Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali menyatakan, berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan di Bali, mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer atau saat pertama kali rumah diperjualbelikan mengalami peningkatan pada triwulan II 2024.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja di Denpasar, Jumat, mengatakan peningkatan harga properti residensial tercermin dari perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan II 2024 sebesar 104,27.

"Pertumbuhan IHPR tahunan pada triwulan II 2024 sebesar 1,86 persen (yoy) dan lebih tinggi dibandingkan dengan IHPR triwulan sebelumnya sebesar 103,81 (1,48 persen yoy)," ucapnya.

SHPR, kata Erwin, merupakan survei triwulanan terhadap sampel pengembang proyek perumahan (developer) di Provinsi Bali yang mencakup data harga jual rumah, jumlah unit rumah yang dibangun dan dijual pada triwulan tersebut.

Erwin mengemukakan, pertumbuhan IHPR tersebut terutama didorong oleh kenaikan harga di tiga tipe properti yaitu kecil (luas bangunan kurang 36 meter persegi) sebesar 1,73 persen (yoy), tipe menengah (luas bangunan antara 36-70 meter persegi) meningkat 2,36 persen (yoy) dan tipe besar (luas bangunan lebih besar 70 meter persegi) sebesar 1,70 persen (yoy).

"Pertumbuhan IHPR pada triwulan II 2024 mayoritas dipengaruhi oleh kenaikan harga bangunan. Berdasarkan hasil survei, 43 persen responden menyatakan bahwa kenaikan harga bangunan menjadi penyebab kenaikan harga unit rumah," ujarnya.

Sementara itu, pangsa penjualan terbesar pada triwulan II 2024 yaitu rumah tipe menengah sebesar 49 persen dan tipe rumah kecil sebesar 37 persen.

Erwin menambahkan, meskipun penjualan properti residensial terus tumbuh, namun terdapat sejumlah faktor yang menghambat pengembangan maupun penjualan properti residensial primer di Bali antara lain uang muka rumah (DP), masalah perizinan, suku bunga KPR dan kenaikan harga bangunan.

Selain itu, SHPR juga menunjukkan bahwa pembiayaan pembangunan properti residensial di Bali terutama bersumber dari dana perbankan sebesar 44 persen dan dana sendiri (developer) sebesar 47 persen serta sisanya berasal dari dana pembeli (DP pembelian rumah) sebesar 9 persen.

"Sedangkan dari sisi konsumen, skema pembiayaan dalam pembelian rumah primer mayoritas dilakukan melalui skema pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan pangsa sebesar 80 persen," katanya.

Sedangkan skema lainnya yaitu cash bertahap dan cash keras masing-masing tercatat sebesar 15 persen dan 5 persen dari total penjualan rumah primer di Provinsi Bali.

Skema cash bertahap merupakan metode pembayaran rumah dimana pembeli dapat membayar harga rumah secara bertahap selama periode waktu tertentu yang disepakati antara pembeli dan penjual.

Skema pembayaran cash keras yakni sistem pembayaran ketika pembeli melakukan pembayaran dalam transaksi beli rumah berupa dana tunai atau transfer langsung pada saat transaksi.



Baca juga: Bank Indonesia catat Indeks Harga Properti Residensial di Bali tumbuh 1,48 persen

Baca juga: Sejumlah strategi punya rumah untuk Generasi Milenial dan Z

Baca juga: REI Bali: Realisasi pembangunan rumah subsidi 2022 capai 3.000 unit

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024