Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Bali mengadakan tes tuberkulosis (TBC) terhadap warga binaan guna mencegah penyakit menular.
"Kami adakan tes TBC secara berkala," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali Anggiat Napitupulu di Denpasar, Senin.
Menurut dia, pemeriksaan kesehatan itu merupakan kewajiban negara dalam memenuhi hak setiap warga negara, tidak terkecuali warga binaan pemasyarakatan yang memiliki hak untuk memperoleh kesehatan.
Tes TBC itu menyasar Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Bangli mulai Senin (21/8) hingga Jumat (25/8) melalui pemeriksaan gejala TBC dan foto thorax menggunakan X-ray.
Pemeriksaan kesehatan itu dengan menggandeng Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli, Puskesmas I Susut, dan klinik kesehatan.
Tes TBC itu dilaksanakan di Poliklinik Lapas Narkotika Bangli dengan target 1.036 warga binaan pemasyarakatan.
Kepala Lapas Narkotika Bangli Agus Pritiatno menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan itu juga untuk meningkatkan kualitas hidup warga binaan.
Pemeriksaan aktif untuk mendeteksi TBC itu, lanjut dia, merupakan langkah penting dalam pencegahan dan pengendalian penyakit menular di lingkungan warga binaan sekaligus meningkatkan kualitas hidup mereka.
Tahapan pemeriksaan kesehatan dilakukan satu per satu melalui proses tanya jawab terkait dengan kondisi kesehatan mereka, termasuk gejala TBC.
Usai pemeriksaan kesehatan, warga binaan diarahkan untuk pengambilan sampel dahak dan penilaian klinis guna deteksi potensi infeksi TBC.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis di paru yang disebut juga dengan TB paru.
Bakteri itu menyebar ketika seseorang menghirup percikan ludah (droplet) saat penderita TBC batuk, berbicara, bersin, tertawa, atau bernyanyi.
Bakteri TBC menyerang paru menyebabkan gangguan pernapasan, seperti batuk kronis dan sesak napas.
Penderita TBC biasanya juga mengalami gejala lain seperti berkeringat pada malam hari dan demam.
Pengobatan penyakit tuberkulosis biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan aturan minum obat yang ketat guna mencegah risiko terjadinya resistensi antibiotik. Apabila tidak ditangani dengan segera, kata dia, TBC dapat berakibat fatal.
Kemenkes menyebutkan ada beberapa kelompok yang berisiko tinggi tertular TBC, di antaranya orang yang tinggal di permukiman padat dan kumuh, orang lanjut usia (lansia), dan anak-anak.
Selain itu, pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif, kemudian penderita kecanduan alkohol, perokok, dan orang dengan kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita HIV/AIDS, kanker, diabetes, dan orang yang menjalani transplantasi organ.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Kami adakan tes TBC secara berkala," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali Anggiat Napitupulu di Denpasar, Senin.
Menurut dia, pemeriksaan kesehatan itu merupakan kewajiban negara dalam memenuhi hak setiap warga negara, tidak terkecuali warga binaan pemasyarakatan yang memiliki hak untuk memperoleh kesehatan.
Tes TBC itu menyasar Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Bangli mulai Senin (21/8) hingga Jumat (25/8) melalui pemeriksaan gejala TBC dan foto thorax menggunakan X-ray.
Pemeriksaan kesehatan itu dengan menggandeng Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli, Puskesmas I Susut, dan klinik kesehatan.
Tes TBC itu dilaksanakan di Poliklinik Lapas Narkotika Bangli dengan target 1.036 warga binaan pemasyarakatan.
Kepala Lapas Narkotika Bangli Agus Pritiatno menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan itu juga untuk meningkatkan kualitas hidup warga binaan.
Pemeriksaan aktif untuk mendeteksi TBC itu, lanjut dia, merupakan langkah penting dalam pencegahan dan pengendalian penyakit menular di lingkungan warga binaan sekaligus meningkatkan kualitas hidup mereka.
Tahapan pemeriksaan kesehatan dilakukan satu per satu melalui proses tanya jawab terkait dengan kondisi kesehatan mereka, termasuk gejala TBC.
Usai pemeriksaan kesehatan, warga binaan diarahkan untuk pengambilan sampel dahak dan penilaian klinis guna deteksi potensi infeksi TBC.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis di paru yang disebut juga dengan TB paru.
Bakteri itu menyebar ketika seseorang menghirup percikan ludah (droplet) saat penderita TBC batuk, berbicara, bersin, tertawa, atau bernyanyi.
Bakteri TBC menyerang paru menyebabkan gangguan pernapasan, seperti batuk kronis dan sesak napas.
Penderita TBC biasanya juga mengalami gejala lain seperti berkeringat pada malam hari dan demam.
Pengobatan penyakit tuberkulosis biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan aturan minum obat yang ketat guna mencegah risiko terjadinya resistensi antibiotik. Apabila tidak ditangani dengan segera, kata dia, TBC dapat berakibat fatal.
Kemenkes menyebutkan ada beberapa kelompok yang berisiko tinggi tertular TBC, di antaranya orang yang tinggal di permukiman padat dan kumuh, orang lanjut usia (lansia), dan anak-anak.
Selain itu, pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif, kemudian penderita kecanduan alkohol, perokok, dan orang dengan kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita HIV/AIDS, kanker, diabetes, dan orang yang menjalani transplantasi organ.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023