Kepala Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) Amerika Serikat Michael S. Regan memuji fasilitas pengolahan sampah yang ada di Jimbaran, Badung, Bali, saat ia berkunjung dan melihat langsung proses pengolahan limbah domestik di tempat itu, Senin.
Ia mengaku terkesan dengan inovasi yang diterapkan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku di Jimbaran, yang mengolah 60–80 ton limbah domestik per harinya.
“Kami telah melihat beberapa cara terbaik (best practice), penggunaan teknologi, dan peluang kerja yang terbentuk (di TPST Samtaku). Saya terkesan melihat 55 persen pekerja di sini adalah perempuan,” kata Regan menjawab pertanyaan ANTARA di TPST Samtaku, Jimbaran, Bali, Senin.
Menurut dia, pengelolaan sampah yang menjadi salah satu masalah global, membutuhkan kerja sama antarpihak mulai dari pemerintah, swasta, dan badan-badan pembiayaan.
Ia menyebut pemerintah AS ikut berkontribusi membiayai berbagai inisiatif dan program pengelolaan sampah melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
“Kami bekerja sama dengan mitra pemerintah di tingkat nasional dan daerah untuk memperkuat kapasitas yang dibutuhkan untuk perencanaan, anggaran, dan implementasi program pengelolaan sampah,” kata Regan.
Baca juga: Masyarakat Pasar Badung dilatih olah sampah agar bernilai ekonomi
Ia menambahkan pemerintah AS juga mendorong negara-negara membangun kerja sama bersama pihak swasta dan anak muda untuk mencari solusi mengatasi persoalan sampah.
Dalam kesempatan yang sama, Regan menjelaskan masalah sampah merupakan masalah keadilan (environmental justice).
Ia pun menilai TPST Samtaku menunjukkan cara mengelola sampah secara berkeadilan, terutama dari keterlibatan masyarakat desa, pemerintah desa, dan perempuan.
“Kita harus mencari cara yang berkeadilan (untuk mengatasi persoalan sampah), karena itu menjadi poin utamanya. Kita memang fokus ingin mencari solusi, tetapi kita juga harus memastikan semuanya terlibat,” kata Kepala Badan Perlindungan Lingkungan AS pada sela-sela rangkaian kunjungannya ke Bali untuk menghadiri pertemuan tingkat menteri G20 minggu ini.
Sementara itu, CEO PT Reciki Solusi Indonesia Bhima Aries Diyanto, yang mewakili TPST Samtaku, menyampaikan fasilitas pengolahan sampah itu memiliki kapasitas sampai 120 ton limbah domestik.
Ada dua metode pengolahan, yaitu kembali mendaur barang-barang yang masih dapat digunakan, dan mengolah sampah yang tidak dapat lagi didaur ulang menjadi bahan bakar (RDF).
“(Sampah yang tidak dapat didaur ulang) misalnya popok bayi, pembalut,” kata dia.
Sejauh ini, PT Reciki Solusi Indonesia memiliki dua fasilitas pengolahan sampah yang telah operasional, yaitu di Lamongan, Jawa Timur, dan di Jimbaran, Badung, Bali.
Sementara itu, fasilitas pengolahan sampah yang masih dalam tahap pembangunan, di antaranya di Bangkalan, Jawa Timur, dan di Mengwi, Badung, Bali.
Baca juga: Pemkab Tabanan lakukan bersih-bersih sampah plastik jelang Tumpek Uye
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
Ia mengaku terkesan dengan inovasi yang diterapkan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku di Jimbaran, yang mengolah 60–80 ton limbah domestik per harinya.
“Kami telah melihat beberapa cara terbaik (best practice), penggunaan teknologi, dan peluang kerja yang terbentuk (di TPST Samtaku). Saya terkesan melihat 55 persen pekerja di sini adalah perempuan,” kata Regan menjawab pertanyaan ANTARA di TPST Samtaku, Jimbaran, Bali, Senin.
Menurut dia, pengelolaan sampah yang menjadi salah satu masalah global, membutuhkan kerja sama antarpihak mulai dari pemerintah, swasta, dan badan-badan pembiayaan.
Ia menyebut pemerintah AS ikut berkontribusi membiayai berbagai inisiatif dan program pengelolaan sampah melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
“Kami bekerja sama dengan mitra pemerintah di tingkat nasional dan daerah untuk memperkuat kapasitas yang dibutuhkan untuk perencanaan, anggaran, dan implementasi program pengelolaan sampah,” kata Regan.
Baca juga: Masyarakat Pasar Badung dilatih olah sampah agar bernilai ekonomi
Ia menambahkan pemerintah AS juga mendorong negara-negara membangun kerja sama bersama pihak swasta dan anak muda untuk mencari solusi mengatasi persoalan sampah.
Dalam kesempatan yang sama, Regan menjelaskan masalah sampah merupakan masalah keadilan (environmental justice).
Ia pun menilai TPST Samtaku menunjukkan cara mengelola sampah secara berkeadilan, terutama dari keterlibatan masyarakat desa, pemerintah desa, dan perempuan.
“Kita harus mencari cara yang berkeadilan (untuk mengatasi persoalan sampah), karena itu menjadi poin utamanya. Kita memang fokus ingin mencari solusi, tetapi kita juga harus memastikan semuanya terlibat,” kata Kepala Badan Perlindungan Lingkungan AS pada sela-sela rangkaian kunjungannya ke Bali untuk menghadiri pertemuan tingkat menteri G20 minggu ini.
Sementara itu, CEO PT Reciki Solusi Indonesia Bhima Aries Diyanto, yang mewakili TPST Samtaku, menyampaikan fasilitas pengolahan sampah itu memiliki kapasitas sampai 120 ton limbah domestik.
Ada dua metode pengolahan, yaitu kembali mendaur barang-barang yang masih dapat digunakan, dan mengolah sampah yang tidak dapat lagi didaur ulang menjadi bahan bakar (RDF).
“(Sampah yang tidak dapat didaur ulang) misalnya popok bayi, pembalut,” kata dia.
Sejauh ini, PT Reciki Solusi Indonesia memiliki dua fasilitas pengolahan sampah yang telah operasional, yaitu di Lamongan, Jawa Timur, dan di Jimbaran, Badung, Bali.
Sementara itu, fasilitas pengolahan sampah yang masih dalam tahap pembangunan, di antaranya di Bangkalan, Jawa Timur, dan di Mengwi, Badung, Bali.
Baca juga: Pemkab Tabanan lakukan bersih-bersih sampah plastik jelang Tumpek Uye
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022