Denpasar (Antara Bali) - Bunga bangkai yang tumbuh kerdil sejak seminggu lalu di pekarangan milik Made Suarjana di Banjar Sema, Payangan, dekat kawasan wisata Ubud, Kabupaten Gianyar, atau 35 kilometer timur laut Denpasar, Minggu (11/11) mulai mekar.
Bunga bangkai berwarna merah marun itu, mungkin menjadi paling kerdil dari yang pernah ada di Bali, yakni tinggi 15 centimeter, pada daun bunga terdapat garis tengah 15 centimeter, sehingga saat mekar terlihat spesifik dan menarik di antara semak-semak di pekarangan tersebut.
Bunga bangkai itu walaupun mekar tumbuhnya kerdil dan lebar daun bunganya juga lebih kecil dari yang pernah ada selama ini. "Mungkin itu akibat tumbuh masih dalam musim kemarau," tutur Made Suarjana, yang adalah karyawan Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Bunga jenis langka yang saat dijumpasi masih kuncup itu, kini sudah mekar dan sempat menyebarkan bau busuk, kurang mendapat perhatian dari khalayak, akibat masyarakat sendiri umumnya tidak mengerti akan keberadaan tanaman tersebut.
Masyarakat yang melihat bunga bangkai itu ada yang bertanya soal manfaat tanaman yang tumbuh pada jarak satu meter dari tembok penyengker atau pagar keliling Pura Panti tempat persembahyangan keluarga besar Made Suarjana.
Masyarakat termasuk kaum tua, umumnya tidak mengetahui manfaat atau kegunaan tumbuhan bunga yang biasa disebut "sueg" dan menghasilkan umbi itu. Umbinya bisa dimanfaatkan menjadi sumber pangan, bila dikukus akan menjadi jajan seperti "lempog" yang dulu begitu dikenal di Bali.
Masyarakat Banjar Sema Payangan yang lahir tahun 1960-an seperti Made Suarjana, sudah dapat dipastikan tidak mengetahui manfaat tanaman jenis ini, apalagi memakan jajanan Bali berbahan baku sueg yang sudah sulit ditemukan. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Bunga bangkai berwarna merah marun itu, mungkin menjadi paling kerdil dari yang pernah ada di Bali, yakni tinggi 15 centimeter, pada daun bunga terdapat garis tengah 15 centimeter, sehingga saat mekar terlihat spesifik dan menarik di antara semak-semak di pekarangan tersebut.
Bunga bangkai itu walaupun mekar tumbuhnya kerdil dan lebar daun bunganya juga lebih kecil dari yang pernah ada selama ini. "Mungkin itu akibat tumbuh masih dalam musim kemarau," tutur Made Suarjana, yang adalah karyawan Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Bunga jenis langka yang saat dijumpasi masih kuncup itu, kini sudah mekar dan sempat menyebarkan bau busuk, kurang mendapat perhatian dari khalayak, akibat masyarakat sendiri umumnya tidak mengerti akan keberadaan tanaman tersebut.
Masyarakat yang melihat bunga bangkai itu ada yang bertanya soal manfaat tanaman yang tumbuh pada jarak satu meter dari tembok penyengker atau pagar keliling Pura Panti tempat persembahyangan keluarga besar Made Suarjana.
Masyarakat termasuk kaum tua, umumnya tidak mengetahui manfaat atau kegunaan tumbuhan bunga yang biasa disebut "sueg" dan menghasilkan umbi itu. Umbinya bisa dimanfaatkan menjadi sumber pangan, bila dikukus akan menjadi jajan seperti "lempog" yang dulu begitu dikenal di Bali.
Masyarakat Banjar Sema Payangan yang lahir tahun 1960-an seperti Made Suarjana, sudah dapat dipastikan tidak mengetahui manfaat tanaman jenis ini, apalagi memakan jajanan Bali berbahan baku sueg yang sudah sulit ditemukan. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012