Denpasar (Antara Bali) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menduga banyak hotel yang dibangun di Pulau Dewata akhir-akhir ini merupakan hasil pencucian uang.

"Memang kami belum bisa membuktikan, tetapi ada kekhawatiran di kami dengan melihat kondisi Bali yang begitu terbuka sekarang sehingga ada dana-dana yang tidak benar masuk ke Bali," kata Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, di sela penyerahan DIPA, di Denpasar, Selasa.

Menurut dia, sangat tidak masuk akal antara investasi yang ditanamkan di Bali mencapai puluhan miliar rupiah, namun harga satu kamar hotel dijual Rp300 ribuan.

"Itu sangat tidak mungkin, kapan mereka bisa mencapai break even point (BEP) atau kembali modal dengan cara seperti itu," ujarnya.

Pria yang akrab dipanggil Cok Ace ini belum bisa memastikan hotel-hotel itu milik pengusaha lokal atau warga asing karena banyak juga yang menggunakan nama-nama warga Bali ketika mengajukan izin. "Kami tidak tahu apakah benar kemampuan orang sendiri atau modal dari luar," katanya yang juga Bupati Gianyar itu.

Pihaknya melihat indikasi hotel hasil pencucian uang sebagai persoalan serius sebab imbasnya pada persaingan tidak sehat, rendahnya tingkat hunian hotel dan penyebaran "kue" pariwisata yang tidak merata, termasuk sinergi bidang pertanian.

Ia menyarankan sebaiknya berbagai komponen segera duduk bersama mencari solusi pemecahan, berupa penataan kembali jenis akomodasi yang diperlukan maupun yang sudah jenuh, dengan tetap mempertahankan spirit budaya.

"Dari sisi pengawasan pemerintah, kami rasa sudah cukup baik, namun memang masih ada perbedaan perspektif karena kalangan pariwisata tentu saja berpikiran ingin mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin," ujarnya.(LHS)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012