Denpasar (Antara Bali) - Pimpinan PT Tirta Rahmat Bahari yang mendapat izin prinsip pemanfaatan pariwisata alam Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dari Pemprov Bali berjanji akan menjaga kelestarian hutan bakau di kawasan tersebut.
"Kami bukan menyewa, bukan mengontrak, kami hanya ingin menjaga kelestarian hutan dan melindungi dalam bentuk pengelolaan, bukan kami akan menebang pohon bakau yang sudah ada. Bahkan, kami sudah punya pembibitan untuk itu," kata Direktur PT Tirta Rahmat Bahari Nyoman Swianta saat bertemu dengan para awak media di Denpasar, Senin.
Sejak 27 Juni 2012, perusahaannya telah mengantongi izin prinsip Tahura Ngurah Rai seluas 102,22 hektare. Ia mengatakan, bahwa nantinya langkah awal yang akan dilakukan jika semua izin telah dikantongi dengan membersihkan sampah plastik dan menanami kembali.
Menurut dia, dengan langkah tersebut paling tidak dapat meringankan beban keuangan Pemprov Bali yang setiap tahun menghabiskan Rp400 juta untuk pemeliharaan mangrove (bakau) di kawasan itu.
Swianta tidak memungkiri di areal yang telah mendapat izin prinsip akan dibangun fasilitas pendukung seperti 12 gazebo (berukuran 2 x 2 meter) untuk tempat peristirahatan pengunjung dan delapan restoran, tetapi itu semua sifatnya semi permanen dari kayu dan dibangun di lahan-lahan yang tidak ditumbuhi bakau.
"Makanan yang dijual juga jenis cepat saji, kami mengerti dan tidak akan memasak di sana karena untuk menjaga kelestarian pohon, demikian juga dengan pengolahan limbahnya kami sudah mempersiapkan teknologi sehingga hasil pengolahannya sudah berupa air bersih," katanya.
Pada kawasan yang tidak ada bakaunya, ujar dia, juga akan dimanfaatkan untuk sarana memancing dan kendaraan wisata air
Swianta membantah di kawasan Tahura Ngurah Rai akan dibangun vila karena sangat tidak mungkin melihat lokasinya yang berdekatan dengan Bandara Ngurah Rai. "Mana mungkin kami bangun vila karena wisatawan sudah pasti tidak dapat beristirahat dengan suara deru pesawat," ujarnya.
Secara bertahap, ujar dia, direncanakan akan dibangun 75 pasraman yang dapat dijadikan tempat untuk meditasi, dan penelitian bagi pengunjung dengan ukuran masing-masing 6 x 5 meter. "Namun, kami tegaskan akomodasi ini akan dibangun bukan dengan membabat bakau, tetapi di atas lahan kering di kawasan Tahura yang saat ini digunakan sebagai kandang kambing dan permukiman warga," ujarnya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Kami bukan menyewa, bukan mengontrak, kami hanya ingin menjaga kelestarian hutan dan melindungi dalam bentuk pengelolaan, bukan kami akan menebang pohon bakau yang sudah ada. Bahkan, kami sudah punya pembibitan untuk itu," kata Direktur PT Tirta Rahmat Bahari Nyoman Swianta saat bertemu dengan para awak media di Denpasar, Senin.
Sejak 27 Juni 2012, perusahaannya telah mengantongi izin prinsip Tahura Ngurah Rai seluas 102,22 hektare. Ia mengatakan, bahwa nantinya langkah awal yang akan dilakukan jika semua izin telah dikantongi dengan membersihkan sampah plastik dan menanami kembali.
Menurut dia, dengan langkah tersebut paling tidak dapat meringankan beban keuangan Pemprov Bali yang setiap tahun menghabiskan Rp400 juta untuk pemeliharaan mangrove (bakau) di kawasan itu.
Swianta tidak memungkiri di areal yang telah mendapat izin prinsip akan dibangun fasilitas pendukung seperti 12 gazebo (berukuran 2 x 2 meter) untuk tempat peristirahatan pengunjung dan delapan restoran, tetapi itu semua sifatnya semi permanen dari kayu dan dibangun di lahan-lahan yang tidak ditumbuhi bakau.
"Makanan yang dijual juga jenis cepat saji, kami mengerti dan tidak akan memasak di sana karena untuk menjaga kelestarian pohon, demikian juga dengan pengolahan limbahnya kami sudah mempersiapkan teknologi sehingga hasil pengolahannya sudah berupa air bersih," katanya.
Pada kawasan yang tidak ada bakaunya, ujar dia, juga akan dimanfaatkan untuk sarana memancing dan kendaraan wisata air
Swianta membantah di kawasan Tahura Ngurah Rai akan dibangun vila karena sangat tidak mungkin melihat lokasinya yang berdekatan dengan Bandara Ngurah Rai. "Mana mungkin kami bangun vila karena wisatawan sudah pasti tidak dapat beristirahat dengan suara deru pesawat," ujarnya.
Secara bertahap, ujar dia, direncanakan akan dibangun 75 pasraman yang dapat dijadikan tempat untuk meditasi, dan penelitian bagi pengunjung dengan ukuran masing-masing 6 x 5 meter. "Namun, kami tegaskan akomodasi ini akan dibangun bukan dengan membabat bakau, tetapi di atas lahan kering di kawasan Tahura yang saat ini digunakan sebagai kandang kambing dan permukiman warga," ujarnya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012