dengan sesama dan alam semesta," kata Sumida .
PKB merupakan ajang apresiasi seni dan budaya berlangsung selama sebulan hingga 10 Juli 2010. Kegiatan yang dipusatkan di Taman Budaya Denpasar itu setiap harinya dipentaskan berbagai kesenian daerah, serta kesenian partisipasi dari tujuh negara, yaitu Amerika, Jepang, Belgia, Kanada, India, Swedia dan Korea.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
Puluhan wisatawan tersebut terlihat kagum dengan pementasan tari klasik yang telah ada sejak puluhan tahun lalu itu dan sudah cukup terkenal di kalangan generasi tua.
"Luar biasa pementasannya. Saya sangat kagum dengan para penari dan penabuh yang begitu kompak dalam sebuah pergelaran," kata Yunet Margaret, wisatawan asal Eropa.
Penata tabuh Sekaa Gong Kumara Eka Cita, Made Jawi mengatakan, tarian tersebut melibatkan 15 orang penari dengan diiringi 40 orang penabuh anak-anak.
"Persiapan yang dilakukan oleh sekaa itu untuk dapat tampil di PKB sekitar tiga bulan lalu. Dan latihanya dilakukan setiap hari," katanya.
Tarian Barong Swari itu menceritakan tentang kekuatan Dewi Durga yang akhirnya mampu dinetralisir oleh Sang Hyang Trisemaya. Dewa Siwa mengutuk Dewi Uma, istrinya, menjadi Betari atau Dewi Durga, kemudian diusir ke dunia, karena dirinya merasa telah dibohongi.
Di dunia, Dewi Durga bersemayan di Setra Gandamayu. Di tempat itu Dewi Durga menciptakan para bhuta kala, leak dan makhluk gaib yang menyeramkan.
Tujuannya, untuk mengingatkan kepada makhluk hidup yang ada di jagat raya. Sepak terjang Dewi Durga dan ciptaannya menyebabkan alam semesta nyaris kiamat.
Para Dewa di surga merasa prihatin atas keadaan ini. Sang Hyang Trisemaya akhirnya sepakat turun ke dunia secara bersama-sama untuk menghadapi Dewi Durga. Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Iswara mengubah wujud menjadi Sang Hyang Trisemaya dalam bentuk Telek, Topeng Bang dan Banaspati Raja (Barong).
Setelah bertemu di alam semesta, perang antara Sang Hyang Trisemaya dengan Dewi Durga tak bisa dielakkan. Perang tersebut berlangsung cukup lama. Kedua belah pihak sama-sama mengeluarkan kekuatannya.
Akhirnya, pada suatu kesempatan Sang Hyang Trisemaya berhasil "nyomia" atau menetralisir kekuatan Dewi Durga beserta para butha kala ciptaannya. Dengan demikian, keadaan menjadi lebih harmonis.
Cerita Barong Swari tersebut, menurut Pembina Sekaa Nyoman Mudita dan Gede Sumida yang bertindak selaku dalang dalam pergelaran itu, mengandung nilai filosofi yang tinggi.
Dalam cerita itu diingatkan bahwa di dunia dan di dalam diri manusia konsep "rwa bhineda" atau dua berbeda selalu bersanding. Jadi, kebaikan dan keburukan selalu bersanding.
"Karena itu agar umat manusia terhindar dari dari hal-hal yang buruk, perlu terus berbakti kepada Tuhan dan selalu menjaga hubungan harmonis dengan sesama dan alam semesta," kata Sumida .
PKB merupakan ajang apresiasi seni dan budaya berlangsung selama sebulan hingga 10 Juli 2010. Kegiatan yang dipusatkan di Taman Budaya Denpasar itu setiap harinya dipentaskan berbagai kesenian daerah, serta kesenian partisipasi dari tujuh negara, yaitu Amerika, Jepang, Belgia, Kanada, India, Swedia dan Korea.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010