Yogyakarta (Antara Bali) - Rombongan mahasiswa Universitas Gajah Mada yang melakukan kunjungan studi ke sejumlah perguruan tinggi di Jerman baru-baru ini memperkenalkan produk obat herbal untuk pengobatan alternatif atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai jamu.
Dosen pembimbing yang mengikuti program kunjungan studi tersebut, Dr T Irianti M.Scm Apt kepada Antara di Yogyakarta, Sabtu, mengemukakan, saat kunjungan di sejumlah perguruan tinggi di Jerman, rombongan mahasiswa UGM mempresentasikan hasil riset bertemakan "Keanekaragaman Ethnobotani: Perjalanan Obat Herbal di Tengah Kehidupan Modern".
Perguruan tinggi Jerman yang dikunjungi dalam program yang berlangsung l7 sampai 27 September tersebut menurut Irianti, antara lain Universitas Georg-August di Gottingen, Universitas Freie dan Humboldt di Berlin serta Universitas Ludwig-Maxmilian di Munchen.
Sementara Yuliana yang menjadi koordinator mahasiwa dalam program tersebut mengemukakan bahwa melalui pertemuan dengan mitra kerja mereka yakni kalangan periset perguruan tinggi Jerman, rombongan mahasiswa UGM telah mendapat kesempatan untuk memaparkan hasil penelitian mereka terkini dan teknologi pembuatan jamu di Indonesia.
Yuliana mengemukakan, keanekaragaman tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia telah dimanfaatkan dan diolah sebagai obat herbal untuk pengobatan alternatif. Sejak abad keempat, ujarnya, obat herbal yang kemudian dikenal sebagai jamu mencerminkan bukti kearifan lokal yakni diawalinya pemanfaatan tumbuh-tumbuhan oleh masyrakat tradisional sebagai obat yang kemudian berkembang menjadi kebiasaan dan budaya masyarakat.
"Sudah banyak penelitian tentang obat herbal atau jamu, tapi sayangnya sebagian hanya berakhir pada laporan atau jurnal, tanpa diketahui oleh masyarakat luas, " ujarnya.
Selain mengangkat masalah jamu, salah seorang anggota tim UGM, juga mempresentasikan hasil penelitiannya tentang "Studi Bioactivitas Ekstrak Ethanolic Marchantia sp sebagai tanaman alternatif untuk Insektisida Nyamuk Aedes Aegypti".
Tanaman lumut hati tersebut yang didapat di habitatnya di Grojogan Sewu, Tawangmangu, bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan vektor demam berdarah (DB) yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti. (*/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Dosen pembimbing yang mengikuti program kunjungan studi tersebut, Dr T Irianti M.Scm Apt kepada Antara di Yogyakarta, Sabtu, mengemukakan, saat kunjungan di sejumlah perguruan tinggi di Jerman, rombongan mahasiswa UGM mempresentasikan hasil riset bertemakan "Keanekaragaman Ethnobotani: Perjalanan Obat Herbal di Tengah Kehidupan Modern".
Perguruan tinggi Jerman yang dikunjungi dalam program yang berlangsung l7 sampai 27 September tersebut menurut Irianti, antara lain Universitas Georg-August di Gottingen, Universitas Freie dan Humboldt di Berlin serta Universitas Ludwig-Maxmilian di Munchen.
Sementara Yuliana yang menjadi koordinator mahasiwa dalam program tersebut mengemukakan bahwa melalui pertemuan dengan mitra kerja mereka yakni kalangan periset perguruan tinggi Jerman, rombongan mahasiswa UGM telah mendapat kesempatan untuk memaparkan hasil penelitian mereka terkini dan teknologi pembuatan jamu di Indonesia.
Yuliana mengemukakan, keanekaragaman tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia telah dimanfaatkan dan diolah sebagai obat herbal untuk pengobatan alternatif. Sejak abad keempat, ujarnya, obat herbal yang kemudian dikenal sebagai jamu mencerminkan bukti kearifan lokal yakni diawalinya pemanfaatan tumbuh-tumbuhan oleh masyrakat tradisional sebagai obat yang kemudian berkembang menjadi kebiasaan dan budaya masyarakat.
"Sudah banyak penelitian tentang obat herbal atau jamu, tapi sayangnya sebagian hanya berakhir pada laporan atau jurnal, tanpa diketahui oleh masyarakat luas, " ujarnya.
Selain mengangkat masalah jamu, salah seorang anggota tim UGM, juga mempresentasikan hasil penelitiannya tentang "Studi Bioactivitas Ekstrak Ethanolic Marchantia sp sebagai tanaman alternatif untuk Insektisida Nyamuk Aedes Aegypti".
Tanaman lumut hati tersebut yang didapat di habitatnya di Grojogan Sewu, Tawangmangu, bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan vektor demam berdarah (DB) yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti. (*/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013