Denpasar (Antara Bali) - Indonesia terdiri atas negara kepulauan dengan bentangan dari Sabang di Pulau Sumatera hingga Merauke di Papua yang menjadi satu kesatuan dalam bingkai NKRI.

Pulau-pulau yang menyambung satu sama lain oleh samudera yang luas, sehingga dua pertiga dari kepulauan Indonesia itu adalah laut yang merupakan sebuah potensi besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional maupun mengangkat taraf hidup masyarakat.

Predikat Nusantara sebagai negara maritim pernah disandang pada zaman kerajaan Majapahit dan Sriwijaya, namun sekarang sirna, kata mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia yang pertama Sarwono Kusumaatmadja di Denpasar Rabu malam (10/10).

Ketika membuka pameran foto yang dikemas dalam Vision International Image Festival (VIIF) 2013, Ia yang masih menjabat penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo itu mengingatkan, Indonesia sering kali kurang paham karena memiliki laut yang luas otomatis menjadi negara maritim.

Padahal predikat negara maritim itu mempunyai kaitan erat dengan kemampuan kegiatan industrial, niaga dan hasil kelautan, disamping dukungan kekuatan angkatan laut bisa diandalkan.

Dengan demikian Indonesia hingga sekarang ini belum sebagai negara maritim, meskipun mempunyai lautan yang sangat luas, berbeda halnya dengan Amerika Serikat dan China yang memang merupakan negara maritim.

Untuk itu melalui pameran yang menyuguhkan 400 karya foto hasil jepretan 60 fotografer dari kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia diharapkan mampu menggugah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia mampu menjadi negara maritim.

Pameran yang mengusung tema "Angasraya: arus kebebasan dari Samudera" itu sebagai upaya merespons pelaksanaan KTT APEC yang sepenuhnya mendapat dukungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Angasraya adalah sikap kebersamaan emosional, yang didasari oleh sikap dari diri sendiri untuk bersatu secara sejajar menjadi kerajaan maritime nasional kembali seperti zaman Majapahit dan Sriwijaya.

Saat itu Majapahit menjadi peradaban maritim ketika Nusantara menjadi pengendali pelabuhan dunia.

Direktur VIIF 2013 Prabhoto Satrio melaporkan, konsep foto yang ditampilkan dalam pameran pertama bidang kelautan dan perikanan itu bahwa setiap arah memiliki warna-warni yang merujuk pada ras-ras utama manusia: putih, hitam, kuning, merah, sedangkan kelima manca warna menyimpan semua warna dalam diri manusia.

Ratusan foto itu dipajangkan di Danes Art Veranda, Maha Art Gallery, dan Bentara Budaya Bali di Gianyar tidak hanya menampilkan keindahan, namun lebih mengangkat isu kelautan yang sedang berkembang, di antaranya perburuan sirip hiu di laut Jawa.

Selain itu juga menyangkut pencemaran lingkungan yang mengakibatkan matinya spesies burung yang bermigrasi di seputaran laut Pasifik-Selandia Baru, katanya.

Dikenal Internasional

Prabhoto Satrio menjelaskan, pameran kali ini sengaja dipercayakan dibuka oleh

Sarwono Kusumaatmadja karena telah dikenal kalangan internasional sebagai sosok sederhana dan mumpuni terkait isu kelautan serta memiliki integritas yang tinggi.

Festival kali ini juga merupakan momentum untuk mengembangkan jurnalisme kelautan di Indonesia dengan kurator Oscar Motuloh yang juga Direktur Eksekutif Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA), Jakarta.

Selain itu, pendiri majalah kelautan Mare`Die Zeitschriftder Meere, Berlin, Barbara Stauss, dan pendiri Komunitas Lubang Jarum Indonesia (KLJI) Ray Bachtiar Dradjat.

Oscar Motuloh mengatakan, fotografi sebagai wadah ekspresif dan mengemukakan pendapat bagi para fotografer memiliki kekuatan yang sangat hebat, ibarat amunisi yang dipersiapkan untuk menjaga referensi dan apresiasi pada kelautan untuk masa depan yang lebih baik.

Upaya itu sekaligus untuk ditembakkan ke arah siapa pun berjiwa kerdil yang mengorbankan kelestarian samudra hanya sebagai objek komoditas semu. Hal itu penting karena samudra adalah masa depan dunia, potensi milik generasi mendatang.

Karya-karya foto jurnalistik yang dipamerkan kali ini dapat mencerminkan situasi terkini di berbagai negara di belahan dunia.

"Ada ambiguitas dalam segala sesuatu dan setiap orang, dan kawasan Pasifik berdiri sebagai metafora keberagaman dan kedinamisan hidup, perseorangan atau lebih," ujarnya.

Demikian pula Ray Bachtiar Dradjat mengungkapkan bahwa fotografi mempunyai kekuatan untuk merekam sejarah maritim Nusantara, dan citra relief-relief candi dan pura yang didokumentasikan memperlihatkan gambaran persaudaraan antarumat manusia di dunia

"Gaung kesadaran bahwa umat manusia bersaudara juga terekam dalam kearifan budaya di Nusantara. Konsep Sedulur papat Lima Pancer, misalnya secara literer berarti `saudaraempat, lima di tengah. Konsep ini menyatakan bahwa setiap manusia memiliki saudara di empat penjuru," ujar Ray Bachtiar Dradjat. (*/ADT)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013