Oleh Teguh Imam Wibowo
Pontianak (Antara Bali) - Tahun 2012 mungkin akan menjadi salah satu masa yang tercatat penting dalam upaya perlindungan bagi satwa langka, khususnya penyu, di Kalimantan Barat.
Bermaksud melindungi penyu dari serbuan para pencuri telur, Yanto alias Anong (26), malah jadi terdakwa di Pengadilan Negeri Sambas, Kabupaten Sambas.
Ia menjadi terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap Irwan, warga Paloh, yang notabene terbilang satu daerah dengan Anong. Di persidangan terungkap kalau Irwan dan dua rekannya berniat untuk mencuri telur penyu.
Namun, Jaksa Anjar Purbo Sasongko dalam sidang di Pengadilan Negeri Sambas di Sambas, Kamis (20/12), tetap menuntut Anong dengan hukuman 6 bulan penjara.
Jaksa muda itu menilai perbuatan Anong yang memberatkan membuat korban yakni Irwan mengalami rasa sakit atas tindakan yang dilakukannya. Sedangkan yang meringankan, tindakan yang dilakukan Anong bertujuan untuk melindungi penyu Paloh dari ancaman lingkungan, meski dengan cara yang salah.
Desakan agar hakim membebaskan Anong pun muncul dari beragam pihak. Shertiyan misalnya, koordinator solidaritas untuk Anong dari Fakultas MIPA Untan mendesak agar hakim membebaskan Anong dari kasus hukum, dengan pertimbangan latar belakang terjadinya perkelahian yang berujung proses di Pengadilan Negeri Sambas.
"Jika dilihat berdasarkan kronologis kejadian, terlihat bahwa Anong hanya melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap penyu yang bertelur," kata dia.
Environment Lawyer Clinic (ELC) menilai penanganan kasus Anong oleh Kejaksaan Negeri Sambas terkesan dipaksakan. "Karena unsur yang didakwakan sepanjang persidangan, tidak terpenuhi," kata AR Nazar, dari ELC.
Menurut dia, Anong didakwa melanggar pasal 351 KUHP. Pasal tersebut menjelaskan bahwa harus ada perbuatan, unsur kekerasan dalam satu arah. Namun, antara Anong dan Irwan terjadi perkelahian.
Bermula Anong bekerja sebagai Monitoring Assistant WWF-Indonesia Program Kalbar dengan tugas menjaga keselamatan penyu dari ancaman pemburu di Pantai Paloh, Kabupaten Sambas, setahun lebih sebelum peristiwa yang menyeretnya ke meja hijau.
Hesty, 25, sang istri, kini mengaku was-was. "Tapi mau gimana lagi, ini sudah menjadi tugasnya," ujar Hesty sambil menggendong anak kedua mereka, Dio Aldiano yang masih berusia 2,5 tahun.
Telur Penyu
Wanita berkerudung itu setia mendampingi Anong setiap kali disidang. Ia datang dari Setinggah, desa di Kecamatan Paloh. Jaraknya puluhan kilometer dari Kota Sambas.
Saat kejadian, Hesty di rumah. Sejak membantu WWF di Paloh, Anong kerap keluar malam. Sesuai tugasnya, ia memantau pantai untuk memastikan tidak ada yang mencoba mengambil telur penyu.
"Dulu telur penyu memang bebas diperjualbelikan, tetapi sejak ada WWF, tidak boleh lagi," kata Hesty yang membuka warung kecil-kecilan. Masyarakat semakin banyak yang paham bahwa penyu adalah hewan langka yang terancam punah.
Hesty tahu kalau Anong tersangkut kasus dari orang lain. Anong semula enggan bercerita, dan kemudian mengaku kepadanya karena tidak ingin membuat Hesty khawatir.
Pada 5 Agustus malam, Anong beserta dua rekan, masing-masing Redy (Monitoring Assistant WWF) dan Andy (anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) "Kambau Borneo") sedang menjalankan tugas di pantai peneluran penyu di wilayah B (Sungai Ubah).
Pemantauan itu berdasarkan permintaan Pokmaswas Kambau Borneo pada awal Mei 2012, ke WWF agar dapat ikut membantu patroli guna mengantisipasi puncak peneluran penyu di Pantai Paloh.
Pokmaswas Kambau Borneo dibentuk dengan SK No 1 Tahun 2011 Kepala Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, yang kemudian didukung surat rekomendasi dari Camat Paloh. Tugas Pokmaswas adalah melakukan pengawasan dan pengamanan di bidang perikanan dan kelautan di pesisir Desa Sebubus, di samping melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk melestarikan sumber daya kelautan dan perikanan yang ada di Desa Sebubus, khususnya penyu.
Kawasan Sungai Ubah tersebut cukup rawan karena sarang telur penyu kerap kali raib. Sekitar pukul 19.00 WIB, tim tersebut memantau tiga warga berkendara satu sepeda motor.
Ketiganya mendekati penyu yang sedang menggali sarang. Mereka terpantau sedang menghapus jejak kaki penyu di pantai. Tujuannya, agar pengawas tidak mengetahui keberadaan penyu yang hendak bertelur itu.
Tim kemudian memergoki ketiganya dan menanyakan ikhwal keberadaan mereka di pantai yang akhirnya berujung perkelahian antara Anong dan seorang warga bernama Irwan.
Irwan mengalami luka di bagian kepala dan harus menjalani perawatan medis di Pos Kesehatan TNI Pengaman Perbatasan Kostrad 305. Sempat ada kesepakatan bahwa kedua belah pihak akan berdamai. Biaya pengobatan Irwan akan ditanggung WWF dan Posmaswas Kambau Borneo.
Namun, tanggal 8 Agustus, Anong dilaporkan ke Polsek Paloh. Hamdi, Babinsa Temajuk, yang juga paman dari Irwan, meminta uang kompensasi Rp10 juta atas kejadian antara Anong dan Irwan. Permintaan itu tidak dituruti dengan pertimbangan akan menjadi preseden buruk bagi upaya perlindungan penyu ke depan. Sebulan sesudahnya, pemberkasan kasus itu dianggap sudah lengkap dan dilimpahkan ke Kejari Sambas. Anong kemudian ditahan di Rutan Klas IIb Sambas.
Di persidangan, Irwan dan dua rekannya, Beben dan Adidas, mengakui tujuan mereka datang malam-malam di Sungai Ubah, untuk berburu telur penyu. Padahal, ketiganya tahu bahwa itu dilarang dan banyak imbauan yang terpampang di sekitar pantai.
Mereka juga mengakui kalau upaya perburuan itu sudah dilakukan lebih dari satu kali. Upaya itu pada 5 Agustus malam gagal karena kepergok dengan tim monitoring penyu dari WWF dan Pokmaswas Kambau Borneo. Peristiwa itu berujung perkelahian dan ditahannya Anong.
Hamdi di sidang mengakui, upaya damai yang dilakukan gagal karena WWF tidak memenuhi permintaan dari pelapor yaitu uang sebesar Rp10 juta. Selain itu, Hamdi menganggap tidak ada itikad baik yang dilakukan dari pihak Anong.
Koordinator WWF-Indonesia Program Kalbar Hermayani Putera mengatakan, upaya perlindungan penyu di Paloh adalah tugas semua pihak karena jelas diatur Undang-undang. "Anong bagi saya adalah simbol sekaligus representasi dari upaya kita bersama menjaga lingkungan hidup," ucap Hermayani.
Surga Penyu
Pantai di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalbar mempunyai hamparan pasir putih yang landai menjadi tempat ideal untuk penyu-penyu bertelur.
Pantai dengan panjang 63 kilometer itu diakui sebagai lokasi peneluran penyu, terutama untuk jenis penyu hijau (Chelonia mydas), yang terpanjang di dunia.
Musim puncak penyu bertelur di Pantai Paloh antara Juni hingga Oktober. Penyu hijau dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) merupakan dua penyu endemik yang paling sering mendarat di Pantai Paloh untuk bertelur.
Penyu siap untuk bereproduksi setelah usia 29 - 30 tahun. Masa bertelur juga berdasarkan siklus tertentu, yakni dalam kurun waktu 3 - 5 tahun. Selama periode tersebut, telur bisa bertelur lima sampai delapan kali. Kemudian, penyu akan kembali bertelur tiga sampai lima tahun lagi.
Satu kali penyu bertelur rata-rata sebanyak seratus butir. Namun lambat laun, pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna tersebut secara perlahan sepertinya mulai ditinggalkan penyu, hewan purba yang diperkirakan sudah ada sejak akhir zaman Jura (145 - 208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus itu.
Beberapa tahun terakhir, WWF Indonesia baru melakukan pengamatan secara intensif di Pantai Paloh. Berdasarkan pengamatan WWF - Indonesia, lokasi yang paling sering didarati penyu di Pantai Paloh untuk bertelur adalah area sepanjang 19,3 kilometer dari Sungai Belacan ke Mutusan.
Di tahun 2009, jumlah sarang telur penyu hijau di pantai itu saat puncak musim adalah 2.102 buah, penyu sisik 41 buah. Sedangkan di tahun 2010, pada periode yang sama, ada 1.501 sarang telur penyu hijau, penyu sisik delapan sarang. Sementara sepanjang tahun 2010, total sarang penyu hijau adalah 1.994 buah, penyu sisik 46 buah.
Jumlah penyu hijau yang mendarat di pantai tersebut, di tahun 2010 sebanyak 4.123 individu, penyu sisik 72 individu. Tidak semua penyu yang mendarat di pantai, bertelur.
Sementara penyu belimbing (Dermochelys coriacea) sangat jarang terlihat. Selain menjadi tempat bertelur, Kalbar juga menjadi surga bagi para pedagang telur penyu.
Berdasarkan hasil investigasi dari WWF Indonesia yang ada di Kalimantan, diketahui bahwa Kalbar dan Kaltim sejak lama dikenal sebagai sentra perdagangan telur penyu di Indonesia.
Lembaga internasional "Human Society International" yang berkedudukan di Australia, pernah melayangkan surat keprihatinan kepada Presiden RI terhadap hasil temuan ProFauna mengenai perdagangan telur penyu secara ilegal di Kalimantan.
Namun, tantangan untuk kehidupan penyu di Pantai Paloh di masa mendatang akan semakin berat, seiring dengan rencana pembangunan pelabuhan dan pengolahan gas alam cair dari Blok Natuna D Alpha di kawasan itu.
Pemerintah Kabupaten Sambas sudah memasukkan rencana pengembangan kawasan itu di dalam perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah jangka panjang yang berlaku 20 tahun, yakni tahun 2008 - 2028.
Raksasa perusahaan minyak asal Malaysia, Petronas, disebut-sebut yang sudah mengincar lokasi tersebut. Terlebih lagi Desa Temajuk berbatasan langsung dengan Melanau, Sarawak, Malaysia Timur.
Salah satu lokasi untuk pelabuhan itu adalah di Sungai Belacan, dengan areal memanjang pantai sekitar 8 kilometer.
Fungsi Penyu
Penyu merupakan bagian dari ekosistem laut yang sangat penting. "Penyu menunjukkan kesuburan laut di suatu kawasan perairan," kata Dwi Suprapti, pegiat penyu dari WWF Indonesia, untuk wilayah Paloh.
Lokasi sumber makanan penyu hijau adalah padang lamun dan algae. Padang lamun merupakan rumput laut yang mempunyai akar pengikat pasir yang dapat mencegah abrasi.
Lamun merupakan tanaman biji-bijian. Biji yang dimakan penyu akan dikeluarkan kembali menjadi bibit yang disebar ke berbagai perairan. Sedangkan penyu hijau memakan karang-karang tua yang dapat memicu tumbuhnya karang-karang baru. "Sisa makanan karang berupa pasir yang dikeluarkan kembali oleh penyu sisik," kata Dwi, dokter hewan alumnus Universitas Udayana, Bali itu.
Lokasi makanan itu akan terganggu, misalnya, akibat tingkat kekeruhan air yang tinggi disebabkan aktivitas manusia, sehingga penetrasi cahaya matahari tidak menjangkau lamun.
Lamun, sebagai rumput laut, membutuhkan sinar matahari untuk tumbuh. "Tumpahan minyak juga mengganggu kualitas 'feeding area' penyu," ucap Dwi, yang asli Singkawang, Kalbar itu.
Selain itu, peningkatan suhu air laut memicu terjadinya pemutihan karang, sehingga tidak dapat hidup dan tumbuh. Padahal, karang dapat berfungsi sebagai sumber makanan biota laut dan pemecah ombak di pantai. "Kalau dalam satu ekosistem ada yang hilang, maka akan terganggu ekosistem tersebut," kata Dwi.
Dwi Suprapti mengatakan, kalau terwujud, pembangunan pengolahan dan pelabuhan untuk gas alam cair itu dapat mengganggu habitat penyu yang selama ini memanfaatkan Pantai Paloh sebagai lokasi bertelur. "Kalau areanya terganggu, ia dapat bergeser ke lokasi lain," kata Dwi Suprapti.
Banyak daerah yang berstatus kawasan konservasi, menjadi tujuan wisata yang menghasilkan pendapatan berlimpah bagi warga sekitar. Misalnya di kawasan pusat penyu di Kepulauan Cayman. Atau di Sabah, Malaysia Timur, yang mengenakan biaya 935 ringgit Malaysia atau hampir tiga juta rupiah per orang untuk mengunjungi resor kecil di kawasan itu yang dijadikan tempat penyu bertelur.
Ada juga program ekotour berupa ekspedisi penyu laut selama dua minggu di Kostarika. Program relawan lingkungan bagi konservasi penyu berbasis masyarakat (Costa Rica & Sri Lanka), biayanya antara 1.100 dolar AS hingga 1.400 dolar AS per orang.
Dwi Suprapti mengatakan, kalau pembangunan pelabuhan dan pengelolaan gas alam cair itu terwujud, tidak menutup kemungkinan penyu-penyu tersebut akan pindah ke lokasi lain yang lebih kondusif.
Lokasi terdekat, adalah Melanau, Sarawak, yang berbatasan dengan Temajuk. "Terlebih kalau penyu yang bertelur di Melanau, berasal dari genetik yang sama," kata Dwi Suprapti.
Menjaga kelestarian satwa langka itulah tugas mulia sehari-hari yang diemban oleh Anong, dengan segala konsekuensinya, termasuk berurusan dengan hukum. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Pontianak (Antara Bali) - Tahun 2012 mungkin akan menjadi salah satu masa yang tercatat penting dalam upaya perlindungan bagi satwa langka, khususnya penyu, di Kalimantan Barat.
Bermaksud melindungi penyu dari serbuan para pencuri telur, Yanto alias Anong (26), malah jadi terdakwa di Pengadilan Negeri Sambas, Kabupaten Sambas.
Ia menjadi terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap Irwan, warga Paloh, yang notabene terbilang satu daerah dengan Anong. Di persidangan terungkap kalau Irwan dan dua rekannya berniat untuk mencuri telur penyu.
Namun, Jaksa Anjar Purbo Sasongko dalam sidang di Pengadilan Negeri Sambas di Sambas, Kamis (20/12), tetap menuntut Anong dengan hukuman 6 bulan penjara.
Jaksa muda itu menilai perbuatan Anong yang memberatkan membuat korban yakni Irwan mengalami rasa sakit atas tindakan yang dilakukannya. Sedangkan yang meringankan, tindakan yang dilakukan Anong bertujuan untuk melindungi penyu Paloh dari ancaman lingkungan, meski dengan cara yang salah.
Desakan agar hakim membebaskan Anong pun muncul dari beragam pihak. Shertiyan misalnya, koordinator solidaritas untuk Anong dari Fakultas MIPA Untan mendesak agar hakim membebaskan Anong dari kasus hukum, dengan pertimbangan latar belakang terjadinya perkelahian yang berujung proses di Pengadilan Negeri Sambas.
"Jika dilihat berdasarkan kronologis kejadian, terlihat bahwa Anong hanya melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap penyu yang bertelur," kata dia.
Environment Lawyer Clinic (ELC) menilai penanganan kasus Anong oleh Kejaksaan Negeri Sambas terkesan dipaksakan. "Karena unsur yang didakwakan sepanjang persidangan, tidak terpenuhi," kata AR Nazar, dari ELC.
Menurut dia, Anong didakwa melanggar pasal 351 KUHP. Pasal tersebut menjelaskan bahwa harus ada perbuatan, unsur kekerasan dalam satu arah. Namun, antara Anong dan Irwan terjadi perkelahian.
Bermula Anong bekerja sebagai Monitoring Assistant WWF-Indonesia Program Kalbar dengan tugas menjaga keselamatan penyu dari ancaman pemburu di Pantai Paloh, Kabupaten Sambas, setahun lebih sebelum peristiwa yang menyeretnya ke meja hijau.
Hesty, 25, sang istri, kini mengaku was-was. "Tapi mau gimana lagi, ini sudah menjadi tugasnya," ujar Hesty sambil menggendong anak kedua mereka, Dio Aldiano yang masih berusia 2,5 tahun.
Telur Penyu
Wanita berkerudung itu setia mendampingi Anong setiap kali disidang. Ia datang dari Setinggah, desa di Kecamatan Paloh. Jaraknya puluhan kilometer dari Kota Sambas.
Saat kejadian, Hesty di rumah. Sejak membantu WWF di Paloh, Anong kerap keluar malam. Sesuai tugasnya, ia memantau pantai untuk memastikan tidak ada yang mencoba mengambil telur penyu.
"Dulu telur penyu memang bebas diperjualbelikan, tetapi sejak ada WWF, tidak boleh lagi," kata Hesty yang membuka warung kecil-kecilan. Masyarakat semakin banyak yang paham bahwa penyu adalah hewan langka yang terancam punah.
Hesty tahu kalau Anong tersangkut kasus dari orang lain. Anong semula enggan bercerita, dan kemudian mengaku kepadanya karena tidak ingin membuat Hesty khawatir.
Pada 5 Agustus malam, Anong beserta dua rekan, masing-masing Redy (Monitoring Assistant WWF) dan Andy (anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) "Kambau Borneo") sedang menjalankan tugas di pantai peneluran penyu di wilayah B (Sungai Ubah).
Pemantauan itu berdasarkan permintaan Pokmaswas Kambau Borneo pada awal Mei 2012, ke WWF agar dapat ikut membantu patroli guna mengantisipasi puncak peneluran penyu di Pantai Paloh.
Pokmaswas Kambau Borneo dibentuk dengan SK No 1 Tahun 2011 Kepala Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, yang kemudian didukung surat rekomendasi dari Camat Paloh. Tugas Pokmaswas adalah melakukan pengawasan dan pengamanan di bidang perikanan dan kelautan di pesisir Desa Sebubus, di samping melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk melestarikan sumber daya kelautan dan perikanan yang ada di Desa Sebubus, khususnya penyu.
Kawasan Sungai Ubah tersebut cukup rawan karena sarang telur penyu kerap kali raib. Sekitar pukul 19.00 WIB, tim tersebut memantau tiga warga berkendara satu sepeda motor.
Ketiganya mendekati penyu yang sedang menggali sarang. Mereka terpantau sedang menghapus jejak kaki penyu di pantai. Tujuannya, agar pengawas tidak mengetahui keberadaan penyu yang hendak bertelur itu.
Tim kemudian memergoki ketiganya dan menanyakan ikhwal keberadaan mereka di pantai yang akhirnya berujung perkelahian antara Anong dan seorang warga bernama Irwan.
Irwan mengalami luka di bagian kepala dan harus menjalani perawatan medis di Pos Kesehatan TNI Pengaman Perbatasan Kostrad 305. Sempat ada kesepakatan bahwa kedua belah pihak akan berdamai. Biaya pengobatan Irwan akan ditanggung WWF dan Posmaswas Kambau Borneo.
Namun, tanggal 8 Agustus, Anong dilaporkan ke Polsek Paloh. Hamdi, Babinsa Temajuk, yang juga paman dari Irwan, meminta uang kompensasi Rp10 juta atas kejadian antara Anong dan Irwan. Permintaan itu tidak dituruti dengan pertimbangan akan menjadi preseden buruk bagi upaya perlindungan penyu ke depan. Sebulan sesudahnya, pemberkasan kasus itu dianggap sudah lengkap dan dilimpahkan ke Kejari Sambas. Anong kemudian ditahan di Rutan Klas IIb Sambas.
Di persidangan, Irwan dan dua rekannya, Beben dan Adidas, mengakui tujuan mereka datang malam-malam di Sungai Ubah, untuk berburu telur penyu. Padahal, ketiganya tahu bahwa itu dilarang dan banyak imbauan yang terpampang di sekitar pantai.
Mereka juga mengakui kalau upaya perburuan itu sudah dilakukan lebih dari satu kali. Upaya itu pada 5 Agustus malam gagal karena kepergok dengan tim monitoring penyu dari WWF dan Pokmaswas Kambau Borneo. Peristiwa itu berujung perkelahian dan ditahannya Anong.
Hamdi di sidang mengakui, upaya damai yang dilakukan gagal karena WWF tidak memenuhi permintaan dari pelapor yaitu uang sebesar Rp10 juta. Selain itu, Hamdi menganggap tidak ada itikad baik yang dilakukan dari pihak Anong.
Koordinator WWF-Indonesia Program Kalbar Hermayani Putera mengatakan, upaya perlindungan penyu di Paloh adalah tugas semua pihak karena jelas diatur Undang-undang. "Anong bagi saya adalah simbol sekaligus representasi dari upaya kita bersama menjaga lingkungan hidup," ucap Hermayani.
Surga Penyu
Pantai di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalbar mempunyai hamparan pasir putih yang landai menjadi tempat ideal untuk penyu-penyu bertelur.
Pantai dengan panjang 63 kilometer itu diakui sebagai lokasi peneluran penyu, terutama untuk jenis penyu hijau (Chelonia mydas), yang terpanjang di dunia.
Musim puncak penyu bertelur di Pantai Paloh antara Juni hingga Oktober. Penyu hijau dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) merupakan dua penyu endemik yang paling sering mendarat di Pantai Paloh untuk bertelur.
Penyu siap untuk bereproduksi setelah usia 29 - 30 tahun. Masa bertelur juga berdasarkan siklus tertentu, yakni dalam kurun waktu 3 - 5 tahun. Selama periode tersebut, telur bisa bertelur lima sampai delapan kali. Kemudian, penyu akan kembali bertelur tiga sampai lima tahun lagi.
Satu kali penyu bertelur rata-rata sebanyak seratus butir. Namun lambat laun, pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna tersebut secara perlahan sepertinya mulai ditinggalkan penyu, hewan purba yang diperkirakan sudah ada sejak akhir zaman Jura (145 - 208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus itu.
Beberapa tahun terakhir, WWF Indonesia baru melakukan pengamatan secara intensif di Pantai Paloh. Berdasarkan pengamatan WWF - Indonesia, lokasi yang paling sering didarati penyu di Pantai Paloh untuk bertelur adalah area sepanjang 19,3 kilometer dari Sungai Belacan ke Mutusan.
Di tahun 2009, jumlah sarang telur penyu hijau di pantai itu saat puncak musim adalah 2.102 buah, penyu sisik 41 buah. Sedangkan di tahun 2010, pada periode yang sama, ada 1.501 sarang telur penyu hijau, penyu sisik delapan sarang. Sementara sepanjang tahun 2010, total sarang penyu hijau adalah 1.994 buah, penyu sisik 46 buah.
Jumlah penyu hijau yang mendarat di pantai tersebut, di tahun 2010 sebanyak 4.123 individu, penyu sisik 72 individu. Tidak semua penyu yang mendarat di pantai, bertelur.
Sementara penyu belimbing (Dermochelys coriacea) sangat jarang terlihat. Selain menjadi tempat bertelur, Kalbar juga menjadi surga bagi para pedagang telur penyu.
Berdasarkan hasil investigasi dari WWF Indonesia yang ada di Kalimantan, diketahui bahwa Kalbar dan Kaltim sejak lama dikenal sebagai sentra perdagangan telur penyu di Indonesia.
Lembaga internasional "Human Society International" yang berkedudukan di Australia, pernah melayangkan surat keprihatinan kepada Presiden RI terhadap hasil temuan ProFauna mengenai perdagangan telur penyu secara ilegal di Kalimantan.
Namun, tantangan untuk kehidupan penyu di Pantai Paloh di masa mendatang akan semakin berat, seiring dengan rencana pembangunan pelabuhan dan pengolahan gas alam cair dari Blok Natuna D Alpha di kawasan itu.
Pemerintah Kabupaten Sambas sudah memasukkan rencana pengembangan kawasan itu di dalam perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah jangka panjang yang berlaku 20 tahun, yakni tahun 2008 - 2028.
Raksasa perusahaan minyak asal Malaysia, Petronas, disebut-sebut yang sudah mengincar lokasi tersebut. Terlebih lagi Desa Temajuk berbatasan langsung dengan Melanau, Sarawak, Malaysia Timur.
Salah satu lokasi untuk pelabuhan itu adalah di Sungai Belacan, dengan areal memanjang pantai sekitar 8 kilometer.
Fungsi Penyu
Penyu merupakan bagian dari ekosistem laut yang sangat penting. "Penyu menunjukkan kesuburan laut di suatu kawasan perairan," kata Dwi Suprapti, pegiat penyu dari WWF Indonesia, untuk wilayah Paloh.
Lokasi sumber makanan penyu hijau adalah padang lamun dan algae. Padang lamun merupakan rumput laut yang mempunyai akar pengikat pasir yang dapat mencegah abrasi.
Lamun merupakan tanaman biji-bijian. Biji yang dimakan penyu akan dikeluarkan kembali menjadi bibit yang disebar ke berbagai perairan. Sedangkan penyu hijau memakan karang-karang tua yang dapat memicu tumbuhnya karang-karang baru. "Sisa makanan karang berupa pasir yang dikeluarkan kembali oleh penyu sisik," kata Dwi, dokter hewan alumnus Universitas Udayana, Bali itu.
Lokasi makanan itu akan terganggu, misalnya, akibat tingkat kekeruhan air yang tinggi disebabkan aktivitas manusia, sehingga penetrasi cahaya matahari tidak menjangkau lamun.
Lamun, sebagai rumput laut, membutuhkan sinar matahari untuk tumbuh. "Tumpahan minyak juga mengganggu kualitas 'feeding area' penyu," ucap Dwi, yang asli Singkawang, Kalbar itu.
Selain itu, peningkatan suhu air laut memicu terjadinya pemutihan karang, sehingga tidak dapat hidup dan tumbuh. Padahal, karang dapat berfungsi sebagai sumber makanan biota laut dan pemecah ombak di pantai. "Kalau dalam satu ekosistem ada yang hilang, maka akan terganggu ekosistem tersebut," kata Dwi.
Dwi Suprapti mengatakan, kalau terwujud, pembangunan pengolahan dan pelabuhan untuk gas alam cair itu dapat mengganggu habitat penyu yang selama ini memanfaatkan Pantai Paloh sebagai lokasi bertelur. "Kalau areanya terganggu, ia dapat bergeser ke lokasi lain," kata Dwi Suprapti.
Banyak daerah yang berstatus kawasan konservasi, menjadi tujuan wisata yang menghasilkan pendapatan berlimpah bagi warga sekitar. Misalnya di kawasan pusat penyu di Kepulauan Cayman. Atau di Sabah, Malaysia Timur, yang mengenakan biaya 935 ringgit Malaysia atau hampir tiga juta rupiah per orang untuk mengunjungi resor kecil di kawasan itu yang dijadikan tempat penyu bertelur.
Ada juga program ekotour berupa ekspedisi penyu laut selama dua minggu di Kostarika. Program relawan lingkungan bagi konservasi penyu berbasis masyarakat (Costa Rica & Sri Lanka), biayanya antara 1.100 dolar AS hingga 1.400 dolar AS per orang.
Dwi Suprapti mengatakan, kalau pembangunan pelabuhan dan pengelolaan gas alam cair itu terwujud, tidak menutup kemungkinan penyu-penyu tersebut akan pindah ke lokasi lain yang lebih kondusif.
Lokasi terdekat, adalah Melanau, Sarawak, yang berbatasan dengan Temajuk. "Terlebih kalau penyu yang bertelur di Melanau, berasal dari genetik yang sama," kata Dwi Suprapti.
Menjaga kelestarian satwa langka itulah tugas mulia sehari-hari yang diemban oleh Anong, dengan segala konsekuensinya, termasuk berurusan dengan hukum. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012