Kementerian Kesehatan RI masih melakukan penyelidikan epidemiologi perihal Subvarian Omicron XBB.1.1 atau Arcturus sebagai penyebab peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir.
"Di Indonesia, sebagian besar kasus COVID-19 masih disebabkan varian BA.4 dengan pola yang sama dengan Arcturus, yang cepat menular," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Menurut Nadia, proses penyelidikan epidemiologi berangkat dari dua kasus Arcturus yang dialami dua warga DKI Jakarta pada Maret 2023.
"Kami mempelajari dua kasus yang dilakukan penyelidikan epidemiologi, yang satu Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) dari India, yakni seorang laki-laki usia 56 tahun, dan satu kasus lainnya perempuan 30 tahun tidak ada riwayat perjalanan luar negeri," katanya.
Nadia mengatakan Kemenkes mengintensifkan proses surveilans genomik untuk mendeteksi penyebab peningkatan kasus beberapa pekan terakhir yang cukup signifikan.
Menurut dia, peningkatan kasus di tengah situasi pandemi COVID-19 yang terkendali di Indonesia rata-rata berkisar 200 hingga 300 kasus. Namun, dalam dua pekan terakhir angka kasus sempat mencapai 900 kasus.
"Akan tetapi, kalau lihat pola, walaupun terjadi peningkatan kasus signifikan, angka kematian dan orang yang dirawat di RS masih kurang lebih sama, masih di bawah angka 15 kasus (kematian), keterisian rumah sakit di bawah 5 persen," katanya.
Meskipun Arcturus dan BA.4 memiliki pola penularan yang sama seperti di India, kata dia, angka kematiannya terbilang rendah.
Nadia mengimbau masyarakat untuk segera mendapatkan vaksin booster kedua, serta meningkatkan kesadaran diri untuk kembali melakukan tes kesehatan bila bergejala.
"Kalau sakit segera tes dan isolasi atau protokol kesehatan masih jadi kunci melawan varian baru," katanya.
Nadia menambahkan, subvarian Arcturus diduga bisa menurunkan perlindungan antibodi yang didapatkan secara alami melalui infeksi atau vaksinasi.
"Akan tetapi, kalau melihat dua kasus baru di Jakarta, tidak memiliki gejala dan yang satu gejala batuk, pilek, dan infeksi paru sehingga harus menjalani perawatan," katanya.
Ia mengatakan perawatan terhadap pasien pun rata-rata berkisar 5 hingga 6 hari, dan dua kasus Arcturus di Jakarta sudah sembuh total.
"Jadi, kalau kita lihat proteksi imunisasi ini masih cukup bisa melawan varian ini. Yang penting adalah perlindungan, bukan hanya individu tetapi juga kelompok, bagaimana kita bisa terus menjaga diri kita dan masyarakat bisa booster mumpung kesempatannya masih ada," kata Nadia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Di Indonesia, sebagian besar kasus COVID-19 masih disebabkan varian BA.4 dengan pola yang sama dengan Arcturus, yang cepat menular," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Menurut Nadia, proses penyelidikan epidemiologi berangkat dari dua kasus Arcturus yang dialami dua warga DKI Jakarta pada Maret 2023.
"Kami mempelajari dua kasus yang dilakukan penyelidikan epidemiologi, yang satu Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) dari India, yakni seorang laki-laki usia 56 tahun, dan satu kasus lainnya perempuan 30 tahun tidak ada riwayat perjalanan luar negeri," katanya.
Nadia mengatakan Kemenkes mengintensifkan proses surveilans genomik untuk mendeteksi penyebab peningkatan kasus beberapa pekan terakhir yang cukup signifikan.
Menurut dia, peningkatan kasus di tengah situasi pandemi COVID-19 yang terkendali di Indonesia rata-rata berkisar 200 hingga 300 kasus. Namun, dalam dua pekan terakhir angka kasus sempat mencapai 900 kasus.
"Akan tetapi, kalau lihat pola, walaupun terjadi peningkatan kasus signifikan, angka kematian dan orang yang dirawat di RS masih kurang lebih sama, masih di bawah angka 15 kasus (kematian), keterisian rumah sakit di bawah 5 persen," katanya.
Meskipun Arcturus dan BA.4 memiliki pola penularan yang sama seperti di India, kata dia, angka kematiannya terbilang rendah.
Nadia mengimbau masyarakat untuk segera mendapatkan vaksin booster kedua, serta meningkatkan kesadaran diri untuk kembali melakukan tes kesehatan bila bergejala.
"Kalau sakit segera tes dan isolasi atau protokol kesehatan masih jadi kunci melawan varian baru," katanya.
Nadia menambahkan, subvarian Arcturus diduga bisa menurunkan perlindungan antibodi yang didapatkan secara alami melalui infeksi atau vaksinasi.
"Akan tetapi, kalau melihat dua kasus baru di Jakarta, tidak memiliki gejala dan yang satu gejala batuk, pilek, dan infeksi paru sehingga harus menjalani perawatan," katanya.
Ia mengatakan perawatan terhadap pasien pun rata-rata berkisar 5 hingga 6 hari, dan dua kasus Arcturus di Jakarta sudah sembuh total.
"Jadi, kalau kita lihat proteksi imunisasi ini masih cukup bisa melawan varian ini. Yang penting adalah perlindungan, bukan hanya individu tetapi juga kelompok, bagaimana kita bisa terus menjaga diri kita dan masyarakat bisa booster mumpung kesempatannya masih ada," kata Nadia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023