Kuta (Antara Bali) - Kementerian Komunikasi dan Informatika menilai sejauh ini peran humas pemerintahan tidak efektif karena terjebak proses birokrasi dan aturan protokoler.
"Masih banyak stigma yang selama ini masih melekat di humas pemerintahan," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto saat menyampaikan materi tentang Strategi Kehumasan yang Efektif pada Forum Kehumasan di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Dalam kesempatan tersebut dia mengungkapkan "12 dosa besar" humas yang harus segera dihilangkan, yakni 1) Lambat dalam merespons keluhan atau informasi dari masyarakat; 2) Cenderung birokratis dalam pengambilan keputusan; 3) Cenderung terpaku pada jam kerja; 4) Cenderung mengelak kebenaran dari suatu isu yang diberitakan; 5) Mudah melempar tanggung jawab untuk merespons sehingga pers sering merasa diping-pong; 6) Merasa aman untuk bersikap "no comments" dan/atau "off the records"; 7) Kurang sigap dalam menghadapi acara "talk show" atau dialog interaktif; 8) Cukup puas dengan acara "blocking time" dan advertorial; 9) Bertugas sebagai fungsi-fungsi protokoler dan administratif kehumasan; 10) Malas mendapatkan pengetahuan dan informasi aktual; 11) Kurang ada upaya memperluas jaringan internal dan eksternal; dan 12) Sering berdalih kurang intensif karena terkait keterbatasan anggaran.
"Peran humas akan lebih efektif jika stigma ini dibalik menjadi hal-hal bersifat positif," kata Gatot membagi jurus-jurus jitunya kepada pejabat humas berbagai instansi di Bali itu.
Ia mengingatkan pejabat humas untuk memiliki akun pada situs jejaring sosial. "Setidaknya humas punya akun Twitter karena dalam situasi sekarang masyarakat cepat sekali menyampaikan informasi mengenai apa pun. Kalau tidak segera ditanggapi, maka dikhawatirkan akan rentan terhadap permasalahan sosial," katanya.
"Presiden pun sekarang sudah punya akun Twitter. Kalau saja pejabat humas tidak memiliki akun Twitter, maka jangan harap bisa merespons dengan cepat," ujarnya.
Walau cepat dalam merespons persoalan, Gatot juga mewanti-wanti agar humas memperhatikan etika dan penuh bertanggung jawab atas respons yang diberikan kepada masyarakat.
Humas juga harus memperhatikan prinsip "Code of Conduct" yang mencerminkan komitmen dan integritas pribadi dan kelompoknya terhadap entitasnya; "Code of Professional" sebagai standar profesi kehumasan; "Code of Publication" sebagai standar moral dan etika dalam publikasi; "Code of Institution" untuk memahami perilaku entitas yang berkaitan dengan peraturan; dan "Code of Effort" yang menjadi tolok ukur untuk berkinerja secara maksimal.
"Yang terpenting lagi, humas tidak boleh gencar memberikan informasi kepada masyarakat tetapi ketika dalam keadaan terdesak, malah tiarap. Padahal dalam situasi terdesak, humas harus tampil untuk meluruskan fakta atau opini masyarakat," kata Gatot. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Masih banyak stigma yang selama ini masih melekat di humas pemerintahan," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto saat menyampaikan materi tentang Strategi Kehumasan yang Efektif pada Forum Kehumasan di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Dalam kesempatan tersebut dia mengungkapkan "12 dosa besar" humas yang harus segera dihilangkan, yakni 1) Lambat dalam merespons keluhan atau informasi dari masyarakat; 2) Cenderung birokratis dalam pengambilan keputusan; 3) Cenderung terpaku pada jam kerja; 4) Cenderung mengelak kebenaran dari suatu isu yang diberitakan; 5) Mudah melempar tanggung jawab untuk merespons sehingga pers sering merasa diping-pong; 6) Merasa aman untuk bersikap "no comments" dan/atau "off the records"; 7) Kurang sigap dalam menghadapi acara "talk show" atau dialog interaktif; 8) Cukup puas dengan acara "blocking time" dan advertorial; 9) Bertugas sebagai fungsi-fungsi protokoler dan administratif kehumasan; 10) Malas mendapatkan pengetahuan dan informasi aktual; 11) Kurang ada upaya memperluas jaringan internal dan eksternal; dan 12) Sering berdalih kurang intensif karena terkait keterbatasan anggaran.
"Peran humas akan lebih efektif jika stigma ini dibalik menjadi hal-hal bersifat positif," kata Gatot membagi jurus-jurus jitunya kepada pejabat humas berbagai instansi di Bali itu.
Ia mengingatkan pejabat humas untuk memiliki akun pada situs jejaring sosial. "Setidaknya humas punya akun Twitter karena dalam situasi sekarang masyarakat cepat sekali menyampaikan informasi mengenai apa pun. Kalau tidak segera ditanggapi, maka dikhawatirkan akan rentan terhadap permasalahan sosial," katanya.
"Presiden pun sekarang sudah punya akun Twitter. Kalau saja pejabat humas tidak memiliki akun Twitter, maka jangan harap bisa merespons dengan cepat," ujarnya.
Walau cepat dalam merespons persoalan, Gatot juga mewanti-wanti agar humas memperhatikan etika dan penuh bertanggung jawab atas respons yang diberikan kepada masyarakat.
Humas juga harus memperhatikan prinsip "Code of Conduct" yang mencerminkan komitmen dan integritas pribadi dan kelompoknya terhadap entitasnya; "Code of Professional" sebagai standar profesi kehumasan; "Code of Publication" sebagai standar moral dan etika dalam publikasi; "Code of Institution" untuk memahami perilaku entitas yang berkaitan dengan peraturan; dan "Code of Effort" yang menjadi tolok ukur untuk berkinerja secara maksimal.
"Yang terpenting lagi, humas tidak boleh gencar memberikan informasi kepada masyarakat tetapi ketika dalam keadaan terdesak, malah tiarap. Padahal dalam situasi terdesak, humas harus tampil untuk meluruskan fakta atau opini masyarakat," kata Gatot. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013