Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali merespons soal kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang menimpa wisatawan asal Queensland, Australia, saat ia berlibur di Pulau Dewata.
PLT Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Bali I Gusti Ayu Raka Susanti mengatakan pihaknya lebih berfokus pada pencegahan sehingga menyarankan wisatawan melakukan vaksinasi DBD saat masuk daerah endemis, meskipun program ini belum wajib.
“Harapannya wisatawan lebih mewaspadai selama liburan, sehingga selama berwisata tetap sehat, kalau sudah masuk daerah endemis seperti DBD kan selalu ada, salah satunya dengan vaksinasi,” katanya di Denpasar, Sabtu.
Menurutnya, vaksinasi demam berdarah adalah upaya membentengi diri, bahkan tidak hanya bisa dilakukan wisatawan melainkan juga masyarakat Bali.
Dinkes Bali tidak memiliki data khusus jumlah wisatawan yang terpapar demam berdarah, namun secara keseluruhan angka DBD di Bali cukup tinggi dengan total kasus Januari-April 4.177 kasus dan lima meninggal dunia.
“Kalau vaksinasi demam berdarah belum masuk program wajib, jadi masih berbayar. Kalau tidak salah Rp400 ribu sekali suntik, kalau masyarakat mau itu silahkan ke fasilitas kesehatan yang sudah menyediakan, bisa untuk bayi sampai lansia,” ujar Raka.
Diketahui wisatawan perempuan asal Australia yang membagikan kisahnya saat positif DBD sedang berada di Ubud, Gianyar, dimana menurut Raka kabupaten tersebut merupakan tiga kabupaten tertinggi kasus DBD tahun ke tahun.
Adapun dua daerah lainnya yaitu Denpasar dan Badung. Ketiga kabupaten/kota tersebut memiliki mobilitas yang padat, sehingga angka DBD tinggi, khususnya saat musim penghujan Januari-April.
Meski demikian Dinkes Bali mengaku selalu melakukan pencegahan dan edukasi, seperti turun melalui puskesmas dan jumantik, memastikan masyarakat ikut terlibat dalam pemberantasan sarang nyamuk.
Terkait edukasi, ketika masyarakat maupun wisatawan tidak melakukan vaksinasi, menurutnya, dapat dialihkan dengan mencari alternatif agar tidak mendapat gigitan nyamuk.
“Surveilans akan melakukan pengamatan ada tidak penyebaran. Nah sebelum itu ada promosi kesehatan edukasi, biasanya puskesmas ke camat, lalu mereka masuk ke hotel dan vila,” kata Raka.
“Memang kalau demam berdarah ini bagaimana masyarakat menghindari gigitan, seperti pakai losion anti nyamuk karena jam-jam menggigit nyamuk siang, mungkin di semprot, pakai kelambu, atau alat obat nyamuk listrik,” ucapnya.
Baca juga: Kemenkes catat 455 kematian akibat demam berdarah, sepanjang 2024
Baca juga: Praktisi kesehatan soroti naiknya kasus DBD berkaitan dengan perubahan cuaca
Baca juga: Jumlah kasus DBD di Bangli naik 65 persen
Baca juga: Dinkes Bali catat kasus DBD awal 2024 tak sebanyak tahun 2023
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
PLT Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Bali I Gusti Ayu Raka Susanti mengatakan pihaknya lebih berfokus pada pencegahan sehingga menyarankan wisatawan melakukan vaksinasi DBD saat masuk daerah endemis, meskipun program ini belum wajib.
“Harapannya wisatawan lebih mewaspadai selama liburan, sehingga selama berwisata tetap sehat, kalau sudah masuk daerah endemis seperti DBD kan selalu ada, salah satunya dengan vaksinasi,” katanya di Denpasar, Sabtu.
Menurutnya, vaksinasi demam berdarah adalah upaya membentengi diri, bahkan tidak hanya bisa dilakukan wisatawan melainkan juga masyarakat Bali.
Dinkes Bali tidak memiliki data khusus jumlah wisatawan yang terpapar demam berdarah, namun secara keseluruhan angka DBD di Bali cukup tinggi dengan total kasus Januari-April 4.177 kasus dan lima meninggal dunia.
“Kalau vaksinasi demam berdarah belum masuk program wajib, jadi masih berbayar. Kalau tidak salah Rp400 ribu sekali suntik, kalau masyarakat mau itu silahkan ke fasilitas kesehatan yang sudah menyediakan, bisa untuk bayi sampai lansia,” ujar Raka.
Diketahui wisatawan perempuan asal Australia yang membagikan kisahnya saat positif DBD sedang berada di Ubud, Gianyar, dimana menurut Raka kabupaten tersebut merupakan tiga kabupaten tertinggi kasus DBD tahun ke tahun.
Adapun dua daerah lainnya yaitu Denpasar dan Badung. Ketiga kabupaten/kota tersebut memiliki mobilitas yang padat, sehingga angka DBD tinggi, khususnya saat musim penghujan Januari-April.
Meski demikian Dinkes Bali mengaku selalu melakukan pencegahan dan edukasi, seperti turun melalui puskesmas dan jumantik, memastikan masyarakat ikut terlibat dalam pemberantasan sarang nyamuk.
Terkait edukasi, ketika masyarakat maupun wisatawan tidak melakukan vaksinasi, menurutnya, dapat dialihkan dengan mencari alternatif agar tidak mendapat gigitan nyamuk.
“Surveilans akan melakukan pengamatan ada tidak penyebaran. Nah sebelum itu ada promosi kesehatan edukasi, biasanya puskesmas ke camat, lalu mereka masuk ke hotel dan vila,” kata Raka.
“Memang kalau demam berdarah ini bagaimana masyarakat menghindari gigitan, seperti pakai losion anti nyamuk karena jam-jam menggigit nyamuk siang, mungkin di semprot, pakai kelambu, atau alat obat nyamuk listrik,” ucapnya.
Baca juga: Kemenkes catat 455 kematian akibat demam berdarah, sepanjang 2024
Baca juga: Praktisi kesehatan soroti naiknya kasus DBD berkaitan dengan perubahan cuaca
Baca juga: Jumlah kasus DBD di Bangli naik 65 persen
Baca juga: Dinkes Bali catat kasus DBD awal 2024 tak sebanyak tahun 2023
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024