Sejumlah petani di Provinsi Bali mulai memanfaatkan aplikasi digital Postalasi yang terintegrasi dengan sistem pembayaran untuk menjual produknya langsung ke produsen tanpa perantara.
“Harga jual melalui aplikasi itu memang menguntungkan,” kata Ketua Kelompok Tani Subak Abian Batur Cepaka Pupuan Nyoman Kasim di Desa Gadungan, Kabupaten Tabanan, Bali, Jumat.
Petani kopi robusta itu menggambarkan sebelumnya harga jual biji kopi campuran (asalan) dijual Rp7,5 juta per kuintal dan setelah melalui aplikasi tersebut harganya naik menjadi rata-rata Rp100 ribu per kuintal.
Ia menambahkan, agar harga bersaing, maka pihaknya harus memastikan produknya berkualitas sebelum dikirim ke produsen.
Saat ini, petani asal Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan itu mengerjakan lahan kopi seluas 193 hektare yang dikerjakan bersama 124 petani dengan rata-rata hasil panen mencapai sekitar 600 kilogram biji kopi per hektare.
Baca juga: OJK Bali: Perluasan akses keuangan petani dan UMKM kurangi tumpuan pariwisata
Selain Kasim, petani lainnya yakni Nyoman Sutiyasa juga menyambut antusias aplikasi tersebut untuk mengunduhnya karena memberikan kepastian harga dan langsung diserap pasar tanpa banyak perantara.
Ia mengharapkan melalui inovasi itu pemasaran produknya bisa lebih luas dari saat ini yang baru menyentuh pasar lokal di Kabupaten Tabanan.
“Mudah-mudahan ini menjembatani petani menjadi lebih efektif,” kata petani cabai rawit dari Kelompok Tani Budi Karya Desa Riang Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan.
Sementara itu, inovator aplikasi Postalasi itu adalah perusahaan agrikultur lokal yakni Talasi di Desa Gadungan, Kabupaten Tabanan.
Head of Supply Chain Talasi Dedy Supriatna menjelaskan sebelum perdana dibuka pada Jumat ini, sebanyak 916 petani dari 30 kelompok tani di seluruh Bali sudah digandeng memanfaatkan aplikasi itu.
Baca juga: Pemkab Badung ajak ketua subak untuk beli gabah petani
Ada pun hasil pertanian yang diserap utamanya yaitu kopi, kakao, vanili, salak, madu, nila aren, cabai, anggur dan jeruk yang sedang proses penyerapan, serta produk pertanian lainnya.
Selain memangkas rantai pasok yang panjang, kehadiran aplikasi itu juga diharapkan memberikan kepastian kepada para petani untuk menjamin keberlanjutan termasuk harga dan pembayaran.
Ada pun harga beli produk pertanian melalui aplikasi itu, kata dia, mencapai rata-rata lima persen di atas harga pasar dengan produk yang diterima memiliki kualitas tinggi.
“Komoditas itu nanti kami olah dan kami pasarkan ke seluruh Indonesia yang fokusnya di wilayah Jabodetabek,” kata Dedy.
Melalui aplikasi tersebut, petani dapat membuat penawaran untuk hasil pertaniannya dan menentukan kualitas (grade) sesuai harga pasar.
Nantinya, ada tim survei yang melakukan pengecekan dan selanjutnya melakukan negosiasi harga. Jika mencapai kesepakatan harga, barang kemudian siap dikirim ke produsen/pembeli.
Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Tabanan Anak Agung Gede Dalem Trisna Ngurah mengharapkan aplikasi digital itu memangkas rantai distribusi dan memberi dampak positif kepada petani.
“Aplikasi ini sebagai solusi petani memasarkan produknya karena ini tidak ada perantara, langsung sehingga keuntungannya juga langsung dirasakan petani,” ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024