Denpasar (Antara Bali) - Anggota DPRD Bali Megga Kadjeng mengharapkan Pemerintah Provinsi Bali agar membuat kajian terkait rencana reklamasi diperairan Teluk Benoa, Kabupaten Badung.
"Perlu ada kajian yang independen agar masyarakat tak binggung yang berujung terjadi pro dan kontra untuk menyikapi rencana reklamasi di Teluk Benoa," katanya di Denpasar, Senin.
Hal tersebut dikemukan, anggota Komisi III DPRD Bali itu, untuk menanggapi pemberitaan media massa yang menyebutkan dari hasil kajian dari lima universitas di Indonesia, antara lain Universitas Airlangga, ITB dan Universitas Hasanuddin, reklamasi di Teluk Benoa layak.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mendesak Pemerintah Provinsi Bali melakukan studi kajian. Jika itu sesuai dengan hasil dari kajian universitas lain yang melakukan kajian, maka Pemprov Bali harus lebih selektif dan menggunakan metode yang lebih akurat.
"Kita mempunyai laboratorium kajian tsunami dan pantai, mengapa kita tidak manfaatkan alat tersebut. Soal nantinya bisa rencana tersebut dilanjutkan atau tidak, itu kembali dikaji secara mendalam agar sesuai dengan lingkungan sekitarnya," kata politikus asal Desa Madenan, Kabupaten Buleleng ini.
Menurut dia, tidak ada salahnya pemprov melakukan kajian menyangkut alam dan lingkungan, sebab untuk reklamasi dan mitigasi terhadap perairan sangat dibutuhkan.
"Terlebih terjadinya pemanasan global tentu keberadaan lingkungan bisa saja terjadi abrasi, karena itu perlu dilakukan kajian dan reklamasi daerah pesisir pantai," ujarnya.
Dikatakannya jika sudah ada kajian tentu yang selama ini menanggapi reklamasi apriori akan mendapatkan informasi yang jelas. Hal itu tidak bisa disalahkan masyarakat saja, sebab mereka minim mendapatkan informasi terkait masalah tersebut selama ini.
"Yang terjadi sekarang adalah, tiba-tiba rencana itu langsung diwacanakan, tanpa ada melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai apa itu reklamasi yang sesungguhnya. Hal ini lah yang selama ini didapatkan warga, sehingga wajar saja yang tidak tahu melakukan penolakan, karena kekhawatiran daerahnya akan terancam akibat reklamasi itu," katanya.
Megga Kadjeng lebih lanjut mengatakan reklamasi selama ini sudah dilakukan di daerah pesisir yang kena abrasi tersebut. Lihat saja Pantai Kuta dan Sanur. Keberadaan pantai karena berkat pembangunan reklamasi.
"Kalau tidak dilakukan reklamasi sejak dulu, mungkin tidak ada lagi Pantai Kuta dan Sanur. Karena itu diperlukan sebelum melakukan proyek rencana reklamasi sebaiknya dilakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sehingga warga agar paham apa itu sesungguhnya reklamasi itu. Kalau itu membawa dampak baik mengapa kita tolak? Tapi kalau merugikan iya kita tolak," katanya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Perlu ada kajian yang independen agar masyarakat tak binggung yang berujung terjadi pro dan kontra untuk menyikapi rencana reklamasi di Teluk Benoa," katanya di Denpasar, Senin.
Hal tersebut dikemukan, anggota Komisi III DPRD Bali itu, untuk menanggapi pemberitaan media massa yang menyebutkan dari hasil kajian dari lima universitas di Indonesia, antara lain Universitas Airlangga, ITB dan Universitas Hasanuddin, reklamasi di Teluk Benoa layak.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mendesak Pemerintah Provinsi Bali melakukan studi kajian. Jika itu sesuai dengan hasil dari kajian universitas lain yang melakukan kajian, maka Pemprov Bali harus lebih selektif dan menggunakan metode yang lebih akurat.
"Kita mempunyai laboratorium kajian tsunami dan pantai, mengapa kita tidak manfaatkan alat tersebut. Soal nantinya bisa rencana tersebut dilanjutkan atau tidak, itu kembali dikaji secara mendalam agar sesuai dengan lingkungan sekitarnya," kata politikus asal Desa Madenan, Kabupaten Buleleng ini.
Menurut dia, tidak ada salahnya pemprov melakukan kajian menyangkut alam dan lingkungan, sebab untuk reklamasi dan mitigasi terhadap perairan sangat dibutuhkan.
"Terlebih terjadinya pemanasan global tentu keberadaan lingkungan bisa saja terjadi abrasi, karena itu perlu dilakukan kajian dan reklamasi daerah pesisir pantai," ujarnya.
Dikatakannya jika sudah ada kajian tentu yang selama ini menanggapi reklamasi apriori akan mendapatkan informasi yang jelas. Hal itu tidak bisa disalahkan masyarakat saja, sebab mereka minim mendapatkan informasi terkait masalah tersebut selama ini.
"Yang terjadi sekarang adalah, tiba-tiba rencana itu langsung diwacanakan, tanpa ada melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai apa itu reklamasi yang sesungguhnya. Hal ini lah yang selama ini didapatkan warga, sehingga wajar saja yang tidak tahu melakukan penolakan, karena kekhawatiran daerahnya akan terancam akibat reklamasi itu," katanya.
Megga Kadjeng lebih lanjut mengatakan reklamasi selama ini sudah dilakukan di daerah pesisir yang kena abrasi tersebut. Lihat saja Pantai Kuta dan Sanur. Keberadaan pantai karena berkat pembangunan reklamasi.
"Kalau tidak dilakukan reklamasi sejak dulu, mungkin tidak ada lagi Pantai Kuta dan Sanur. Karena itu diperlukan sebelum melakukan proyek rencana reklamasi sebaiknya dilakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sehingga warga agar paham apa itu sesungguhnya reklamasi itu. Kalau itu membawa dampak baik mengapa kita tolak? Tapi kalau merugikan iya kita tolak," katanya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014