Sanggar Seni Bade Mas, Banjar Baler Pasar, Desa Darmasaba, Kabupaten Badung, Bali menampilkan Pagelaran Gamelan Inovatif di Pesta Kesenian Bali (PKB) 2024.
“Pagelaran ini sudah kami siapkan kurang lebih tiga bulan dan memiliki empat garapan dengan judul berbeda dengan personel sebanyak 21 orang, terdiri 2 gerong sisanya penabuh,” ujar Ketua Sanggar Bade Mas Made Suanta di Mangupura, Selasa.
Ia mengatakan penampilan tersebut diharapkan dapat terus melestarikan kesenian Bali khususnya oleh generasi muda dengan menciptakan berbagai inovasi di dalamnya.
“Semoga nanti kedepannya pemerintah tetap menyediakan ruang buat anak-anak muda untuk melestarikan dan berinovasi terhadap kesenian yang ada di Bali,” kata dia.
Dalam pertunjukan itu, penampilan pertama mengambil judul “Jiwa Mukti” yang menggambarkan perjalanan hidup manusia bagai segara tanpa tepi, tanpa batas waktu, hembusan nafas di setiap detik mengandung arti kemandirian dalam sebuah kehidupan.
“Jiwa Mukti ini mengangkat proses tujuan hidup manusia “Moksha” dengan konseptor Bapak Wayan Mulyadi dikenal “Pakyan Mul”, jelas salah satu komposer I Made Adi Suyoga Adnyana.
Berpijak pada intelektual seniman karawitan pendahulu dalam menciptakan karya, menjadi sebuah dasar dalam penggarapan kedua dengan judul “Gema Abyakta Dakara”.
Penampilan itu menawarkan beberapa konsep yang tercetus dalam pemikiran unggul pendahulu, memberikan acuan dasar untuk mengembangkan konsep konsep gegebug yang diaplikasikan.
“Perpaduan gegebug selonding dan pola kekendangan palegongan yang sudah tercipta menjadi sebuah inti sari referensi dalam acuan pengembangan pada penggarapan karya ini, sehingga menjadi sebuah formulasi kompleks dalam karya gamelan inovatif yang berjudul Gema Abyakta Dakara,” tambah Suyoga.
Tajuk Kenang-Kunang menjadi garapan terakhir yang ditampilkan oleh Sanggar Seni Bade Mas dengan I Wayan Eka Widiadi Sucipta selaku komposer Kenang-Kunang menjelaskan, dimana kenang berarti tempat yang tepat, dan kunang adalah kunang-kunang sebagai gambaran manusia.
Menurut Eka Widiadi, setiap kunang-kunang memiliki cahayanya sendiri begitu pun manusia yang mempunyai keunggulannya tersendiri. Jadi kenang- kunang diartikan manusia unggul yang berada di tempat yang tepat untuk mendapatkan harkat martabatnya dan berguna di dalam masyarakat atau lingkungannya.
“Kenang kunang di sini menceritakan bagaimana seseorang bisa memberikan rasa hormat kepada orang lain. Dari sanalah timbul garapan kunang kunang ini bagaimana menghormati seseorang,” pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
“Pagelaran ini sudah kami siapkan kurang lebih tiga bulan dan memiliki empat garapan dengan judul berbeda dengan personel sebanyak 21 orang, terdiri 2 gerong sisanya penabuh,” ujar Ketua Sanggar Bade Mas Made Suanta di Mangupura, Selasa.
Ia mengatakan penampilan tersebut diharapkan dapat terus melestarikan kesenian Bali khususnya oleh generasi muda dengan menciptakan berbagai inovasi di dalamnya.
“Semoga nanti kedepannya pemerintah tetap menyediakan ruang buat anak-anak muda untuk melestarikan dan berinovasi terhadap kesenian yang ada di Bali,” kata dia.
Dalam pertunjukan itu, penampilan pertama mengambil judul “Jiwa Mukti” yang menggambarkan perjalanan hidup manusia bagai segara tanpa tepi, tanpa batas waktu, hembusan nafas di setiap detik mengandung arti kemandirian dalam sebuah kehidupan.
“Jiwa Mukti ini mengangkat proses tujuan hidup manusia “Moksha” dengan konseptor Bapak Wayan Mulyadi dikenal “Pakyan Mul”, jelas salah satu komposer I Made Adi Suyoga Adnyana.
Berpijak pada intelektual seniman karawitan pendahulu dalam menciptakan karya, menjadi sebuah dasar dalam penggarapan kedua dengan judul “Gema Abyakta Dakara”.
Penampilan itu menawarkan beberapa konsep yang tercetus dalam pemikiran unggul pendahulu, memberikan acuan dasar untuk mengembangkan konsep konsep gegebug yang diaplikasikan.
“Perpaduan gegebug selonding dan pola kekendangan palegongan yang sudah tercipta menjadi sebuah inti sari referensi dalam acuan pengembangan pada penggarapan karya ini, sehingga menjadi sebuah formulasi kompleks dalam karya gamelan inovatif yang berjudul Gema Abyakta Dakara,” tambah Suyoga.
Tajuk Kenang-Kunang menjadi garapan terakhir yang ditampilkan oleh Sanggar Seni Bade Mas dengan I Wayan Eka Widiadi Sucipta selaku komposer Kenang-Kunang menjelaskan, dimana kenang berarti tempat yang tepat, dan kunang adalah kunang-kunang sebagai gambaran manusia.
Menurut Eka Widiadi, setiap kunang-kunang memiliki cahayanya sendiri begitu pun manusia yang mempunyai keunggulannya tersendiri. Jadi kenang- kunang diartikan manusia unggul yang berada di tempat yang tepat untuk mendapatkan harkat martabatnya dan berguna di dalam masyarakat atau lingkungannya.
“Kenang kunang di sini menceritakan bagaimana seseorang bisa memberikan rasa hormat kepada orang lain. Dari sanalah timbul garapan kunang kunang ini bagaimana menghormati seseorang,” pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024