Denpasar (Antara Bali) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Bali Ni Luh Anggreni menyatakan bahwa hukuman matipun belum setimpal dengan penderitaan yang dialami sejumlah bocah wanita korban penculikan dan pemerkosan yang dilakukan tersangka Davis (30).

"Sesuai tuntutan orang tua para korban, tersangka harus dihukum mati. Tetapi hukuman itupun belum dapat menggantikan trauma pada anak-anak yang telah menjadi korban kebejatan pelaku," katanya di Denpasar, Minggu.

Ia menyampaikan hal itu menanggapi penangkatan tersangka Mochammad Davis Suharto dalam penyergapan yang dilakukan jajaran kepolisian di kawasan wisata internasional Kuta, Minggu (16/5) dini hari.

Davis yang baru enam bulan tinggal di Kuta dengan bekerja sebagai tukang pijat, mengaku telah menculik dan memperkosa lima bocah, yang sebagian besar merupakan siswi sekolah dasar di kawasan Perumnas Monang Maning, Denpasar.

Selain itu, ia juga mengaku melakukan hal serupa terhadap enam bocah di Batam sekitar tahun 2003. Kepada polisi, Davis mengaku melakukan hal yang tidak lumrah itu karena adanya bisikan gaib.

Luh Anggreni mengapresiasi kinerja aparat kepolisian yang akhirnya bisa menangkap tersangka yang melakukan aksinya dengan cara menculik bocah saat berangkat atau pulang sekolah, kemudian memperkosanya. Hal itu dilakukan secara beruntun antara Februari-April 2010.

"Kami mengapresiasi kinerja polisi atas keberhasilan menangkap pelaku yang sempat meresahkan masyarakat. Tapi ini bukan jaminan bahwa kejadian pemerkosaan akan berakhir," katanya.

Diingatkan kemungkinan adanya pelaku lain yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Oleh karena itu, para orang tua, masyarakat sekitar, harus selalu waspada guna mencegah dan mempersempit ruang gerak pelaku tindak kejahatan serupa.

Disamping itu, pihaknya berjanji akan mengawal proses hukum kasus pemerkosaan terhadap sejumlah bocah tersebut, dengan harapan aparat penegak hukum dapat menerapkan hukuman yang maksimal.

"Terapkan hukuman yang maksimal agar hal itu mampu memberikan efek jera bagi mereka yang punya kecenderungan berbuat jahat. Hal ini patut menjadi perhatian aparat penegak hukum," tegasnya.

Hal itu mengingat dari enam bocah korban pemerkosaan yang diberikan kesempatan melihat wajah tersangka Davis, empat orang membenarkan bahwa dia pelakunya dan dua orang lainnya menyatakan bukan itu.

Berdasarkan hal tersebut, berarti masih ada pelaku lain yang berkeliaran di masyarakat. "Sangat mungkin pelaku yang masih berkeliaran itu terus mengincar anak-anak kita. Oleh karena itu kita harus terus waspada," ujar Anggreni.

Di pihak lain, ujar dia, jika melihat sosok Davis, masyarakat bisa dibuat terkecoh. Pasalnya, dari segi fisik tidak terlihat layaknya penjahat yang bisa melakukan aksinya kapan saja.

"Dari wajahnya, pelaku terlihat kalem, tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai seorang penjahat. Masyarakat bisa dibuat lengah dan terkecoh oleh penampilan seorang penjahat," ujarnya.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010