Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Bali mengolah sampah mangrove menjadi produk kerajinan dengan teknik ecoprint yakni menggunakan warna dan motif berbahan alami untuk menekan pencemaran lingkungan dari bahan kimia.
"Kami mulai meniatkan ini menjadi usaha kerajinan pada 2019," kata pelaku UMKM ecoprint I Nyoman Yenni Susanti di Denpasar, Senin.
Yenni yang tinggal Taman Griya, Jimbaran, Kabupaten Badung, yang berdekatan dengan kawasan hutan mangrove mengaku awalnya hobi mengolah bahan dari bakau menjadi olahan kripik dan camilan yang saat itu belajar dari media sosial, Youtube.
Kreativitasnya meluas ketika menyadari banyak sampah berupa batang dan daun bakau yang terbuang belum dimanfaatkan optimal dan hanya menjadi sampah.
Baca juga: Pelajar Bali dan SMA 70 Jakarta tanam mangrove di taman hutan Ngurah Rai
Memiliki latar belakang sebagai penyuluh lingkungan, ia pun mulai membuat kerajinan berbahan kain menggunakan pewarna dari kulit batang mangrove dan daunnya sebagai motif.
"Saya buat dalam bentuk hadiah lalu diberikan ke teman-teman. Ternyata banyak yang suka dan pesan, akhirnya 2019 kami mulai bisnis," ucapnya.
Akhirnya, Yenni mulai menjalankan usaha kriya dengan teknik ecoprint dengan bahan dasar kulit dan kain yang diaplikasikan menjadi produk sandal, tas, topi dompet, sepatu, dan kipas.
Untuk pewarnaan, ia menggunakan 100 persen warna alami yang diambil dari kulit kayu pohon mangrove yang tidak terpakai dan buah mangrove atau lindur yang sebelumnya berserakan di tanah, ia gunakan untuk pewarna, serta daun-daunnya digunakan untuk motif.
Baca juga: Maybank Indonesia tanam 2.000 bibit mangrove di Benoa
Pemasaran usaha kerajinan yang dimulai saat pandemi COVID-19 itu pun menggunakan penjualan daring yang menarik minat konsumen melalui media sosial TikTok dan lapak penjualan daring lainnya.
Ia merasa dimudahkan dengan layanan digital yang saat ini berkembang di antaranya pembayaran digital melalui QRIS.
Saat ini, setelah pandemi COVID-19 mereda ia pun merambah pasar konvensional bahkan merambah gerai pusat perbelanjaan dan toko oleh-oleh di Bali.
Tak hanya itu, ia pun diajak mengikuti pameran Bank BRI, karena merupakan nasabah bank BUMN itu.
Meski sarana penjualan lebih luas, namun untuk penjualan produk masih dihitung dengan jari yakni rata-rata per bulan menjual hingga sekitar 150 jenis kerajinan berbagai produk.
Ada pun produknya dijual dengan harga bervariasi mulai Rp150 ribu hingga paling tinggi yakni tas mencapai Rp1 juta.
"Apalagi kegiatannya skala besar, jadi sangat membantu dari sisi penjualan produk," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Kami mulai meniatkan ini menjadi usaha kerajinan pada 2019," kata pelaku UMKM ecoprint I Nyoman Yenni Susanti di Denpasar, Senin.
Yenni yang tinggal Taman Griya, Jimbaran, Kabupaten Badung, yang berdekatan dengan kawasan hutan mangrove mengaku awalnya hobi mengolah bahan dari bakau menjadi olahan kripik dan camilan yang saat itu belajar dari media sosial, Youtube.
Kreativitasnya meluas ketika menyadari banyak sampah berupa batang dan daun bakau yang terbuang belum dimanfaatkan optimal dan hanya menjadi sampah.
Baca juga: Pelajar Bali dan SMA 70 Jakarta tanam mangrove di taman hutan Ngurah Rai
Memiliki latar belakang sebagai penyuluh lingkungan, ia pun mulai membuat kerajinan berbahan kain menggunakan pewarna dari kulit batang mangrove dan daunnya sebagai motif.
"Saya buat dalam bentuk hadiah lalu diberikan ke teman-teman. Ternyata banyak yang suka dan pesan, akhirnya 2019 kami mulai bisnis," ucapnya.
Akhirnya, Yenni mulai menjalankan usaha kriya dengan teknik ecoprint dengan bahan dasar kulit dan kain yang diaplikasikan menjadi produk sandal, tas, topi dompet, sepatu, dan kipas.
Untuk pewarnaan, ia menggunakan 100 persen warna alami yang diambil dari kulit kayu pohon mangrove yang tidak terpakai dan buah mangrove atau lindur yang sebelumnya berserakan di tanah, ia gunakan untuk pewarna, serta daun-daunnya digunakan untuk motif.
Baca juga: Maybank Indonesia tanam 2.000 bibit mangrove di Benoa
Pemasaran usaha kerajinan yang dimulai saat pandemi COVID-19 itu pun menggunakan penjualan daring yang menarik minat konsumen melalui media sosial TikTok dan lapak penjualan daring lainnya.
Ia merasa dimudahkan dengan layanan digital yang saat ini berkembang di antaranya pembayaran digital melalui QRIS.
Saat ini, setelah pandemi COVID-19 mereda ia pun merambah pasar konvensional bahkan merambah gerai pusat perbelanjaan dan toko oleh-oleh di Bali.
Tak hanya itu, ia pun diajak mengikuti pameran Bank BRI, karena merupakan nasabah bank BUMN itu.
Meski sarana penjualan lebih luas, namun untuk penjualan produk masih dihitung dengan jari yakni rata-rata per bulan menjual hingga sekitar 150 jenis kerajinan berbagai produk.
Ada pun produknya dijual dengan harga bervariasi mulai Rp150 ribu hingga paling tinggi yakni tas mencapai Rp1 juta.
"Apalagi kegiatannya skala besar, jadi sangat membantu dari sisi penjualan produk," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023