Denpasar (Antara Bali) - Gerakan Peduli Perempuan dan Anak atau GPPA Bali menyatakan, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pulau Dewata setiap tahun terjadi peningkatan yang cukup signifikan.

Koordinator GPPA Bali Luh Riniti Rahayu di Denpasar, Senin menyatakan, kasus yang dapat dihimpun dari berbagai sumber, yaitu kepolisian, rumah sakit, pemda dan  LSM sejak tahun 2004 hingga 2009 kekerasan terhadap perempuan (KTP) sebanyak 1.773 kasus, sedangkan kekerasan terhadap anak (KTA) sebanyak 467 kasus.

"Dengan jumlah kasus sebanyak itu menunjukkan kekerasan dalam masyarakat kita seperti gunung es yang tampak adalah puncaknya saja, sedangkan yang tak tampak jumlahnya mungkin lebih besar dan berbahaya," katanya saat bertatap muka dengan Komisi IV DPRD Bali.

Sampai saat ini, kata dia, meski banyak pemangku jabatan yang terlibat dalam sosialisasi, advokasi dan pendampingan dilakukan LSM yang peduli perempuan dan anak, namun kasus-kasus pelaporan tindak kekerasan hanya sebagian kecil dapat ditangani.

"Kita ketahui sangat susah mengajak para korban berani melapor. Jangankan melapor, diajak bercerita saja sudah susah rasanya," kata Reniti yang juga mantan anggota KPU Bali itu.

Hal itu terjadi karena adanya sikap masyarakat yang sudah terlanjur menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah, sebab kekerasan dalam rumah tangga oleh sebagian besar menganggap orang lain tidak akan menganggap penting persoalan itu.

"Kami amati kaum perempuan lebih cenderung diam dan memendam sendiri masalahnya dibanding mengadukan kepada orang lain karena ada ketakutan bila disampaikan kepada orang lain, mereka akan disalahkan lagi," ujarnya.

Begitu pula kasus-kasus yang menyangkut anak korban kekerasan, kata dia, lebih banyak dilaporkan ke aparat oleh tetangga, gurunya maupun LSM yang peduli dengan anak.

"Kami berharap ke depannya ada peraturan daerah (Perda) Bali yang mengatur efektifitas dan optimalisasi pelayanan serta penanganan korban kekerasan tersebut," katanya.

Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali, Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan, masalah kekerasan perempuan dan anak harus dapat dituntaskan. Walau proses untuk menyadarannya berjalan lambat.

"Masalah tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus dilakukan upaya-upaya pencegahan sehingga ke depannya bisa dikurangi bahkan dihilangkan," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2009