Tabanan (Antara Bali) - Warga mempersoalkan keberadaan menara pemancar telepon seluler di Desa Adat Petiga, Kabupaten Tabanan, karena ditengarai tidak berizin.
"Tower itu telah menimbulkan keresahan sosial karena ada saling curiga di antara warga banjar (dusun adat)," kata Kepala Desa Adat Petiga, I Made Gunawan, Senin.
Menurut dia, menara yang sudah beroperasi sejak enam bulan lalu telah mengakibatkan kecemburuan antarbanjar. Banjar Petiga Belanban dan Banjar Petiga Kangin telah mendapatkan kompensasi dari pendirian menara tersebut, sedangkan Banjar Semingan sama sekali tidak mendapatkannya.
"Sejak awal pendirian sampai beroperasi, kami tidak pernah diajak bicara oleh pemilik tower," kata Gunawan yang membawahi ketiga banjar tersebut.
Ia sempat didatangi oleh pihak pelaksana proyek pembangunan menara tersebut. Namun dia tidak bersedia menandatangani surat persetujuan karena beberapa pengurus banjar tidak ada yang dimintai persetujuan. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Tower itu telah menimbulkan keresahan sosial karena ada saling curiga di antara warga banjar (dusun adat)," kata Kepala Desa Adat Petiga, I Made Gunawan, Senin.
Menurut dia, menara yang sudah beroperasi sejak enam bulan lalu telah mengakibatkan kecemburuan antarbanjar. Banjar Petiga Belanban dan Banjar Petiga Kangin telah mendapatkan kompensasi dari pendirian menara tersebut, sedangkan Banjar Semingan sama sekali tidak mendapatkannya.
"Sejak awal pendirian sampai beroperasi, kami tidak pernah diajak bicara oleh pemilik tower," kata Gunawan yang membawahi ketiga banjar tersebut.
Ia sempat didatangi oleh pihak pelaksana proyek pembangunan menara tersebut. Namun dia tidak bersedia menandatangani surat persetujuan karena beberapa pengurus banjar tidak ada yang dimintai persetujuan. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013