Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar terus memantapkan aksi konvergensi untuk mencegah kasus stunting di Ibu Kota Provinsi Bali itu dengan berkolaborasi, melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
"Kolaborasi dan aksi konvergensi dalam penanganan stunting sudah dilakukan sejak 2021 dan terus berlanjut sampai sekarang," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Denpasar Anak Agung Ayu Agung Candrawati di Denpasar, Sabtu.
Dalam aksi kolaborasi pencegahan stunting itu, kata dia, Dinkes Denpasar menjadi penggerak untuk intervensi spesifik. Sedangkan untuk intervensi sensitif, lanjutnya,melibatkan OPD terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), kemudian Dinas Ketahanan Pangan serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).
Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sektor kesehatan, seperti asupan makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan.
Baca juga: Wali Kota Denpasar puji kerja sama di desa turunkan stunting
Sedangkan intervensi sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan.
Intervensi sensitif diantaranya melalui penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi, serta peningkatan akses pangan bergizi.
"Intinya dalam siklus kehidupan manusia itu sudah terintervensi yakni mulai dari usia remaja, ibu hamil, bayi, balita kemudian anak sekolah sudah ada intervensi," kata Candrawati.
Untuk kaum remaja perempuan, antara lain melalui pemberian zat penambah darah atau zat besi untuk mencegah anemia. "Ini sebagai salah satu upaya untuk mempersiapkan wanita yang akan hamil," ucapnya.
Selanjutnya juga ada kegiatan posyandu paripurna, safari kesehatan, bazar pangan, dan sebagainya.
Pada 2022, kata dia, angka prevalensi stunting di Kota Denpasar tercatat sebesar 5,5 persen, yang menempatkan Denpasar sebagai kota di Bali dan Indonesia yang terendah prevalensi stuntingnya.
Demikian pula untuk 2023 Kota Denpasar dikabarkan prevalensi stuntingnya kembali membaik di kisaran angka 3 persen. Namun untuk angka ini masih menunggu rilis resmi.
Baca juga: Pemkot Denpasar yakin mampu turunkan stunting jadi 4 persen di 2024
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
"Kolaborasi dan aksi konvergensi dalam penanganan stunting sudah dilakukan sejak 2021 dan terus berlanjut sampai sekarang," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Denpasar Anak Agung Ayu Agung Candrawati di Denpasar, Sabtu.
Dalam aksi kolaborasi pencegahan stunting itu, kata dia, Dinkes Denpasar menjadi penggerak untuk intervensi spesifik. Sedangkan untuk intervensi sensitif, lanjutnya,melibatkan OPD terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), kemudian Dinas Ketahanan Pangan serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).
Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sektor kesehatan, seperti asupan makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan.
Baca juga: Wali Kota Denpasar puji kerja sama di desa turunkan stunting
Sedangkan intervensi sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan.
Intervensi sensitif diantaranya melalui penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi, serta peningkatan akses pangan bergizi.
"Intinya dalam siklus kehidupan manusia itu sudah terintervensi yakni mulai dari usia remaja, ibu hamil, bayi, balita kemudian anak sekolah sudah ada intervensi," kata Candrawati.
Untuk kaum remaja perempuan, antara lain melalui pemberian zat penambah darah atau zat besi untuk mencegah anemia. "Ini sebagai salah satu upaya untuk mempersiapkan wanita yang akan hamil," ucapnya.
Selanjutnya juga ada kegiatan posyandu paripurna, safari kesehatan, bazar pangan, dan sebagainya.
Pada 2022, kata dia, angka prevalensi stunting di Kota Denpasar tercatat sebesar 5,5 persen, yang menempatkan Denpasar sebagai kota di Bali dan Indonesia yang terendah prevalensi stuntingnya.
Demikian pula untuk 2023 Kota Denpasar dikabarkan prevalensi stuntingnya kembali membaik di kisaran angka 3 persen. Namun untuk angka ini masih menunggu rilis resmi.
Baca juga: Pemkot Denpasar yakin mampu turunkan stunting jadi 4 persen di 2024
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024