Mataram (Antara Bali) - Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan prihatin atas kerusuhan yang kembali menimpa Sumbawa Besar, ibu kota Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada Selasa (22/1), setelah peristiwa serupa sebelumnya pada 17 November 1980.

"Kita semua prihatin dengan terjadinya kerusuhan di Sumbawa Besar, walapun tidak ada korban jiwa, namun kerusakan bangunan tempat tinggal termasuk hotel. Ini cukup menyedihkan," kata tokoh Muhammadiyah yang juga putra kelahiran Sumbawa Besar itu ketika dihubungi dari Mataram, Rabu.

Kerusuhan di Sumbawa Besar terjadi pada Selasa (22/1) mengakibatkan belasan bangunan rumah, termasuk hotel rusak parah. Aksi perusakan itu diduga dipicu oleh isu bernuansa SARA.

Din mengaku prihatin karena kerusuhan yang pernah terjadi pada 1980, kembali terulang dengan faktor penyebab maupun akibatnya hampir sama, yakni karena sentimen kesukuan dan keagamaan.

"Ini berarti masih ada masalah dalam masyarakat yang perlu segera diselesaikan. Tentu ini merupakan tanggung jawab kita semua baik pemerintah, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat," katanya.

Din mengemukakan peristiwa di Sumbawa Besar tersebut tidak perlu terjadi dalam bentuk tindakan kekerasan maupun perusakan karena faktor pemicunya tidak ada kaitan dengan suku, agama, ras, dan antargologan.

Menurut dia, kasus itu merupakan kejadian antara anak manusia dan anggota masyarakat yang bisa diselesaikan secara hukum, bukan dengan tindakan kekerasan oleh pihak keluarga korban.

"Karena itu, saya minta hal ini diusut sampai tuntas, jangan menjadi preseden buruk lagi. Itu sebenarnya hanya merupakan peristiwa antara dua anak manusia yang kebetulan beda suku dan agama yang kemudian dikaitkan dengan sentimen kesukuan dan keagamaan," katanya. (*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013