Direktur Utama Perumda Bhukti Praja Sewakadharma I Nyoman Putrawan mengatakan lama durasi saat pembayaran parkir non tunai menjadi salah satu penyebab minat masyarakat Bali khususnya di Denpasar masih kurang dalam implementasinya.
"Kendala di petugas kami, transaksi non tunai durasi 8 detik saat sedang melayani di sini, jangan-jangan yang di sebelahnya kabur. Sedangkan dari teknis pelaksanaan ambil tunai kepada juru parkir, kita ukur 3 detik, jadi tingkat kelambatannya membuat masyarakat enggan," kata dia.
Di Denpasar, Senin, Putrawan menyampaikan bahwa pihaknya telah menyebar sekitar 80 juru parkir dengan rompi berkode agar masyarakat dapat memindai dan melakukan pembayaran non tunai melalui QRIS di tempat-tempat seperti lapangan dan museum di Denpasar.
Namun metode digitalisasi dalam pembayaran parkir tersebut diakui belum banyak memberi kontribusi sejak efektif diberlakukan September 2022, karena tak ada paksaan bagi masyarakat di dalamnya.
Baca juga: Pendapatan parkir di Denpasar sepanjang 2022 lebihi target
Selain karena lama durasi saat pembayaran, faktor lain yang menjadi kendala adalah fakta bahwa masyarakat masih enggan transaksi dengan nominal kecil namun harus mengeluarkan handphone terlebih dahulu.
"Juru parkir malah sudah kita rangsang dengan hadiah kalau misalnya mendapat target QRIS yang tertinggi, tetapi tetap saja masyarakat katanya banyak yang belum mau menggunakan transaksi digital dengan angka Rp1.000-Rp2.000," ujarnya.
Meski demikian, Putrawan menyebut pihaknya akan terus mengupayakan pembayaran parkir digital dengan mengimplementasikannya di tempat-tempat yang telah memiliki sistem, agar masyarakat yang keluar dan masuk terstruktur.
"Kalau sistemnya pakai alat yang saya pikir pertama itu perlu modal, kedua, tingkat pelaksanaannya juga pasti rumit. Kami akan pikirkan upaya digitalisasi, tapi jangan dipatok 100 persen digitalisasi. Tidak hanya bisa pihak BPD Bali yang melakukan, tapi masyarakat," katanya.
Baca juga: BI Bali: Pembayaran parkir berbasis QRIS beri beragam manfaat
Putrawan mengaku akan sangat bersyukur apabila di tahun 2023 masyarakat mau menggunakan metode pembayaran parkir non tunai, sehingga juru parkir tak perlu kesulitan dalam menukarkan uang logam dan seluruhnya terkumpul langsung di bank.
"Kalau sudah jadi uang di bank kan enak, tapi ini soal masyarakat, mungkin di transaksi lain yang nilainya lebih besar lebih efektif, sementara di kami dengan orang parkir manual saja kadang tidak bayar," ujarnya.
Menurutnya, selama belum ada peraturan yang mengikat maka masyarakat belum akan memposisikan pembayaran parkir non tunai sebagai sebuah kewajiban, sehingga diharapkan masyarakat menumbuhkan kesadaran diri untuk memahami digitalisasi ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Kendala di petugas kami, transaksi non tunai durasi 8 detik saat sedang melayani di sini, jangan-jangan yang di sebelahnya kabur. Sedangkan dari teknis pelaksanaan ambil tunai kepada juru parkir, kita ukur 3 detik, jadi tingkat kelambatannya membuat masyarakat enggan," kata dia.
Di Denpasar, Senin, Putrawan menyampaikan bahwa pihaknya telah menyebar sekitar 80 juru parkir dengan rompi berkode agar masyarakat dapat memindai dan melakukan pembayaran non tunai melalui QRIS di tempat-tempat seperti lapangan dan museum di Denpasar.
Namun metode digitalisasi dalam pembayaran parkir tersebut diakui belum banyak memberi kontribusi sejak efektif diberlakukan September 2022, karena tak ada paksaan bagi masyarakat di dalamnya.
Baca juga: Pendapatan parkir di Denpasar sepanjang 2022 lebihi target
Selain karena lama durasi saat pembayaran, faktor lain yang menjadi kendala adalah fakta bahwa masyarakat masih enggan transaksi dengan nominal kecil namun harus mengeluarkan handphone terlebih dahulu.
"Juru parkir malah sudah kita rangsang dengan hadiah kalau misalnya mendapat target QRIS yang tertinggi, tetapi tetap saja masyarakat katanya banyak yang belum mau menggunakan transaksi digital dengan angka Rp1.000-Rp2.000," ujarnya.
Meski demikian, Putrawan menyebut pihaknya akan terus mengupayakan pembayaran parkir digital dengan mengimplementasikannya di tempat-tempat yang telah memiliki sistem, agar masyarakat yang keluar dan masuk terstruktur.
"Kalau sistemnya pakai alat yang saya pikir pertama itu perlu modal, kedua, tingkat pelaksanaannya juga pasti rumit. Kami akan pikirkan upaya digitalisasi, tapi jangan dipatok 100 persen digitalisasi. Tidak hanya bisa pihak BPD Bali yang melakukan, tapi masyarakat," katanya.
Baca juga: BI Bali: Pembayaran parkir berbasis QRIS beri beragam manfaat
Putrawan mengaku akan sangat bersyukur apabila di tahun 2023 masyarakat mau menggunakan metode pembayaran parkir non tunai, sehingga juru parkir tak perlu kesulitan dalam menukarkan uang logam dan seluruhnya terkumpul langsung di bank.
"Kalau sudah jadi uang di bank kan enak, tapi ini soal masyarakat, mungkin di transaksi lain yang nilainya lebih besar lebih efektif, sementara di kami dengan orang parkir manual saja kadang tidak bayar," ujarnya.
Menurutnya, selama belum ada peraturan yang mengikat maka masyarakat belum akan memposisikan pembayaran parkir non tunai sebagai sebuah kewajiban, sehingga diharapkan masyarakat menumbuhkan kesadaran diri untuk memahami digitalisasi ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023