Seorang jurnalis dari Kerajaan Eswatini menampakkan ketertarikannya ketika Direktur Afrika Kementerian Luar Negeri RI Dewi Justicia Meidiwaty menyinggung keinginan Indonesia untuk membantu negara-negara di kawasan Afrika melakukan hilirisasi mineral.
Ia yang semula terdiam di deretan kursi paling belakang, lantas mengacungkan tangan dan menggunakan kesempatan untuk menyampaikan apresiasi kepada Indonesia.
“Saya senang ketika Ibu Direktur menyatakan Indonesia akan membantu negara-negara Afrika menambahkan nilai jual kepada hasil bumi kami,” ucap jurnalis dari sebuah kerajaan di selatan Afrika yang tidak memiliki pantai dan terletak di antara Afrika Selatan di sebelah barat dan Mozambik di timur ini. Kerajaan ini sebelumnya bernama Kerajaan Swaziland.
Tak lupa, sekelumit keluhan ia selipkan ihwal negara lain yang berbondong-bondong datang ke Benua Afrika untuk mengambil kekayaan mineral mereka.
Jurnalis itu menyampaikan bahwa negara-negara yang membeli hasil pertambangan di negaranya dengan harga murah lantaran masih berupa bahan mentah, untuk diolah dan dijual kembali ke negara-negara di Afrika dengan harga yang lebih mahal.
Rasanya permasalahan serupa juga menjadi perhatian bagi Indonesia. Sebuah permasalahan yang akhirnya mendorong Presiden RI Joko Widodo untuk menggalakkan kebijakan hilirisasi di dalam negeri guna meningkatkan nilai jual.
Dilandasi oleh komitmen untuk memperkokoh kerja sama ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara di kawasan Benua Afrika, Direktur Afrika Kementerian Luar Negeri RI yang akrab disapa Meidy menularkan semangat hilirisasi kepada negara-negara di kawasan yang kaya akan sumber daya mineral tersebut.
Menyiapkan grand design
Sebelum menularkan semangat hilirisasi, diperlukan sebuah desain besar (grand design) untuk memberi gambaran ke mana Indonesia harus melangkah dan apa yang menjadi sasaran agar efektif dan efisien.
Meidy mengakui bahwa hingga saat ini, Indonesia belum memiliki grand design kerja sama dengan negara-negara Afrika. Grand design tersebut nantinya akan meliputi negara apa saja di kawasan Afrika yang akan menjadi target kerja sama, kemudian kerja sama di sektor mana saja.
Oleh karena itu, hasil dari berbagai panel yang berlangsung di Forum Indonesia-Afrika atau Indonesia-Africa Forum (IAF) ditargetkan dapat membantu pemerintah untuk menyiapkan sebuah grand design kerja sama, khusus untuk negara-negara di kawasan Afrika.
Tidak menutup kemungkinan Indonesia akan mengulurkan tangan ke negara-negara Afrika melalui Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI) atau yang juga dikenal dengan Indonesian Agency for International Development (AID).
Indonesian AID merupakan satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan RI yang mengelola dana kerja sama pembangunan internasional dalam rangka pemberian bantuan kepada pemerintah/lembaga asing.
Bentuk nyata dari bantuan-bantuan Indonesian AID meliputi beragam jenis kerja sama pembangunan, baik kerja sama hibah, kerja sama peningkatan kapasitas, hingga berbagai bantuan kemanusiaan untuk negara sasaran.
Negara-negara yang menjadi sasaran dari lembaga tersebut adalah negara yang berlokasi di kawasan Afrika, Pasifik, dan Amerika Latin.
Terkhusus untuk negara-negara di kawasan Afrika, Meidy mengungkapkan rencana untuk memberi bantuan peningkatan kapasitas dalam rangka mendongkrak nilai jual komoditas, wabilkhusus yang bersumber dari sektor mineral.
Tak dapat diabaikan sebuah fakta bahwasanya sejumlah negara di Afrika maupun Indonesia memiliki sebuah kemiripan, yakni kaya akan sumber daya mineral.
Indonesia, yang dalam hal ini telah berkecimpung di dunia hilirisasi, dapat membagikan pengalamannya perihal upaya-upaya yang harus ditempuh untuk meningkatkan nilai jual produk hasil tambang. Peningkatan nilai jual tersebut akan bermuara pada peningkatan pendapatan negara.
“Indonesia sudah selangkah di depan dengan hilirisasinya, dan mereka (negara-negara Afrika) ingin belajar,” ucap Meidy menambahkan.
Kerja sama energi
Mengupas lebih jauh soal potensi mineral yang dimiliki oleh negara-negara Afrika, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jailani menyoroti keberadaan litium yang melimpah.
Kadir mengingatkan bahwa untuk mewujudkan ambisi Indonesia, dalam hal ini menjadi salah satu pemain kunci dalam ekosistem kendaraan listrik, mineral kritis yang dibutuhkan tidak terbatas pada nikel.
Litium merupakan salah satu mineral kritis yang menjadi komponen penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik atau electric vehicle.
Oleh karenanya, apabila Indonesia ingin menempati peran penting dalam ekosistem kendaraan listrik dengan menjadi produsen baterai EV, maka Indonesia perlu melakukan kerja sama energi dengan negara-negara di Benua Afrika. Beberapa negara di Afrika memiliki potensi mineral kritis lainnya yang berlimpah.
Negara-negara di kawasan Afrika memiliki ragam potensi yang terpendam. Afrika tidak hanya tentang kemiskinan maupun konflik. Afrika memiliki segudang potensi, baik di bidang perdagangan, investasi, hingga kerja sama energi. Kadir berpesan bahwa sudah saatnya Indonesia melakukan reorientasi dengan melihat Afrika sebagai untapped potential atau potensi yang belum dimanfaatkan.
Sudah waktunya bagi Indonesia untuk merangkul Afrika dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Dilatarbelakangi oleh semangat tersebut, IAF ke-2 digelar guna memperluas kerja sama dengan negara-negara Afrika setelah IAF pertama digelar pada 2018. Kadir memperkirakan nilai total kerja sama Indonesia dengan negara-negara Afrika pada Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 mencapai 3,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp53,9 triliun.
Angka tersebut mengalami peningkatan yang signifikan apabila dibandingkan dengan 586,56 juta dolar Amerika (sekitar Rp9,04 triliun) yang dicapai pada IAF pertama.
Berbagai bentuk kerja sama yang direncanakan oleh Indonesia bersama negara-negara di kawasan Afrika merupakan wujud nyata dari komitmen Indonesia dalam berkontribusi mewujudkan perdamaian dan keadilan dunia, sebagaimana yang termaktub di dalam konstitusi.
Tak hanya memenuhi kepentingan nasionalnya, Indonesia juga memastikan bahwa kerja sama yang dijalin dengan negara-negara Afrika dapat meningkatkan kesejahteraan bersama. Dari Indonesia, untuk dunia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Ia yang semula terdiam di deretan kursi paling belakang, lantas mengacungkan tangan dan menggunakan kesempatan untuk menyampaikan apresiasi kepada Indonesia.
“Saya senang ketika Ibu Direktur menyatakan Indonesia akan membantu negara-negara Afrika menambahkan nilai jual kepada hasil bumi kami,” ucap jurnalis dari sebuah kerajaan di selatan Afrika yang tidak memiliki pantai dan terletak di antara Afrika Selatan di sebelah barat dan Mozambik di timur ini. Kerajaan ini sebelumnya bernama Kerajaan Swaziland.
Tak lupa, sekelumit keluhan ia selipkan ihwal negara lain yang berbondong-bondong datang ke Benua Afrika untuk mengambil kekayaan mineral mereka.
Jurnalis itu menyampaikan bahwa negara-negara yang membeli hasil pertambangan di negaranya dengan harga murah lantaran masih berupa bahan mentah, untuk diolah dan dijual kembali ke negara-negara di Afrika dengan harga yang lebih mahal.
Rasanya permasalahan serupa juga menjadi perhatian bagi Indonesia. Sebuah permasalahan yang akhirnya mendorong Presiden RI Joko Widodo untuk menggalakkan kebijakan hilirisasi di dalam negeri guna meningkatkan nilai jual.
Dilandasi oleh komitmen untuk memperkokoh kerja sama ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara di kawasan Benua Afrika, Direktur Afrika Kementerian Luar Negeri RI yang akrab disapa Meidy menularkan semangat hilirisasi kepada negara-negara di kawasan yang kaya akan sumber daya mineral tersebut.
Menyiapkan grand design
Sebelum menularkan semangat hilirisasi, diperlukan sebuah desain besar (grand design) untuk memberi gambaran ke mana Indonesia harus melangkah dan apa yang menjadi sasaran agar efektif dan efisien.
Meidy mengakui bahwa hingga saat ini, Indonesia belum memiliki grand design kerja sama dengan negara-negara Afrika. Grand design tersebut nantinya akan meliputi negara apa saja di kawasan Afrika yang akan menjadi target kerja sama, kemudian kerja sama di sektor mana saja.
Oleh karena itu, hasil dari berbagai panel yang berlangsung di Forum Indonesia-Afrika atau Indonesia-Africa Forum (IAF) ditargetkan dapat membantu pemerintah untuk menyiapkan sebuah grand design kerja sama, khusus untuk negara-negara di kawasan Afrika.
Tidak menutup kemungkinan Indonesia akan mengulurkan tangan ke negara-negara Afrika melalui Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI) atau yang juga dikenal dengan Indonesian Agency for International Development (AID).
Indonesian AID merupakan satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan RI yang mengelola dana kerja sama pembangunan internasional dalam rangka pemberian bantuan kepada pemerintah/lembaga asing.
Bentuk nyata dari bantuan-bantuan Indonesian AID meliputi beragam jenis kerja sama pembangunan, baik kerja sama hibah, kerja sama peningkatan kapasitas, hingga berbagai bantuan kemanusiaan untuk negara sasaran.
Negara-negara yang menjadi sasaran dari lembaga tersebut adalah negara yang berlokasi di kawasan Afrika, Pasifik, dan Amerika Latin.
Terkhusus untuk negara-negara di kawasan Afrika, Meidy mengungkapkan rencana untuk memberi bantuan peningkatan kapasitas dalam rangka mendongkrak nilai jual komoditas, wabilkhusus yang bersumber dari sektor mineral.
Tak dapat diabaikan sebuah fakta bahwasanya sejumlah negara di Afrika maupun Indonesia memiliki sebuah kemiripan, yakni kaya akan sumber daya mineral.
Indonesia, yang dalam hal ini telah berkecimpung di dunia hilirisasi, dapat membagikan pengalamannya perihal upaya-upaya yang harus ditempuh untuk meningkatkan nilai jual produk hasil tambang. Peningkatan nilai jual tersebut akan bermuara pada peningkatan pendapatan negara.
“Indonesia sudah selangkah di depan dengan hilirisasinya, dan mereka (negara-negara Afrika) ingin belajar,” ucap Meidy menambahkan.
Kerja sama energi
Mengupas lebih jauh soal potensi mineral yang dimiliki oleh negara-negara Afrika, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jailani menyoroti keberadaan litium yang melimpah.
Kadir mengingatkan bahwa untuk mewujudkan ambisi Indonesia, dalam hal ini menjadi salah satu pemain kunci dalam ekosistem kendaraan listrik, mineral kritis yang dibutuhkan tidak terbatas pada nikel.
Litium merupakan salah satu mineral kritis yang menjadi komponen penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik atau electric vehicle.
Oleh karenanya, apabila Indonesia ingin menempati peran penting dalam ekosistem kendaraan listrik dengan menjadi produsen baterai EV, maka Indonesia perlu melakukan kerja sama energi dengan negara-negara di Benua Afrika. Beberapa negara di Afrika memiliki potensi mineral kritis lainnya yang berlimpah.
Negara-negara di kawasan Afrika memiliki ragam potensi yang terpendam. Afrika tidak hanya tentang kemiskinan maupun konflik. Afrika memiliki segudang potensi, baik di bidang perdagangan, investasi, hingga kerja sama energi. Kadir berpesan bahwa sudah saatnya Indonesia melakukan reorientasi dengan melihat Afrika sebagai untapped potential atau potensi yang belum dimanfaatkan.
Sudah waktunya bagi Indonesia untuk merangkul Afrika dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Dilatarbelakangi oleh semangat tersebut, IAF ke-2 digelar guna memperluas kerja sama dengan negara-negara Afrika setelah IAF pertama digelar pada 2018. Kadir memperkirakan nilai total kerja sama Indonesia dengan negara-negara Afrika pada Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 mencapai 3,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp53,9 triliun.
Angka tersebut mengalami peningkatan yang signifikan apabila dibandingkan dengan 586,56 juta dolar Amerika (sekitar Rp9,04 triliun) yang dicapai pada IAF pertama.
Berbagai bentuk kerja sama yang direncanakan oleh Indonesia bersama negara-negara di kawasan Afrika merupakan wujud nyata dari komitmen Indonesia dalam berkontribusi mewujudkan perdamaian dan keadilan dunia, sebagaimana yang termaktub di dalam konstitusi.
Tak hanya memenuhi kepentingan nasionalnya, Indonesia juga memastikan bahwa kerja sama yang dijalin dengan negara-negara Afrika dapat meningkatkan kesejahteraan bersama. Dari Indonesia, untuk dunia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024