Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate meminta operator seluler berani berinvestasi supaya akses internet merata dan disparitas digital di Indonesia menyempit.
"Kita perlu untuk melihat sumber pembiayaan yang lain yaitu melalui pembiayaan korporasi, mendorong perusahaan-perusahaan operator seluler telekomunikasi dan serat optik untuk lebih berani investasi di saat yang luar biasa ini di tengah pandemi dan tantangan geopolitik," kata Johnny saat menghadiri "Pelepasan Jelajah Sinyal" dan "Pembukaan Festival Literasi Digital Bisnis Indonesia", dalam siaran pers diterima Jumat.
Setiap operator seluler, menurut Johnny, harus mengalokasikan belanja modal (capital expenditure) dan biaya operasional (operational expenditure) untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
"Tahun yang lalu, sampai sekarang bahkan, dengan mendorong operator seluler lebih efisien agar tak terjadi double atau triple investment untuk infrastruktur oleh operator seluler," kata Johnny.
Baca juga: Menkominfo: anggota G20 siap bangun infrastruktur TIK
Upaya pemerintah untuk membangun infrastruktur TIK hulu dan hilir antara lain adalah dengan kebijakan bauran pembiayaan (blended financing) dan pengembangan sumber daya manusia.
Bauran pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur TIK di Indonesia dilakukan melalui universal service obligation (USO) sebesar 1,25 persen dari pendapatan kotor operator seluler.
Menurut Johnny, hampir tidak mungkin meningkatkan persentase dana USO, maka pemerintah perlu mencari sumber pembiayaan baru.
Bauran pembiayaan mengalami tantangan yang cukup rumit, yaitu kontraksi ekonomi, stagflasi dan resesi ekonomi. Tapi, menurut Johnny, kondisi ekonomi makro Indonesia terbilang cukup baik.
"Kita harus tetap optimis menatap masa depan dan melaksanakan setiap kegiatan untuk memastikan program nasional kita tetap berjalan di saat banyak negara mengalami tantangan," kata Johnny.
Baca juga: Kemenkominfo: 1.337 jurnalis telah daftar liput KTT G20
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Kita perlu untuk melihat sumber pembiayaan yang lain yaitu melalui pembiayaan korporasi, mendorong perusahaan-perusahaan operator seluler telekomunikasi dan serat optik untuk lebih berani investasi di saat yang luar biasa ini di tengah pandemi dan tantangan geopolitik," kata Johnny saat menghadiri "Pelepasan Jelajah Sinyal" dan "Pembukaan Festival Literasi Digital Bisnis Indonesia", dalam siaran pers diterima Jumat.
Setiap operator seluler, menurut Johnny, harus mengalokasikan belanja modal (capital expenditure) dan biaya operasional (operational expenditure) untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
"Tahun yang lalu, sampai sekarang bahkan, dengan mendorong operator seluler lebih efisien agar tak terjadi double atau triple investment untuk infrastruktur oleh operator seluler," kata Johnny.
Baca juga: Menkominfo: anggota G20 siap bangun infrastruktur TIK
Upaya pemerintah untuk membangun infrastruktur TIK hulu dan hilir antara lain adalah dengan kebijakan bauran pembiayaan (blended financing) dan pengembangan sumber daya manusia.
Bauran pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur TIK di Indonesia dilakukan melalui universal service obligation (USO) sebesar 1,25 persen dari pendapatan kotor operator seluler.
Menurut Johnny, hampir tidak mungkin meningkatkan persentase dana USO, maka pemerintah perlu mencari sumber pembiayaan baru.
Bauran pembiayaan mengalami tantangan yang cukup rumit, yaitu kontraksi ekonomi, stagflasi dan resesi ekonomi. Tapi, menurut Johnny, kondisi ekonomi makro Indonesia terbilang cukup baik.
"Kita harus tetap optimis menatap masa depan dan melaksanakan setiap kegiatan untuk memastikan program nasional kita tetap berjalan di saat banyak negara mengalami tantangan," kata Johnny.
Baca juga: Kemenkominfo: 1.337 jurnalis telah daftar liput KTT G20
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022