Denpasar (Antara Bali) - Para aktivis yang tergabung dalam Komite Kerja Advokasi Lingkungan Bali mempertanyakan rekam jejak PT Tirta Rahmat Bahari yang dianggap begitu mudah mendapatkan izin prinsip pemanfaatan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai.
"Janggal, perusahaan ini baru berdiri 2009 dan belum ada rekam jejak (track record) sama sekali dalam kegiatan konservasi lingkungan. Kami menduga ada tangan-tangan besar di belakangnya," kata aktvis lingkungan Wayan Gendo Suardana di Denpasar, Senin, saat dengar pendapat dengan anggota DPRD Bali seputar pengelolaan hutan bakau Tahura Ngurah Rai.
Menurut dia, tidak masuk akal juga investor tersebut baru mendirikan perusahaan hanya dengan alasan setelah melihat kondisi hutan bakau.
"Apakah etis Gubernur Bali mengeluarkan izin pengelolaan hutan seperti itu di tengah kondisi hutan di Bali yang semakin kritis, ada surat edaran moratorium akomodasi wisata hingga jargon Bali yang bersih dan hijau (clean and green)," ujarnya.
Aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali ini juga meminta Gubernur Bali jika memungkinkan untuk mencabut izin prinsip pemanfaatan pariwisata alam di sana.
Sementara itu, Kadek Boby Susila perwakilan pemuda Desa Suwung Kauh menyesalkan izin yang diberikan Pemprov Bali dengan tidak melakukan sosialisasi terlebih dahulu masyarakat sekitar. "Kami sebagai warga sekitar merasa dibodoh-bodohi dengan tidak tahu, tetapi izin sudah keluar," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Bali I Gusti Made Suryantha Putra saat menemui perwakilan aktivis itu juga menyampaikan bahwa dewan setempat tidak pernah diberitahukan sebelumnya oleh eksekutif terkait dengan pengajuan izin prinsip tersebut.
"Dalam rancangan APBD pun tidak pernah disampaikan ada pengelolaan hutan seperti itu. Kami juga sudah berulang kali meminta Dishut untuk menyampaikan apa saja yang dibutuhkan untuk mengatasi kerusakan dan menjaga kelestarian hutan. Akan tetapi nyatanya, eksekutif belum pernah meminta tambahan anggaran dari jumlah semula yang Rp2 miliar," katanya.(LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Janggal, perusahaan ini baru berdiri 2009 dan belum ada rekam jejak (track record) sama sekali dalam kegiatan konservasi lingkungan. Kami menduga ada tangan-tangan besar di belakangnya," kata aktvis lingkungan Wayan Gendo Suardana di Denpasar, Senin, saat dengar pendapat dengan anggota DPRD Bali seputar pengelolaan hutan bakau Tahura Ngurah Rai.
Menurut dia, tidak masuk akal juga investor tersebut baru mendirikan perusahaan hanya dengan alasan setelah melihat kondisi hutan bakau.
"Apakah etis Gubernur Bali mengeluarkan izin pengelolaan hutan seperti itu di tengah kondisi hutan di Bali yang semakin kritis, ada surat edaran moratorium akomodasi wisata hingga jargon Bali yang bersih dan hijau (clean and green)," ujarnya.
Aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali ini juga meminta Gubernur Bali jika memungkinkan untuk mencabut izin prinsip pemanfaatan pariwisata alam di sana.
Sementara itu, Kadek Boby Susila perwakilan pemuda Desa Suwung Kauh menyesalkan izin yang diberikan Pemprov Bali dengan tidak melakukan sosialisasi terlebih dahulu masyarakat sekitar. "Kami sebagai warga sekitar merasa dibodoh-bodohi dengan tidak tahu, tetapi izin sudah keluar," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Bali I Gusti Made Suryantha Putra saat menemui perwakilan aktivis itu juga menyampaikan bahwa dewan setempat tidak pernah diberitahukan sebelumnya oleh eksekutif terkait dengan pengajuan izin prinsip tersebut.
"Dalam rancangan APBD pun tidak pernah disampaikan ada pengelolaan hutan seperti itu. Kami juga sudah berulang kali meminta Dishut untuk menyampaikan apa saja yang dibutuhkan untuk mengatasi kerusakan dan menjaga kelestarian hutan. Akan tetapi nyatanya, eksekutif belum pernah meminta tambahan anggaran dari jumlah semula yang Rp2 miliar," katanya.(LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012