Kirab barongsai dan liong dari Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao di kawasan Jalan Cargo, Denpasar, Bali, Minggu, memeriahkan perayaan Cap Go Meh yang menjadi penutup rangkaian peringatan Tahun Baru Imlek 2023.
Di Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao, kirab barongsai dan liong tidak hanya melibatkan warga keturunan China dan umat di klenteng, tetapi juga masyarakat Hindu Bali dari Banjar Umasari, Denpasar, utamanya pemangku dan para penabuh gong.
“Cap Go Meh merupakan rangkaian budaya, yang menutup Tahun Baru Imlek, dan kebetulan di sini bertepatan dengan 16 tahun berdirinya Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao. Sudah 3 tahun kami absen, ini kirab yang pertama setelah absen pandemi,” kata Ketua Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao Wanly Teguh Singgih saat ditemui selepas kirab di Denpasar.
Ia mengatakan kirab barongsai dan liong, berikut arak-arak senjata dewa dari Tri Dharma Cao Fuk Miao bertujuan untuk memberi kesejukan tidak hanya untuk umat, tetapi juga masyarakat di sekitar tempat ibadah. Wanly menambahkan Cao Fuk Miao yang selama 16 tahun berdiri menjadi tempat ibadah penganut Konghucu, Buddha, dan Tao, secara literal juga berarti "Tempat untuk Jalan Keberkahan".
“Kirab itu istilahnya memberi kesejukan kepada warga di sini. Mudah-mudahan dengan adanya kirab ini dapat memberi kesejukan dan kerukunan. Jadi meskipun kita majemuk, tetapi tetap rukun,” kata dia.
Kirab barongsai dan liong, yang dilakukan oleh anak-anak muda dari Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao, mulai sejak pukul 16.00 WITA. Arak-arakan dimulai dari depan klenteng, bergerak mengitari kawasan Banjar Umasari, berputar di Patung Kuda di Jalan Cargo, Denpasar, dan kembali lagi ke klenteng.
Di akhir kirab, pengurus klenteng menyiapkan api suci tepat di depan Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao. Para peserta kirab yang hendak masuk, diarahkan untuk melangkah di atas api.
Wanly menjelaskan melangkah di atas api merupakan ritual penyucian untuk membersihkan energi negatif pada rangkaian terakhir perayaan Tahun Baru Imlek.
“Ini ritual, kami mau masuk dibersihkan. Siapa tahu dari luar ada hal-hal negatif yang ikut dalam diri kami. Oleh karena itu, kami melangkah di atas api untuk membersihkan diri, agar semua selamat,” kata Wanly Teguh Singgih.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyampaikan pihaknya berusaha melestarikan tradisi kirab tersebut terutama saat perayaan Cap Go Meh. Menurut dia, tradisi itu tidak hanya bagian dari keyakinan ajaran Tri Darma, yaitu Buddha, Konghucu, dan Tao, tetapi juga jadi warisan budaya masyarakat keturunan Tionghoa.
“Kami orang Tionghoa meyakini akar budaya kami. Ini akar budaya. Silakan saja sesuai keyakinan masing-masing, ada dari Konghucu, Buddha, dan keyakinan lainnya,” kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
Di Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao, kirab barongsai dan liong tidak hanya melibatkan warga keturunan China dan umat di klenteng, tetapi juga masyarakat Hindu Bali dari Banjar Umasari, Denpasar, utamanya pemangku dan para penabuh gong.
“Cap Go Meh merupakan rangkaian budaya, yang menutup Tahun Baru Imlek, dan kebetulan di sini bertepatan dengan 16 tahun berdirinya Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao. Sudah 3 tahun kami absen, ini kirab yang pertama setelah absen pandemi,” kata Ketua Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao Wanly Teguh Singgih saat ditemui selepas kirab di Denpasar.
Ia mengatakan kirab barongsai dan liong, berikut arak-arak senjata dewa dari Tri Dharma Cao Fuk Miao bertujuan untuk memberi kesejukan tidak hanya untuk umat, tetapi juga masyarakat di sekitar tempat ibadah. Wanly menambahkan Cao Fuk Miao yang selama 16 tahun berdiri menjadi tempat ibadah penganut Konghucu, Buddha, dan Tao, secara literal juga berarti "Tempat untuk Jalan Keberkahan".
“Kirab itu istilahnya memberi kesejukan kepada warga di sini. Mudah-mudahan dengan adanya kirab ini dapat memberi kesejukan dan kerukunan. Jadi meskipun kita majemuk, tetapi tetap rukun,” kata dia.
Kirab barongsai dan liong, yang dilakukan oleh anak-anak muda dari Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao, mulai sejak pukul 16.00 WITA. Arak-arakan dimulai dari depan klenteng, bergerak mengitari kawasan Banjar Umasari, berputar di Patung Kuda di Jalan Cargo, Denpasar, dan kembali lagi ke klenteng.
Di akhir kirab, pengurus klenteng menyiapkan api suci tepat di depan Tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao. Para peserta kirab yang hendak masuk, diarahkan untuk melangkah di atas api.
Wanly menjelaskan melangkah di atas api merupakan ritual penyucian untuk membersihkan energi negatif pada rangkaian terakhir perayaan Tahun Baru Imlek.
“Ini ritual, kami mau masuk dibersihkan. Siapa tahu dari luar ada hal-hal negatif yang ikut dalam diri kami. Oleh karena itu, kami melangkah di atas api untuk membersihkan diri, agar semua selamat,” kata Wanly Teguh Singgih.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyampaikan pihaknya berusaha melestarikan tradisi kirab tersebut terutama saat perayaan Cap Go Meh. Menurut dia, tradisi itu tidak hanya bagian dari keyakinan ajaran Tri Darma, yaitu Buddha, Konghucu, dan Tao, tetapi juga jadi warisan budaya masyarakat keturunan Tionghoa.
“Kami orang Tionghoa meyakini akar budaya kami. Ini akar budaya. Silakan saja sesuai keyakinan masing-masing, ada dari Konghucu, Buddha, dan keyakinan lainnya,” kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023