Denpasar (Antara Bali) - Dr I Wayan Candra SH MH calon anggota DPRI-RI dari PDIP asal Bali ditodong untuk memainkan alat musik tradisional Bali (Gamelan) berbaur dengan sekaa gong setempat memeriahkan ritual potong gigi secara massal di Geria Penarukan Buleleng, Bali utara.
Mantan Bupati Klungkung dua periode itu menerima permintaan warga setempat untuk memainkan kendang sehingga sempat menjadi perhatian pada acara ritual potong gigi massal yang digelar pasraman Brahma Vidya Samgraha, Singaraja, 120 km utara Denpasar, Sabtu.
Candra ikut "ngayah megambel" bersama sekaa gong setempat untuk mengiringi prosesi "metatah massal" sejak pukul 09.00-14.00 Wita.
Sekitar 100 warga Buleleng mengikuti ritual potong gigi massal ( metatah) yang berasal dari sejumlah desa di Bali utara yang diprakarsai pasraman Brahma Vidya Samgraha serta dukungan Pemkab Buleleng.
Candra yang diundang sebagai pemerhati umat dan tokoh (panglingsir) Pasemetonan Tangkas Kori Agung mengatakan, ritual ppotong gigi massal ini luar biasa.
"Saya memberikan apresiasi kepada pasraman, tokoh masyarakat, pemerhati umat dan pemerintah telah membantu umat dalam pelaksanaan ritual metatah," ujar politisi PDIP yang kini maju sebagai Caleg DPR RI Dapil Bali.
Candra mengharapkan "metatah massal" dapat berlangsung secara berkesinambungan, sehingga umat yang kondisi ekonominya kurang mampu, bisa terbantu.
Sementara umat dari kalangan ekonomi mapan ikut membantu sesama, sebagai wujud pemahaman agama serta pengimplementasian "yadnya" (pengorbanan suci) dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara tokoh (panglingsir) pasraman, Ida Bhawati Hermawan Tangkas menjelaskan, potong gigi massal sekarang ini yang ke-12 kalinya.
Dalam setiap acara potong gigi massal, peserta hanya dibebani biaya konsumsi.
Ida Bhawati menjelaskan bahwa "metatah massal" ini merupakan salah satu wujud pelaksanaan kewajiban masing-masing orangtua kepada anaknya.
Setiap orangtua umat Hindu, wajib menggelar upacara "metatah", ketika anaknya telah menginjak masa remaja. Manusia yang telah menjalani upacara "metatah", dapat mengendalikan diri, untuk memilah perilaku baik dan buruk.
Di usia yang semakin dewasa, diharapkan mampu mengendalikan pikiran, perkataan dan perbuatan (Tri kaya parisuda). Dengan demikian ritual potong gigi massal dapat meringankan beban umat, tanpa mengurangi esensi yang terkandung dalam upacara "metatah".
"Metatah massal ini sangat membantu umat, karena secara ekonomis, ritual potong gigi memerlukan biaya sekitar Rp 20 juta. Sedangkan dengan kebersamaan masyarakat kurang mampu juga bisa melaksanakan prosesi tersebut," ujar Ida Bhawati. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Mantan Bupati Klungkung dua periode itu menerima permintaan warga setempat untuk memainkan kendang sehingga sempat menjadi perhatian pada acara ritual potong gigi massal yang digelar pasraman Brahma Vidya Samgraha, Singaraja, 120 km utara Denpasar, Sabtu.
Candra ikut "ngayah megambel" bersama sekaa gong setempat untuk mengiringi prosesi "metatah massal" sejak pukul 09.00-14.00 Wita.
Sekitar 100 warga Buleleng mengikuti ritual potong gigi massal ( metatah) yang berasal dari sejumlah desa di Bali utara yang diprakarsai pasraman Brahma Vidya Samgraha serta dukungan Pemkab Buleleng.
Candra yang diundang sebagai pemerhati umat dan tokoh (panglingsir) Pasemetonan Tangkas Kori Agung mengatakan, ritual ppotong gigi massal ini luar biasa.
"Saya memberikan apresiasi kepada pasraman, tokoh masyarakat, pemerhati umat dan pemerintah telah membantu umat dalam pelaksanaan ritual metatah," ujar politisi PDIP yang kini maju sebagai Caleg DPR RI Dapil Bali.
Candra mengharapkan "metatah massal" dapat berlangsung secara berkesinambungan, sehingga umat yang kondisi ekonominya kurang mampu, bisa terbantu.
Sementara umat dari kalangan ekonomi mapan ikut membantu sesama, sebagai wujud pemahaman agama serta pengimplementasian "yadnya" (pengorbanan suci) dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara tokoh (panglingsir) pasraman, Ida Bhawati Hermawan Tangkas menjelaskan, potong gigi massal sekarang ini yang ke-12 kalinya.
Dalam setiap acara potong gigi massal, peserta hanya dibebani biaya konsumsi.
Ida Bhawati menjelaskan bahwa "metatah massal" ini merupakan salah satu wujud pelaksanaan kewajiban masing-masing orangtua kepada anaknya.
Setiap orangtua umat Hindu, wajib menggelar upacara "metatah", ketika anaknya telah menginjak masa remaja. Manusia yang telah menjalani upacara "metatah", dapat mengendalikan diri, untuk memilah perilaku baik dan buruk.
Di usia yang semakin dewasa, diharapkan mampu mengendalikan pikiran, perkataan dan perbuatan (Tri kaya parisuda). Dengan demikian ritual potong gigi massal dapat meringankan beban umat, tanpa mengurangi esensi yang terkandung dalam upacara "metatah".
"Metatah massal ini sangat membantu umat, karena secara ekonomis, ritual potong gigi memerlukan biaya sekitar Rp 20 juta. Sedangkan dengan kebersamaan masyarakat kurang mampu juga bisa melaksanakan prosesi tersebut," ujar Ida Bhawati. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014