Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menyerukan toleransi antarumat beragama dan pentingnya harmoni kehidupan bermasyarakat pada peringatan 22 tahun bom Bali.
 
Mahendra Jaya dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Bali I Gusti Ngurah Wiryanata di Monumen Ground Zero atau Monumen Bom Bali, Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (12/10) malam mengatakan bom yang kejam meledak di tempat itu menghancurkan nyawa dan menggoreskan luka yang mendalam pada hati semua orang.
 
Namun, menurut dia, mengenang kejadian mengerikan tersebut dapat menciptakan ruang untuk merenung dan membangun perdamaian.
 
"Mari kita gunakan kejadian ini sebagai panggilan untuk mempromosikan pemahaman toleransi dan cinta antarsesama manusia," katanya.
 
Dia menyebutkan tragedi kemanusiaan yang terjadi pada 12 Oktober 2002 di Kuta, Bali itu mengingatkan semua orang akan mereka yang kehilangan nyawa, keluarga yang ditinggalkan dan mereka yang masih hidup dengan luka fisik dan emosional.
 
Menurut dia, penderitaan yang dihasilkan oleh peristiwa bom Bali adalah luka yang dalam, tetapi semua orang memiliki kesempatan untuk mengubahnya menjadi sumber kekuatan dan transformasi.
 
Dia menjelaskan, masyarakat yang menghadiri doa bersama sore hingga malam ini di Kuta berdiri bersama dalam solidaritas dan empati menyampaikan cinta kepada mereka yang terkena dampak tragedi ini.
 
Namun, dalam perenungan doa kali ini, dia mengajak masyarakat untuk mengarahkan pandangan ke dalam hati menghadapi dua pilihan, apakah akan membiarkan kebencian, kekerasan, dan penderitaan tersebut terus berputar dalam lingkaran yang tak berujung, atau mengubahnya menjadi berkah dan perdamaian.
 
"Mari kita jadikan kenangan penderitaan ini sebagai titik awal untuk menginspirasi tindakan kita dan membangun dunia yang lebih harmonis," katanya.
 
Wiryanata mengatakan semua pihak memiliki peran dalam menciptakan perdamaian, meningkatkan kesadaran, dan berkomitmen untuk memperkuat hubungan antara manusia dan menghormati perdamaian serta persahabatan yang ada di dunia ini.
 
Dia mengajak masyarakat maupun keluarga korban tragedi bom Bali untuk berdamai dengan masa lalu, memaafkan, dan membangun masa depan yang lebih baik bersama-sama.
 
"Perdamaian mengajarkan kita untuk tidak melakukan konflik dan bertindak tanpa permusuhan atau niat buruk terhadap orang lain. Perdamaian juga memperlakukan orang lain tanpa melihat identitas dan saling menerima perbedaan," kata dia.
 
Dalam doa perdamaian itu dia mengajak semua pihak bersatu sebagai satu umat manusia meningkatkan suara dengan tekad yang kuat untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik.
 
"Kita tidak akan melupakan peristiwa yang terjadi pada tanggal 12 Oktober di Bali, tetapi kita akan mengubahnya menjadi tonggak bagi kebangkitan perdamaian," katanya.
 
Dalam doa perdamaian itu juga, dia mengajak hadirin yang datang untuk berdoa bagi pemerintah bangsa dan negara-negara yang sedang mengalami konflik perang di seluruh dunia.
 
Dia berharap doa perdamaian yang dipanjatkan di Bali juga diikuti oleh instansi pemerintah baik yang ada di Indonesia maupun luar negeri sehingga gaungnya dapat terdengar di seluruh dunia.
 
"Dalam keheningan, mari kita renungkan dan berdoa memohon agar kekerasan dan penderitaan tidak lagi menghantui dunia, dan semoga cinta perdamaian dan pengampunan menyelimuti hati dan membawa kita menuju masa depan yang lebih cemerlang dengan harapan dan tekad yang kuat bisa berdiri bersama sebagai agen perdamaian semoga cahaya perdamaian terus bersinar di Bali di Indonesia dan seluruh dunia," katanya.
 


Baca juga: LPSK ajak elemen bangsa cegah tindakan ekstrimisme berbasis kekerasan

Baca juga: BNPT: 22 tahun Bom Bali momentum saling berdaya dan melanjutkan hidup

Baca juga: Polisi sterilkan area monumen Bom Bali sebelum acara doa bersama

Pewarta: Rolandus Nampu

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024