Denpasar (Antara Bali) - Provinsi Bali berpotensi menjadi pasar gelap narkoba di Indonesia, kata Direktur Narkoba Kepolisian Daerah Bali Komisaris Besar Polisi Mulyadi di Denpasar, Kamis.
"Dari penyidikan dan data yang kami miliki harga narkoba di Bali jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah dan negara lain," katanya.
Ia menyebutkan bahwa harga 1 kilogram sabu-sabu di pasar gelap di New Delhi, India, sekitar 1.200 dolar AS, sedangkan di Bali dengan takaran yang sama dijual sekitar Rp1,8 miliar.
Ia mengungkapkan disasarnya Pulau Dewata sebagai pasar potensial karena peminat barang haram itu cukup banyak mengingat Bali merupakan daerah tujuan wisata internasional sehingga tidak jarang wisatawan mengisi liburan dengan penyalahgunaan narkoba.
Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali Gusti Ngurah Budiartha mengungkapkan bahwa penyalahguna narkoba di Pulau Dewata berdasarkan data Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia dan BNN sebagian besar terjadi pada masyarakat usia 15-35 tahun.
"Total jumlah pengguna narkoba di Bali untuk usia 15-35 tahun sebanyak 1,8 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 50.531 orang, berdasarkan penelitian tahun 2011 yang diumumkan tahun 2012," ujar Budiartha.
Oleh karena itu pihaknya mengharapkan agar orang tua dan lingkungan turut berperan dalam mengantisipasi penyebaran narkoba di kalangan generasi muda. Banyaknya pengguna narkoba di kalangan generasi muda mengilhami adanya pembentukan kader anti-narkoba.
Ketua Bhayangkari Polda Bali, Megasari Manhatanti Arif Wachyunadi usai pembentukan kader anti-narkoba menyatakan bahwa melalui pembentukan kader tersebut maka diharapkan generasi muda juga turut berperan memerangi narkoba, membantu pemerintah dan aparat penegak hukum.
"Mereka akan mendapatkan pelatihan terkait bahaya narkoba dan saya harapkan mereka bisa menjadi 'trainer' bagi temen-temennya di sekolah dan di lingkungannya. Kami setiap enam bulan sekali akan menindaklanjuti program tersebut," ujarnya. (DWA/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Dari penyidikan dan data yang kami miliki harga narkoba di Bali jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah dan negara lain," katanya.
Ia menyebutkan bahwa harga 1 kilogram sabu-sabu di pasar gelap di New Delhi, India, sekitar 1.200 dolar AS, sedangkan di Bali dengan takaran yang sama dijual sekitar Rp1,8 miliar.
Ia mengungkapkan disasarnya Pulau Dewata sebagai pasar potensial karena peminat barang haram itu cukup banyak mengingat Bali merupakan daerah tujuan wisata internasional sehingga tidak jarang wisatawan mengisi liburan dengan penyalahgunaan narkoba.
Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali Gusti Ngurah Budiartha mengungkapkan bahwa penyalahguna narkoba di Pulau Dewata berdasarkan data Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia dan BNN sebagian besar terjadi pada masyarakat usia 15-35 tahun.
"Total jumlah pengguna narkoba di Bali untuk usia 15-35 tahun sebanyak 1,8 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 50.531 orang, berdasarkan penelitian tahun 2011 yang diumumkan tahun 2012," ujar Budiartha.
Oleh karena itu pihaknya mengharapkan agar orang tua dan lingkungan turut berperan dalam mengantisipasi penyebaran narkoba di kalangan generasi muda. Banyaknya pengguna narkoba di kalangan generasi muda mengilhami adanya pembentukan kader anti-narkoba.
Ketua Bhayangkari Polda Bali, Megasari Manhatanti Arif Wachyunadi usai pembentukan kader anti-narkoba menyatakan bahwa melalui pembentukan kader tersebut maka diharapkan generasi muda juga turut berperan memerangi narkoba, membantu pemerintah dan aparat penegak hukum.
"Mereka akan mendapatkan pelatihan terkait bahaya narkoba dan saya harapkan mereka bisa menjadi 'trainer' bagi temen-temennya di sekolah dan di lingkungannya. Kami setiap enam bulan sekali akan menindaklanjuti program tersebut," ujarnya. (DWA/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013