Akademisi Prof Dr Ida Ayu Trisnawati telah menciptakan tari Baris Bebila melibatkan warga tuli bisu (kolok) dari Desa Bengkala, Kabupaten Buleleng, Bali yang kembali ditampilkan saat pengukuhannya sebagai guru besar di Institut Seni Indonesia Denpasar.
"Saya menciptakan tari Baris Bebila (Bebek Bingar Bengkala) itu karena saya melihat warga kolok di Bengkala yang masih sangat bersemangat dalam berkesenian," kata Prof Trisnawati saat menyampaikan orasi ilmiah di ISI Denpasar, Selasa.
Orasi ilmiah berjudul Ceria Menembus Kebisuan itu disampaikan dalam kegiatan Inagurasi dan Sapa Publik Guru Besar Anyar (Pengukuhan Guru Besar) Prof Dr Ida Ayu Trisnawati SST, MSi.
Prof Trisnawati sebagai guru besar bidang kajian tari ini tercatat menjadi guru besar ke-10 di ISI Denpasar.
Dalam orasi ilmiahnya, perempuan kelahiran 21 Januari 1962 itu mengatakan tari Baris Bebila diciptakan pada tahun 2017 dengan mengambil beberapa gerakan tari Pegambuhan.
"Saya menciptakan tari Baris Bebila itu karena ingin menunjukkan bahwa kita itu sama, tidak ada membedakan antara yang difabel dan normal. Mereka walaupun tuli bisu (kolok), tetapi mampu untuk menari tanpa diberikan aba-aba," ujarnya.
Ia mengatakan dalam tari Baris Bebila ini menggunakan metode terbalik tak seperti tarian pada umumnya yakni penari mengikuti alunan gamelan atau musik pengiring. Tetapi penabuh yang mengikuti gerakan dari penari bisu tuli (kolok) ini.
"Mereka akan menari layaknya orang normal saya memang melatih mereka dari nol, dari agem hingga bisa menari. Mereka juga semangat untuk menghafal gerak tari yang diberikan," ucapnya.
Tari Baris Bebila menggambarkan keceriaan pasukan yang semangatnya melampaui kemampuan di bawah satu komando. Sedangkan inspirasinya dari penggembala bebek yang berbaris mengikuti si penggembala yang memegang sebatang bambu.
Penari baris ini terdiri dari tujuh orang lelaki, dengan satu orang menjadi pemimpin dan semua penari membawa properti tombak.
Selain tari Baris Bebila, perempuan yang sudah 37 tahun mengabdi di ISI Denpasar tersebut juga sudah menciptakan beberapa tari yakni Tari Jalak Anguci, Tari Puspa Arum, dan Tari Suci Tirtha Mahamreta Pratistha.
Sementara itu, Rektor ISI Denpasar Prof Dr Wayan "Kun" Adnyana mengatakan yang dilakukan Pro Ida Ayu Trisnawati merupakan salah satu upaya untuk mengeksplorasi potensi budaya di Bengkala Buleleng.
"Saya mengucapkan selamat karena untuk menjadi guru besar harus melalui proses yang panjang, selain harus memenuhi 800 kredit juga harus menembus jurnal internasional bereputasi," katanya
Menurut dia, belum banyak dosen seni yang bisa mengakses atau mempublikasikan karya ilmiah pada jurnal internasional bereputasi karena memang jumlah jurnalnya tidak begitu banyak.
"Jadi, pencapaian ini selain membahagiakan kita semua juga merupakan kebanggaan di tengah animo mahasiswa terutama yang mengenyam pendidikan S3 di ISI Denpasar," ujar Kun Adnyana.
Apalagi sejak tahun 2021 jumlah mahasiswa S3 di ISI Denpasar terus bertambah. Dari awalnya di tahun 2020 hanya 10 mahasiswa, di tahun 2021 menjadi 25 mahasiswa.
Pada tahun 2022 dilakukan dua kali bukaan mahasiswa yakni semester ganjil sebanyak 35 orang dan semester genap 20 orang. Sedangkan pada 2023 ini, untuk semester awal ini sudah ada 35 orang pendaftar.
Sementara itu Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara yang turut hadir mengungkapkan apresiasi atas kontribusi Prof Dr Ida Ayu Trisnawati dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Bali.
"Beliau mampu mengakomodasi orang dengan keterbatasan pendengaran dan komunikasi yang mereka miliki, dan menggubah sebuah karya yang harmonis dan menarik untuk disaksikan. Sekaligus menjadi simbol harapan dan juga semangat yang tidak pernah padam," katanya.
Ia juga menekankan pentingnya seni dan budaya sebagai aset berharga dalam membangun identitas dan daya tarik pariwisata khususnya di Kota Denpasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Saya menciptakan tari Baris Bebila (Bebek Bingar Bengkala) itu karena saya melihat warga kolok di Bengkala yang masih sangat bersemangat dalam berkesenian," kata Prof Trisnawati saat menyampaikan orasi ilmiah di ISI Denpasar, Selasa.
Orasi ilmiah berjudul Ceria Menembus Kebisuan itu disampaikan dalam kegiatan Inagurasi dan Sapa Publik Guru Besar Anyar (Pengukuhan Guru Besar) Prof Dr Ida Ayu Trisnawati SST, MSi.
Prof Trisnawati sebagai guru besar bidang kajian tari ini tercatat menjadi guru besar ke-10 di ISI Denpasar.
Dalam orasi ilmiahnya, perempuan kelahiran 21 Januari 1962 itu mengatakan tari Baris Bebila diciptakan pada tahun 2017 dengan mengambil beberapa gerakan tari Pegambuhan.
"Saya menciptakan tari Baris Bebila itu karena ingin menunjukkan bahwa kita itu sama, tidak ada membedakan antara yang difabel dan normal. Mereka walaupun tuli bisu (kolok), tetapi mampu untuk menari tanpa diberikan aba-aba," ujarnya.
Ia mengatakan dalam tari Baris Bebila ini menggunakan metode terbalik tak seperti tarian pada umumnya yakni penari mengikuti alunan gamelan atau musik pengiring. Tetapi penabuh yang mengikuti gerakan dari penari bisu tuli (kolok) ini.
"Mereka akan menari layaknya orang normal saya memang melatih mereka dari nol, dari agem hingga bisa menari. Mereka juga semangat untuk menghafal gerak tari yang diberikan," ucapnya.
Tari Baris Bebila menggambarkan keceriaan pasukan yang semangatnya melampaui kemampuan di bawah satu komando. Sedangkan inspirasinya dari penggembala bebek yang berbaris mengikuti si penggembala yang memegang sebatang bambu.
Penari baris ini terdiri dari tujuh orang lelaki, dengan satu orang menjadi pemimpin dan semua penari membawa properti tombak.
Selain tari Baris Bebila, perempuan yang sudah 37 tahun mengabdi di ISI Denpasar tersebut juga sudah menciptakan beberapa tari yakni Tari Jalak Anguci, Tari Puspa Arum, dan Tari Suci Tirtha Mahamreta Pratistha.
Sementara itu, Rektor ISI Denpasar Prof Dr Wayan "Kun" Adnyana mengatakan yang dilakukan Pro Ida Ayu Trisnawati merupakan salah satu upaya untuk mengeksplorasi potensi budaya di Bengkala Buleleng.
"Saya mengucapkan selamat karena untuk menjadi guru besar harus melalui proses yang panjang, selain harus memenuhi 800 kredit juga harus menembus jurnal internasional bereputasi," katanya
Menurut dia, belum banyak dosen seni yang bisa mengakses atau mempublikasikan karya ilmiah pada jurnal internasional bereputasi karena memang jumlah jurnalnya tidak begitu banyak.
"Jadi, pencapaian ini selain membahagiakan kita semua juga merupakan kebanggaan di tengah animo mahasiswa terutama yang mengenyam pendidikan S3 di ISI Denpasar," ujar Kun Adnyana.
Apalagi sejak tahun 2021 jumlah mahasiswa S3 di ISI Denpasar terus bertambah. Dari awalnya di tahun 2020 hanya 10 mahasiswa, di tahun 2021 menjadi 25 mahasiswa.
Pada tahun 2022 dilakukan dua kali bukaan mahasiswa yakni semester ganjil sebanyak 35 orang dan semester genap 20 orang. Sedangkan pada 2023 ini, untuk semester awal ini sudah ada 35 orang pendaftar.
Sementara itu Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara yang turut hadir mengungkapkan apresiasi atas kontribusi Prof Dr Ida Ayu Trisnawati dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Bali.
"Beliau mampu mengakomodasi orang dengan keterbatasan pendengaran dan komunikasi yang mereka miliki, dan menggubah sebuah karya yang harmonis dan menarik untuk disaksikan. Sekaligus menjadi simbol harapan dan juga semangat yang tidak pernah padam," katanya.
Ia juga menekankan pentingnya seni dan budaya sebagai aset berharga dalam membangun identitas dan daya tarik pariwisata khususnya di Kota Denpasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023