Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengkaji kebijakan kenaikan tarif pajak hiburan termasuk industri spa dari 15 persen menjadi 40 persen dapat direvisi setelah mendapat keluhan dari pelaku pariwisata di Bali.

"Seluruh kebijakan termasuk pajak akan disesuaikan agar sektor (pariwisata) ini kuat, agar sektor ini bisa menciptakan lebih banyak peluang usaha dan lapangan kerja," kata Sandiaga Uno di sela membuka Konferensi Pariwisata Asia Pasifik di BNDCC Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.

Menurut dia, upaya itu dilakukan karena pariwisata dan ekonomi kreatif merupakan sektor utama dalam transformasi ekonomi Indonesia mengingat peran besar dalam perekonomian negara.

Ia pun memahami keluhan pelaku pariwisata setelah tarif pajak hiburan termasuk industri spa/mandi uap itu naik, seperti yang terjadi di di Kabupaten Badung, Bali yang mencapai 40 persen dari sebelumnya mencapai 15 persen.

Sedangkan di sisi lain, destinasi pariwisata termasuk di Bali sedang bersaing dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara di antaranya Vietnam dan Thailand, setelah perbaikan dari pandemi COVID-19.

"Jadi yang menjadi kekhawatiran dapat kami mengerti tapi jangan terlalu gusar dan khawatir karena kami bekerja sama dengan industri sudah mencarikan solusi dan kami pastikan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan akan kami prioritaskan," ucap Sandiaga.

Menparekraf juga mengakui banyak mendapatkan keluhan dari pelaku pariwisata baik secara langsung maupun melalui surat, termasuk upaya menguji kembali atau Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan kenaikan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

"Saya sudah mendapatkan surat, e-mail yang keras dan langkah hukum yang akan mereka lakukan termasuk Judicial Review di MK mengenai tarif pajak," ucap Sandiaga.

Sementara itu, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Agung Parta Adnyana dalam kesempatan yang sama mengungkapkan industri spa menjadi salah satu sektor yang terdampak atas kebijakan kenaikan tarif PBJT itu.

"Menurut kami ini akan melemahkan Bali salah satunya karena baru selesai pandemi, kami sedang berkompetisi (negara lain). Rekan kami di industri spa sudah lakukan Judicial Review ke MK, mudah-mudahan ini (kenaikan tarif pajak) bisa ditunda atau spa tidak dimasukkan sebagai jenis hiburan," ucapnya.

Tarif PBJT diatur dalam pasal 58 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Undang-undang yang disahkan pada 5 Januari 2022 itu menyebutkan khusus untuk tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen, sesuai pasal 58 ayat 2.

Lahirnya undang-undang itu dan aturan turunan yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 tahun 2023 menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menaikkan tarif PBJT termasuk industri spa, salah satunya di Kabupaten Badung, Bali, yang mayoritas pendapatan asli daerahnya (PAD) dari industri pariwisata.

Pemkab Badung misalnya menerbitkan aturan yang berlandaskan undang-undang itu yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2023 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Perda yang diundangkan pada 28 Desember 2023 itu berlaku mulai 1 Januari 2024 menerapkan besaran tarif pajak daerah khusus untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa sebesar 40 persen.

Sedangkan perda sebelumnya yang kini sudah dicabut yakni Perda Nomor 8 tahun 2020 yang mengatur tentang pajak hiburan besaran pajaknya mencapai 15 persen.




Baca juga: Menparekraf fokus garap pariwisata berkelanjutan di Tanah Air pada 2024

Baca juga: PHRI Bali - Menparekraf akan gelar diskusi bahas kenaikan pajak spa

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024