Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berbagi pengetahuan dan pengalaman soal keterlibatan organisasi keagamaan dalam mendukung kesehatan reproduksi remaja ke tiga negara tetangga.
Plt Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN Irma Ardiana di Denpasar, Bali, Senin, mengatakan topik yang dibahas Indonesia ke delegasi Vietnam, Malaysia, dan Myanmar, ini tergolong spesifik dan baru.
“Kami ingin membagi pengalaman dari Indonesia untuk negara-negara sahabat mengenai pelibatan aktif para pemuka agama untuk mendukung kesehatan reproduksi remaja,” kata dia dalam kegiatan South South Training Cooperation (SSTC) Knowledge Sharing for Interfaith Youth Leaders’ Best Practices on Adolescent Reproductive Health to Achieve Related Sustainable Development Goals 2030.
Irma mengatakan tiga negara tersebut masuk dalam kelompok kerja sama selatan-selatan yang selama ini aktif terkait program keluarga berencana, kependudukan, dan pembangunan keluarga.
Baca juga: BKKBN sesalkan terjadi 500 ribu perceraian tiap tahun
Terkait topik pelibatan organisasi keagamaan menurutnya adalah kelebihan Indonesia yang dapat dibagikan ke negara tersebut, sebab keberagaman agama yang ada membuat Indonesia memiliki pengalaman yang lebih kaya.
“Indonesia kan multi agama, jadi cara kita untuk mengelola agama yang beragam lebih kaya dibanding negara lain dan juga antar-agama bisa diatur, seperti di Bali ada Puja Mandala yang menyatukan semua agama,” ujarnya.
BKKBN melihat organisasi keagamaan mempunyai peran penting, dimana mereka dapat memberi arahan ke masyarakat langsung perihal isu kesehatan reproduksi remaja yang sangat kompleks.
Ia mencontohkan soal kebijakan keluarga berencana yang sejak dahulu digaungkan pemerintah, namun praktiknya dinilai sangat sulit hingga akhirnya terbantu berkat pelibatan tokoh agama.
Baca juga: BKKBN Bali kolaborasi perguruan tinggi cegah stunting
“Keluarga berencana tidak mudah diimplementasikan tapi kemudian ada pelibatan pemuka agama dan lambat laun jadi gaya hidup, ini kami mau coba pelajari apa yang sudah kami lakukan dengan intervensi ini bisa membantu negara lain dengan isu serupa,” ujarnya.
Peran organisasi keagamaan sendiri terasa dengan keberhasilan program menekan laju pernikahan anak yang kian membaik, dimana BKKBN mencatat rata-rata usia pernikahan dini sudah berada di 22,1 tahun.
BKKBN berharap dengan kegiatan SSTC Indonesia dan negara peserta dapat menginvestasikan kesehatan remaja yang dimulai dari kesehatan reproduksi.
Staf Ahli Gubernur Bali Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan I Made Sudarsana menyambut baik pemilihan Pulau Dewata sebagai tempat para delegasi berbagi ilmu.
Menurut dia Bali merupakan tempat yang tepat untuk kegiatan yang digawangi BKKBN, sebab organisasi keagamaan yang ada di Bali lengkap dan selama ini sudah terjalin kerukunan antar-umat.
Peran tokoh-tokoh ini modal dalam sosialisasi dan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang akhirnya mengantarkan Bali ke rata-rata usia pernikahan dini yang di atas nasional.
“Di Bali selain mayoritas beragama Hindu, banyak juga agama lain yang nyatanya hidup guyup Hindu, Budha, Islam, Protestan, dan Katolik, hidup berdampingan dengan cara beribadah dan tradisi masing-masing tanpa harus mengganggu kemerdekaan agama lainnya,” ucap Sudarsana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Plt Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN Irma Ardiana di Denpasar, Bali, Senin, mengatakan topik yang dibahas Indonesia ke delegasi Vietnam, Malaysia, dan Myanmar, ini tergolong spesifik dan baru.
“Kami ingin membagi pengalaman dari Indonesia untuk negara-negara sahabat mengenai pelibatan aktif para pemuka agama untuk mendukung kesehatan reproduksi remaja,” kata dia dalam kegiatan South South Training Cooperation (SSTC) Knowledge Sharing for Interfaith Youth Leaders’ Best Practices on Adolescent Reproductive Health to Achieve Related Sustainable Development Goals 2030.
Irma mengatakan tiga negara tersebut masuk dalam kelompok kerja sama selatan-selatan yang selama ini aktif terkait program keluarga berencana, kependudukan, dan pembangunan keluarga.
Baca juga: BKKBN sesalkan terjadi 500 ribu perceraian tiap tahun
Terkait topik pelibatan organisasi keagamaan menurutnya adalah kelebihan Indonesia yang dapat dibagikan ke negara tersebut, sebab keberagaman agama yang ada membuat Indonesia memiliki pengalaman yang lebih kaya.
“Indonesia kan multi agama, jadi cara kita untuk mengelola agama yang beragam lebih kaya dibanding negara lain dan juga antar-agama bisa diatur, seperti di Bali ada Puja Mandala yang menyatukan semua agama,” ujarnya.
BKKBN melihat organisasi keagamaan mempunyai peran penting, dimana mereka dapat memberi arahan ke masyarakat langsung perihal isu kesehatan reproduksi remaja yang sangat kompleks.
Ia mencontohkan soal kebijakan keluarga berencana yang sejak dahulu digaungkan pemerintah, namun praktiknya dinilai sangat sulit hingga akhirnya terbantu berkat pelibatan tokoh agama.
Baca juga: BKKBN Bali kolaborasi perguruan tinggi cegah stunting
“Keluarga berencana tidak mudah diimplementasikan tapi kemudian ada pelibatan pemuka agama dan lambat laun jadi gaya hidup, ini kami mau coba pelajari apa yang sudah kami lakukan dengan intervensi ini bisa membantu negara lain dengan isu serupa,” ujarnya.
Peran organisasi keagamaan sendiri terasa dengan keberhasilan program menekan laju pernikahan anak yang kian membaik, dimana BKKBN mencatat rata-rata usia pernikahan dini sudah berada di 22,1 tahun.
BKKBN berharap dengan kegiatan SSTC Indonesia dan negara peserta dapat menginvestasikan kesehatan remaja yang dimulai dari kesehatan reproduksi.
Staf Ahli Gubernur Bali Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan I Made Sudarsana menyambut baik pemilihan Pulau Dewata sebagai tempat para delegasi berbagi ilmu.
Menurut dia Bali merupakan tempat yang tepat untuk kegiatan yang digawangi BKKBN, sebab organisasi keagamaan yang ada di Bali lengkap dan selama ini sudah terjalin kerukunan antar-umat.
Peran tokoh-tokoh ini modal dalam sosialisasi dan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang akhirnya mengantarkan Bali ke rata-rata usia pernikahan dini yang di atas nasional.
“Di Bali selain mayoritas beragama Hindu, banyak juga agama lain yang nyatanya hidup guyup Hindu, Budha, Islam, Protestan, dan Katolik, hidup berdampingan dengan cara beribadah dan tradisi masing-masing tanpa harus mengganggu kemerdekaan agama lainnya,” ucap Sudarsana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024